Judul di atas tendensius banget ya. Tapi, krismon yang bercokol sejak penghujung 2008 di Eropa, mau tak mau membuat orang Belanda lebih hati-hati mengeluarkan uang. Orang-orang Belanda yang saya kenal, dari dulu sudah dicap hemat. Toh, resesi kali ini—yang belum jelas kapan titik terangnya—sedikit banyak memaksa orang Belanda makin mengencangkan ikat pinggang. Kemakmuran bukan lagi dianggap hak, melainkan sesuatu yang harus diperjuangkan.
[caption id="attachment_256543" align="aligncenter" width="600" caption="Foto: ANP"][/caption]
Mengutip NIBUD, organisasi pemantau anggaran belanja rumah tangga di Belanda, 9% penduduk Belanda 2012 lalu rela hidup tanpa mobil. Sekedar info, kendaraan roda empat di Belanda yang berpenduduk sekitar 16 juta orang masih dianggap 'sapi suci'. Mungkin, istilah ini diambil dari legenda hewan tersebut di masyarakat Hindu. Pajak tinggi, bensin mahal, asuransi, harga mencekik, nilai jual kembali makin buruk-ini sebagian alasan orang Belanda mendepak mobil. Masih menyitir NIBUD, 70% penduduk Belanda 'mengaku' makin perhitungan soal pengeluaran. Terutama, rumah tangga pas-pasan banyak mengeluh kebijakan ketat pemerintah Belanda terkait resesi. Akibatnya, mereka yang punya semboyan hidup 'ibaratnya mengapung asalkan masih bisa bernafas di permukaan air' mulai merasakan 'tenggelam hingga sebatas bibir'. Mudah ditebak, kebutuhan sekunder sedapat mungkin dikesampingkan. Apa sih kebutuhan sekunder menurut orang Belanda itu? Biasanya kebutuhan 'mewah' seperti televisi, komputer, clubbing, makan di restoran, langganan koran atau majalah, dan liburan. Sudah rahasia umum, orang Belanda kerap memangkas biaya-biaya kebutuhan ekstra tersebut. Di samping itu, masih ada lho yang berhemat pakaian dan enerji. Padahal, Belanda termasuk negara empat musim. Jadi, lebih butuh pakaian dan penghangat ruangan menghadapi musim dingin. Strategi lain orang Belanda mengatasi krisis? Wah,banyak tuh... Saya tulis aja yang kebetulan terlintas di kepala, di antaranya berburu sale. Ini bukan hanya kegiatan emak-emak. Bapak-bapak di Belanda pun mulai sadar harga miring. Entah itu cuci gudang atau barang 'lama' akan di-discount karena model baru bakal keluar. Sabar dikit, biasanya barang-barang pasti turun harganya. Asal hati-hati aja jangan terburu nafsu dan malah borong barang-barang tak perlu. Cara lain, memilih barang tak bermerek karena lebih murah atau justru mengincar produk kualitas A. Pengalaman saya, barang bermerek lebih awet dan terjamin mutunya. Seandainya ada kerusakan, pelayanan pasca pembelian pun lebih mudah karena jelas produsennya. Kecuali Anda pintar utak-atik atau reparasi, itu lain perkara. Biasa liburan ke luar negeri? Sebetulnya negara sendiri pun banyak kok menyimpan obyek wisata cantik yang dapat ditelusuri. Ada pepatah lama: hemat itu pangkal kaya. Sama halnya dengan berkebun, salah satu hobi saya. Pohon yang tiap tahun dipangkas itu bukan berarti diamputasi, tapi malah membuat berbunga banyak dan berbuah subur. Ada enggak siasat lain menghadapi krisis berkepanjangan? Di bawah ini lima langkah guna menghadapi resesi. Kiat ini menurut saya manjur diterapkan sehari-hari, entah di masa paceklik maupun di waktu 'panen emas'. Usahakan disiplin antara 'harus' dan 'boleh'. 'Pengeluaran harus' di antaranya: sewa atau kredit rumah, tagihan listrik-gas-air, asuransi kesehatan dan kendaraan bermotor. Biaya-biaya ini wajib ter-cover tiap bulan. Sedangkan 'pengeluaran boleh' misalnya jalan-jalan, abonemen pusat kebugaran, atau makan-makan di luar. 'Pengeluaran harus' pun bisa dihemat, umpamanya pakai bohlam hemat enerji dan jangan terlalu lama gunakan shower. Terapkan prioritas pengeluaran. Contoh urutan pengeluaran sekunder saya: 1. Produk toiletries, 2. Bioskop, 3. Kado ultah buat keluarga, 4. Gadget, 5. Langganan majalah. Makin bawah urutannya, pengeluaran itu bisa dipangkas. So, ada budget lebih untuk kegiatan atau pengeluaran lainnya. Terus terang, pertama-tama terasa sulit. Tapi, lama-lama akan terbiasa tertib. Ini subyektif sih. Haha... Susun neraca tiga bulanan atau pengeluaran per kwartal. Apa pasal? Untuk meneliti pengeluaran impulsif. Jujur aja... Namanya juga manusia, pasti lah gampang tergiur penawaran atau potongan harga drastis. Telanjur membeli sesuatu yang tidak perlu? Bulan berikutnya kudu puasa shopping atau tunda pesan barang lewat internet. Ada baiknya bandingkan juga pengeluaran Anda dengan sahabat dekat. Buat langkah penghematan dan langsung terapkan. Barang-barang house brand di pasar swalayan mutunya tak kalah dengan produk bermerek seperti sabun cuci atau pembersih ruangan. Sekali-kali boleh beli produk branded jika sedang ada penawaran atau diskon khusus. Sedapat mungkin, tulis daftar belanjaan sebelum pergi ke supermarket. Coba disiplin dan hanya belanja barang yang tertulis di daftar. Catat penghematan konkret yang Anda lakukan. Ribet? Ah, enggak kok... Urusan catat-mencatat saya akui orang Belanda emang biangnya deh. Saya juga kategori pemalas untuk aktivitas satu ini. Tapi, lama-lama terasa lumrah dan ternyata ada gunanya. Minimal buat arsip pribadi. Saya bisa ngomong gini juga karena ada catatan di buku harian. Lumayan kan bisa sharing di sini. Halah, maksa! Hehe... Salam irit anti pelit!
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H