Otak merupakan elemen tubuh yang sangat kompleks dan vital. Hal ini dikarenakan otak terdiri dari banyak sekali jaringan dan miliaran sel saraf yang terhubung dengan sum-sum tulang belakang yang menjadi pusat segala aktivitas tubuh manusia. Otak memegang control atas fungsi-fungsi penting dari aktivitas tubuh seperti gerakan, perilaku, bahkan fungsi homeostasis tubuh seperti tekanan darah, detak jantung hingga keseimbangan cairan dan suhu tubuh. Selain itu, otak juga bertanggungjawab atas fungsi-fungsi penting lainnya seperti pengenalan, emosi, ingatan, dan masih banyak lagi. Hal inilah yang menjadikan otak merupakan organ yag harusnya mendapatkan perhatian utama dalam riset maupun penelitian. Secara garis besar, otak terbentuk dari dua jenis sel, yakni glia dan neuron. Glia berfungsi sebagai pelindung sekaligus penunjang neuron, yang mana neuron sendiri adalah pemeran utama sebagai pembawa informasi dari dan ke seluruh tubuh.
Neuroscience, sesuai namanya merupakan cabang ilmu tentang system saraf pusat yang saat ini sedang dikembangkan oleh para neuroscientist di seluruh dunia. Secara sederhana, neuroscience merupakan salah satu cabang studi biologi manusia yang berisi tentang segala hal yang berkaitan dengan neuron atau sel saraf. Â Dikutip dari salah satu jurnal karya Nurasiah yang berjudul Urgensi Neuroscience Dalam Pendidikan, pengertian lebih spesifik dari neuroscience adalah ilmu yang secara khusus mempelajari neuron (sel saraf). Sel-sel saraf inilah yang menyusun system saraf, yang berupa susunan saraf pusat (otak dan saraf tulang belakang) maupun saraf tepi (31 pasang saraf spinal dan 12 pasang saraf kepala).
sejauh ini, penelitian neuroscience modern memiliki sembilan cabang, antara lain:
1. Affective neuroscience; penelitian langsung pada hewan yang bertujuan untuk melihat hubungan antara saraf dan perilaku, yakni bagaimana mekanisme terbentuknya emosi yang menjadi dasar adanya perilaku sebagai respons dari emosi tersebut.
2. Behavioral neuroscience; studi dasar tentang perilaku manusia dari perspektif biologis  dan bagaimana otak menjembatani diri dalam merespons perilaku yang datang dari luar diri.
3. Cellular neuroscience; studi tentang neuron yang meliputi bentuk dan sifat biologisnya pada tingkat sel, seperti membran sel, sintesis dan pengangktan protein.Â
4. Clinical neuroscience; studi tentang mekanisme dasar  terjadinya gangguan-gangguan pada sistem saraf, yang sekaligus juga mengembangkan konsep dan terobosan-terobosan dalam mendiagnosa gangguan tersebut beserta perawatannya.Â
5. Cognitive neuroscience; studi tentang dasar kognitif manusia dan basis saraf yang mendasarinya, dengan penekanan pada perkembangan dan fungsi otakÂ
6. Computational neuroscience; studi mengenai cara otak menghitung, menggunakan komputer untuk mensimulasikan  dan memodelkan fungsi otak untuk memahami prinsip-prinsip dalam perkembangan dan kemampuan kognitif sistem saraf, serta menerapkan teknik dari matematika, fisika, dan bidang komputasi lainnya untuk mempelajari fungsi otak,Â
7. Â Cultural neuroscience; melihat bagaimana keyakinan, praktik dan budaya dibentuk dan membentuk otak, pikiran, dan gen selama periode yang berbeda,
8. Developmental neuroscience; melihat bagaimana sistem saraf berkembang pada basis seluler, yakni mekanisme dasar apa yang ada dalam perkembangan saraf,
9. Molecular neuroscience; studi mengenai peran moleul individu dalam sistem saraf.
Apa peran neuroscience bagi dunia pendidikan? Â Â Â
Melihat cabang-cabang dari studi neuroscience di atas, dapat dilihat bahwa studi ini memegang peran penting dalam optimalisasi fungsi dari otak yang merupakan pemegang peran penting bagi tubuh manusia. Itulah mengapa studi ini menjadi materi utama yang menjadi bahan kajian di perguruan tinggi, tak terkecuali bagi para calon pengajar yang pastinya akan berhadapan langsung dengan banyak sekali karakter yang berbeda dengan tujuan yang sama yakni mencerdaskan dan mengoptimalisasi fungsi otak dalam kehidupan sehari-hari. Â Adapun dalam pendidikan, dikenal istilah Neuroeducation yang merupakan interdisipliner yang menggabungkan studi dalam bidang neuroscience, psikologi dan pendidikan yang bertujuan untuk menciptakan peningkatan dalam pengajaran, metode dan kurikulum dalam penelitian. Nah, peran neuroscience disini adalah menuntun para pendidik dalam menyusun strategi terbaik dalam mengajar dan bagaimana menuntun muridnya dalam belajar.Â
Namun saat ini, beberapa fakta menunjukkan pemberian stimulasi yang tidak tepat dalam proses pembelajaran, yang akhirnya menyebabkan kurangnya optimalisasi fungsi otak dan tentu saja hal ini turut menjadi penyebab turunnya kualitas belajar murid-murid di sekolah. Â Mengapa demikian? Â Rupanya salah satu penyebabnya yakni sistem pembelajaran yang berlaku sekarang kebanyakan hanya berfokus pada pengembangan otak luar bagian kiri saja. Padahal, dalam perkembangan pembelajaran, otak manusia ( peserta didik ) harusnya dieksplorasi besar-besaran untuk mengoptimalkan fungsi kerjanya sebagai pusat berfikir dan pusat koordinasi tubuh. Â Maka, tugas utama para pendidik disini yakni mengubah pola yang selama ini salah untuk mengembalikan fitrah utama pendidikan yakni mengoptimalisasi fungsi otak untuk mendapatkan kualitas terbaik dari pendidikan yang kita berikan kepada anak-anak bangsa.Â
Nah, artikel kali ini sampai disini dulu yah teman-teman, semoga bermanfaat. Nantikan artikel menarik selanjutnya.. Â Â
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H