Mohon tunggu...
Talitha Ubaidah
Talitha Ubaidah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Saya merupakan Mahasiswa Jurusan Sosiologi, Universitas Airlangga.

Selanjutnya

Tutup

Seni

Streisand Effect: Ketika Pembatalan Pameran Yos Suprapto Justru Menggema Lebih Lantang.

24 Desember 2024   01:00 Diperbarui: 24 Desember 2024   00:55 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar Yos Suprapto, seniman kontemporer Indonesia, berdiri di depan salah satu karyanya yang dianggap kontroversial. [Sumber: kaltara.tribunnews.com]

Pada Desember 2024, publik dikejutkan dengan pembatalan pameran seni Yos Suprapto bertajuk "Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan" yang akan digelar di Galeri Nasional, Jakarta. Pameran tersebut, yang menampilkan karya-karya Yos Suprapto—seorang seniman dengan pendekatan eksperimental dan kritis terhadap fenomena sosial-politik—dibatalkan setelah kurator meminta Yos Suprapto menurunkan lima lukisan yang dianggap menggambarkan sosok yang pernah sangat populer di masyarakat Indonesia. Alih-alih meredakan ketegangan, keputusan tersebut justru memicu kontroversi lebih besar, menciptakan fenomena yang dikenal sebagai Streisand Effect. Fenomena ini terjadi ketika upaya untuk menutupi atau menghapus sesuatu justru membuat perhatian terhadapnya semakin besar. Kasus pembatalan pameran ini menjadi contoh nyata bagaimana kontroversi  dapat berkembang dengan cara yang tak terduga.

Apa Itu Streisand Effect?

Istilah Streisand Effect pertama kali dikenal pada tahun 2005, setelah penyanyi Barbara Streisand menggugat fotografer yang memotret rumahnya di Malibu, California, yang kemudian dipublikasikan di internet. Alih-alih menghilangkan foto tersebut, gugatan ini justru menyebabkan foto tersebut tersebar lebih luas di dunia maya. Dalam konteks yang lebih luas, Streisand Effect menggambarkan bagaimana usaha untuk menutup, melarang, atau menghapus sesuatu sering kali menyebabkan perhatian yang jauh lebih besar terhadap hal tersebut.Kasus Yos Suprapto mencerminkan fenomena serupa. Pembatalan pamerannya di Galeri Nasional semakin membuat pesan-pesan dalam lukisannya terus diperbincangkan. Media sosial ramai membahas karya-karyanya, sementara banyak kalangan mengkritik langkah pembatalan tersebut sebagai bentuk pembungkaman ekspresi seni.

Kebebasan Seni vs. Sensor dan Dampak Pembatalan

Pembatalan pameran Yos Suprapto bukanlah sebuah insiden biasa dalam dunia seni. Keputusan tersebut seakan memicu perhatian yang jauh lebih besar terhadap karya-karya Yos Suprapto yang seharusnya hanya dilihat oleh segelintir orang yang datang ke pameran. Selain itu, fenomena ini juga menyoroti pentingnya kebebasan berekspresi di Indonesia. Pihak yang membatalkan pameran berdalih bahwa beberapa karya dalam pameran tersebut dianggap "Subversif" dan bisa memicu ketegangan. Namun, alasan ini mengundang reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk seniman, akademisi, dan publik yang mendukung kebebasan berekspresi. Banyak yang menilai bahwa pembatalan ini tidak hanya merupakan bentuk sensor terhadap kebebasan seni, tetapi juga bentuk ketakutan akan kritik terhadap sistem yang ada. Ketika kritik melalui seni dianggap sebagai ancaman, maka yang muncul adalah polarisasi, bukan solusi. Oleh karena itu, alih-alih meredakan polemik, pembatalan pameran justru menjadi pemicu perbincangan yang lebih luas di media sosial dan berbagai platform publik lainnya. Berita mengenai pembatalan ini menyebar dengan cepat, membuat banyak orang yang sebelumnya tidak tahu mengenai karya-karya Yos Suprapto menjadi tertarik untuk mengetahui lebih lanjut. Lebih banyak orang yang mencari tahu mengenai tema-tema yang diangkat dalam pamerannya dan bagaimana karya-karya tersebut bisa dianggap kontroversial. Para seniman dan aktivis budaya yang mendukung kebebasan seni menjadikan pembatalan ini sebagai bahan diskusi penting dalam memperjuangkan hak-hak ekspresi. Yos Suprapto, dengan keberaniannya, telah menjadi simbol perlawanan terhadap pembatasan ekspresi di dunia seni.

Momen Refleksi bagi Dunia Seni

Dalam pandangan penulis, pembatalan pameran Yos Suprapto adalah sebuah momen refleksi bagi dunia seni Indonesia. Fenomena ini mengingatkan kita bahwa kebebasan berekspresi adalah hak yang harus dijaga dan diperjuangkan, bahkan dalam dunia seni yang seharusnya menjadi ruang untuk bereksperimen dan berekspresi tanpa batas. Keputusan untuk membatalkan pameran ini seakan mengingatkan kita tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara kebebasan individu dan perlindungan terhadap nilai-nilai sosial yang kita anut. Selain itu, dampak dari pembatalan ini juga menunjukkan kekuatan seni dalam memperjuangkan ide-ide dan memicu diskusi yang lebih besar. Seperti yang kita lihat, upaya untuk menekan atau membatasi kebebasan seni justru sering kali membawa dampak yang lebih besar dan lebih jauh dari yang diinginkan. Karya seni yang dibatalkan ini, meski tidak sempat dipamerkan, telah berhasil menciptakan ruang untuk refleksi, diskusi, dan perubahan.

Cara Terbaik Menggaunglantangkan Sesuatu

Kasus pembatalan pameran Yos Suprapto mengilustrasikan fenomena Streisand Effect dalam dunia seni. Alih-alih mengurangi ketegangan atau kontroversi, upaya untuk menutup atau melarang karya seni justru membesarkan perhatian terhadapnya. Pembatalan ini membuka ruang diskusi tentang kebebasan berekspresi dalam seni dan bagaimana masyarakat harus mendukung hak seniman untuk mengkritik dan menciptakan karya yang mencerminkan realitas sosial. Dalam dunia yang semakin terkoneksi ini, upaya untuk menyensor atau menutupi sesuatu sering kali malah membuatnya semakin terdengar dan dilihat. Seperti ucapan Anies Rasyid Baswedan di salah satu media sosialnya yang menanggapi kasus ini dengan mengatakan “Kadang, cara terbaik menggaunglantangkan sesuatu adalah dengan mencoba menutupinya. Seberapapun seni dilarang, ia akan selalu menemukan jalannya.” Maka dari itu, mari kita terus mendukung kebebasan berekspresi dan menghargai seni sebagai cermin dari dinamika sosial yang sedang berlangsung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun