Nama: Talitha Natha Fathinah Pulungan
NIM: 44523010084
Jurusan: Digital Komunikasi
Mata Kuliah: PENDIDIKAN ANTI KORUPSI DAN ETIK UMB
Dosen Pengampu: Prof.Dr. Apollo , Ak , M. Si.
Universitas Mercu Buana
Salah satu topik yang penting dan menarik untuk dibicarakan adalah anti korupsi, terutama di Indonesia yang masih bermasalah dengan korupsi yang merusak. Namun, apa arti sebenarnya dari anti korupsi? Bagaimana para ahli menjelaskan sikap, perilaku, atau tindakan yang menentang atau menghapus korupsi?
Pengertian
Menurut Azyumardi Mazhar (2009), seorang intelektual dan aktivis antikorupsi, anti korupsi adalah berbagai usaha yang jelas dan sah untuk mencegah dan memberantas korupsi. Jadi, anti korupsi adalah usaha yang nyata dan efektif untuk menjamin hukum dan keadilan bagi semua pihak yang terkait dengan kasus korupsi.
Dampak Negatif
Alasan mengapa sikap atau perilaku anti korupsi penting adalah karena korupsi memiliki dampak negatif yang luas dan mendalam bagi masyarakat, perekonomian, dan lingkungan. Beberapa dampak negatif korupsi antara lain adalah:
1. Mengurangi kualitas layanan publik, seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan keamanan
Korupsi menyebabkan layanan publik, seperti keamanan, infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan, menjadi buruk, karena anggaran negara yang seharusnya digunakan untuk memenuhi hak-hak dasar masyarakat disalahgunakan. Hal ini membuat masyarakat tidak mendapatkan layanan yang cukup, bermutu, dan merata. Hal ini juga menyebabkan indeks pembangunan manusia (IPM) menjadi rendah dan angka kematian, buta huruf, dan pengangguran menjadi tinggi.
2. Meningkatkan kemiskinan, ketimpangan, dan ketidakadilan sosial
Korupsi memperparah kemiskinan, ketidaksetaraan, dan ketidakadilan sosial, karena menimbulkan jurang antara kelompok yang memiliki kekuasaan dan yang tidak memiliki kekuasaan. Korupsi juga menghilangkan hak-hak masyarakat miskin dan terpinggirkan untuk mendapatkan kesempatan dan sumber daya yang sama. Ini berdampak langsung pada rasa kecewa, ketidakpercayaan, dan konflik sosial di antara masyarakat.
3. Menghambat pertumbuhan ekonomi, investasi, dan daya saing
Korupsi merugikan pertumbuhan ekonomi, investasi, dan daya saing, karena mengurangi efektivitas, produktivitas, dan kualitas sektor publik dan swasta. Korupsi juga merusak iklim usaha dan menghambat inovasi dan kreativitas. Yang menyebabkan negara rugi, inflasi, defisit anggaran, dan utang luar negeri yang membengkak.
4. Merusak tata kelola pemerintahan, demokrasi, dan hak asasi manusia
Korupsi menodai tata kelola pemerintahan, demokrasi, dan hak asasi manusia, karena melemahkan lembaga-lembaga negara yang seharusnya menerapkan prinsip-prinsip good governance, seperti akuntabilitas, partisipasi, transparansi, responsivitas, dan supremasi hukum. Korupsi juga mengancam kedaulatan rakyat dan hak-hak sipil mereka untuk memilih dan dipilih. Yang merujuk untuk menyebabkan korupsi politik, nepotisme, kolusi, dan praktik-praktik tidak demokratis lainnya.
5. Memicu konflik, kekerasan, dan radikalisme
Ketidakjujuran dalam pemerintahan dapat menimbulkan berbagai masalah, seperti konflik, kekerasan, dan radikalisme, yang berasal dari rasa tidak puas, tidak adil, dan tidak stabil di masyarakat. Ketidakjujuran juga dapat memicu terorisme, separatisme, pemberontakan, dan perang saudara. Hal ini sangat berbahaya bagi keamanan nasional dan perdamaian dunia.
6. Merugikan lingkungan hidup, sumber daya alam, dan keanekaragaman hayati
Korupsi dalam pemerintahan dapat merusak lingkungan hidup, sumber daya alam, dan keanekaragaman hayati, karena menyebabkan kerusakan ekologis akibat pengambilan sumber daya alam yang tidak memperhatikan kelestarian. Ketidakjujuran juga menyebabkan pencemaran lingkungan akibat pembuangan limbah industri atau pertambangan yang tidak memenuhi standar. Hal ini juga mengancam kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
Contoh Penerapan Anti Korupsi
Salah satu cara untuk menunjukkan sikap atau perilaku yang menolak korupsi dalam kehidupan sehari-hari adalah dengan tidak memberi atau menerima gratifikasi. Gratifikasi adalah bentuk pemberian yang diberikan kepada pejabat atau pegawai negeri dengan tujuan untuk mempengaruhi keputusan atau tindakan mereka yang berkaitan dengan jabatan atau pekerjaan mereka. Gratifikasi dapat mengambil bentuk uang, barang, jasa, atau hal lain yang bernilai. Gratifikasi dapat merusak kepentingan publik, menghambat pelayanan publik, dan menciptakan ketimpangan.
Jika bisa dibayangkan bagaimana contoh yang menjelaskan sikap atau perilaku anti korupsi dalam hal tidak melakukan gratifikasi:
Rina adalah seorang guru di sebuah sekolah dasar negeri. Dia bertanggung jawab untuk mengajar kelas 6 dan menyiapkan siswa-siswanya untuk mengikuti ujian nasional. Suatu hari, dia mendapat kiriman paket dari salah satu orang tua muridnya. Di dalam paket tersebut, ada sebuah amplop berisi uang tunai sebesar 5 juta rupiah dan sebuah surat yang berisi permintaan agar Rina memberikan nilai bagus kepada anaknya yang bernama Budi.Â
Rina merasa terkejut dan marah dengan paket tersebut. Dia menganggap itu sebagai bentuk gratifikasi yang tidak pantas dan tidak etis. Dia segera menghubungi orang tua Budi dan menolak paket tersebut. Dia menjelaskan bahwa nilai siswa-siswanya ditentukan berdasarkan hasil ujian nasional yang objektif dan tidak bisa dibeli dengan uang. Dia juga mengingatkan bahwa gratifikasi adalah tindakan korupsi yang melanggar hukum dan bisa dikenai sanksi pidana.Â
Orang tua Budi merasa malu dan menyesal dengan perbuatannya. Dia meminta maaf kepada Rina dan mengambil kembali paket tersebut. Dia menyadari bahwa dia telah salah dan tidak menghargai profesionalisme Rina sebagai guru. Dia berjanji untuk tidak mengulangi lagi kesalahan tersebut dan mendukung proses belajar anaknya dengan cara yang benar.
Dengan sikap dan perilaku anti korupsi seperti Rina, manusia bisa membantu mencegah dan memberantas korupsi di Indonesia. Siapa saja bisa menjadi contoh bagi masyarakat lainnya untuk tidak melakukan gratifikasi dan menghormati integritas para pejabat dan pegawai negeri. Bahkan semua orang juga bisa meningkatkan kualitas pelayanan publik dan menciptakan keadilan sosial bagi semua warga negara.
Sumber:
Grindle, M.S. (1980). Politics and Policy Implementation in The Third World. New Jersey: Princeton University Press
Ohman, Magnus & Zainulbhai, Hani. (2009). Regulating Political Finance, The Global Experience. Washington: IFES.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H