Mohon tunggu...
Arief Rachman Hakim
Arief Rachman Hakim Mohon Tunggu... Konsultan - mahasiswa

pluviophile

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Waspada! Kecurangan pemilu 2024

5 Desember 2023   21:00 Diperbarui: 6 Februari 2024   20:43 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 sumber gambar Foto: dok. Detikcom

Pemilu merupakan ajang pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat dengan dipilih langsung oleh rakyat. Pemilu akbar 2024 nantinya akan memilih presiden dan wakil presiden. Tentunya para calon presiden dan wakil presiden ini harus menyuarakan aspirasinya kepada masyarakat melalui kampanye. Kampanye tersebut tentunya harus dilaksakan sesuai nilai-nilai dari Pancasila sebagai landasan ideologis bangsa. 

Menurut sila ke-1 Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, mencerminkan nilai-nilai keagamaan dan moral. Dalam konteks pemilu, hal ini mengingatkan kita untuk menjalankan proses pemilihan dengan integritas, jujur, dan keadilan, tanpa melibatkan unsur penyalahgunaan kekuasaan atau tindakan curang yang bertentangan dengan norma agama.

Di era digital ini banyak celah yang dapat dilakukan sebagai cara kampanye seperti buzzer dari para Paslon yang menyuarakan pendapatnya berdasarkan hoax yang beredar. penyebaran informasi palsu atau hoaks dapat dengan cepat memengaruhi opini publik dan menciptakan ketidakpercayaan terhadap proses pemilu. Hal ini dapat mengubah persepsi warga negara dan mengarah pada pemilihan yang tidak objektif. Selain itu juga cara kampanye yang saling menjatuhkan pasangan calon lain dengan cara yang tidak sehat seperti menjelek-jelekan, menyinggung soal privasi paslon, dan lain-lain.

Dalam pemilihan umum tentunya kita harus mengantisipasi kecurangan didalamnya, kecurangan ini dapat diminimalisir dengan menanamkan nilai nilai Pancasila dalam setiap anggota panitia pemilu maupun dari masyarakat itu sendiri. Selain itu, money politics atau politik uang juga merupakan ancaman yang meresahkan dalam pemilu. Praktik ini melibatkan penggunaan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi pemilih atau membeli dukungan politik. Politik uang tidak hanya merugikan proses demokratis, tetapi juga dapat menggugah partisipasi warga negara yang tidak memiliki sumber daya finansial yang memadai. Banyaknya suap-menyuap antar masyarakat untuk memilih salah satu paslon misalnya, perbuatan tersebut bukanlah perbuatan yang sesuai dengan nilai Pancasila.  

Selain itu juga perhitungan suara harus dilakukan secara teliti dengan diawasi oleh pengawas pemilu ditempat tersebut. bentuk kecurangan yang sering terjadi adalah pemalsuan suara. Tindakan ini dapat melibatkan penggunaan surat suara palsu, pemalsuan dokumen identitas, atau manipulasi hasil pemungutan suara. Kecurangan semacam ini merusak esensi demokrasi yang seharusnya mencerminkan kehendak rakyat secara sah.

 Belum lagi terdapat banyak masyarakat yang memilih Golput (golongan putih) yang berarti bahwa masyarakat tersebut tidak memilih salah satu dari para calon presiden dan wakil presiden tersebut menyebabkan banyak celah untuk melakukan kecurangan dengan memanfaatkan jatah suara dari masyarakat tersebut. 

Belum lagi dengan isu dari pencalonan presiden tahun ini yang menimbulkan pro dan kontra yang dimana terjadi perubahan kontitusi dalam syarat pencalonan tersebut. Diantaranya yaitu tentang syarat usia capres dan cawapres yang harus memiliki minimal usia 40 tahun atau setidaknya pernah berpengalaman sebagai kepala daerah baik ditingkat provinsi  maupun kabupaten/kota. Hal tersebut menjadi kontroversi lantaran syarat tersebut seperti digunakan untuk menjadikan privilege salah satu paslon dan kebenaran tersebut masih dibuktikan adanya dan menjadi bola liar.

Selain itu juga Kurangnya transparansi dalam proses pemilu dapat memberikan celah bagi tindakan kecurangan, seperti manipulasi suara atau perhitungan hasil.

Kecurangan dalam pemilu lainnya yaitu, seperti pemindahan suara calon legislator satu kepada calon legislator lain dalam satu partai.

kecurangan dalam pemilu serentak tahun 2024 telah diinventarisasi oleh Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK) dan langkah-langkah antisipasi telah dilakukan untuk menghadapinya. Beberapa faktor yang dapat memicu kecurangan dalam pemilu adalah kurangnya pengawasan di wilayah-wilayah tertentu, relasi patronase yang kuat di antara para penyelenggara pemilu, calon legislatif (caleg) dan pemilih, serta kurangnya kesadaran masyarakat untuk melakukan pengawasan. Kecurangan dalam pemilu dapat merusak integritas dan demokrasi, sehingga setiap bentuk kecurangan serta pelanggaran yang terjadi dalam penyelenggaraan pemilu harus ditindaklanjuti dengan tegas.

Maka dari itu mungkin terdepat banyak celah dalam penyelenggaraan pemilu namun bukan tidak mungkin untuk tetap meminimalisir kecurangan yang terjadi hal tersebut bisa dilakukan dengan menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam setiap individu. Pemilu yang demokratis, transparan, dan berlandaskan Pancasila menjadi tonggak kemajuan bangsa Indonesia dalam mencapai tujuan bersama menciptakan masyarakat adil dan makmur.

NAMA  : Arief Rachman Hakim

NIM      : 231230000693

PRODI  : TEKNIK SIPIL

DOSEN PENGAMPU: Dr. Wahidullah, S.H.I.,M.H.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun