Masyarakat modern saat ini memperoleh kemudahan dalam mencari penghasilan. Orientasi pencarian kerja tidak lagi hanya pada sektor formal saja seperti di suatu kantor atau perusahaan, tetapi telah menjadi lebih beragam yang memungkinkan masyarakat untuk bekerja dari mana saja dan kapan saja.Â
Adanya perkembangan pada bidang IPTEK-lah yang membuat masyarakat dapat bekerja seperti itu. Istilah populer untuk hal ini disebut self-employee.Â
Seseorang yang melakukan self-employee akan bekerja melalui platform online. Contohnya platform freelancer, platform media sosial, dan platform e-commerce. Akan tetapi, dibalik kemudahan yang ada diperlukan analisis dampak dari perkembangan platform online, khususnya platform e-commerce yang begitu marak di kalangan masyarakat.
E-commerce telah membuka jalur perdagangan baru yang menjanjikan. Operasinya yang berada di luar pusat perbelanjaan konvensional seperti toko, swalayan, mall, dst. membuat e-commerce dipilih oleh penjaja usaha kecil untuk memasarkan dagangan mereka.Â
Cara bergabungnya yang memudahkan penjual dibanding harus membayar sewa toko dan bersaing dengan harus bertaruh dengan hasil yang tidak seberapa tentu membuat e-commerce menjadi primadona. Penjual hanya perlu mengunduh aplikasi, mengisi identitas, dan mengunggah dokumen diri, kemudian sudah dapat menjajakan barang dagangannya serta mendesain mau seperti apa tampilan laman e-commerce mereka.Â
Belum lagi fitur yang ada di dalamnya memungkinkan penjual untuk dapat melakukan marketing guna menaikkan penjualan. Fitur seperti live streaming seakan melakukan penawaran langsung selayaknya berjualan melalui layar ponsel. Adapula fitur broadcast messages yang memudahkan penjual melakukan pemberitahuan terkait diskon atau penawaran menarik yang dilakukan oleh laman mereka.
Konsumen masa kini lebih menggemari berbelanja melalui e-commerce. Beberapa lembaga survey melaporkan selalu terjadi adanya peningkatan per tahunya terhadap penggunaan e-commerce. Hal itu tidak terjadi begitu saja, konsumen memiliki alasan kuat untuk memilih berbelanja online dibandingkan offline. Beberapa di antaranya adalah:
1. Biaya belanja yang dapat ditekan
Anggaran belanja dapat menjadi lebih terjangkau melalui e-commerce karena tidak adanya biaya tetap sewa toko pada periode tertentu dan juga pajak yang dibebankan berbeda membuat biaya operasional dari penjual dapat jauh lebih kecil. Hasilnya harga jual akan lebih terjangkau dibandingkan dengan toko konvensional.
2. Belanja menjadi lebih efisien.
Konsumen selama ini perlu menjadwalkan waktu dan tenaga untuk berbelanja. Akan tetapi, melalui e-commerce konsumen hanya perlu memiliki jaringan internet saja untuk dapat membeli kebutuhan. Memilih barang dan pembayaran semua hanya perlu menekan layar ponsel tanpa perlu lelah mengelilingi toko dan kemudian antre di kasir. Bahkan, sampai pada proses pengiriman belanjaan akan diantar sampai ke depan rumah. Konsumen tidak lagi harus bersusah payah membawa belanjaan yang berat dari toko hingga rumah. Â
3. Permintaan konsumen lebih terpenuhi.
Platform e-commerce memberikan fitur yang memungkinkan konsumen untuk mengajukan pertanyaan, memberikan pendapat, maupun ulasan terhadap penjual di dalamnya. Contohnya sarana chat dapat memberikan akses pembeli untuk mendapatkan detail dari dagangan penjual serta berkonsultasi terkait memilih barang yang sesuai untuk dibeli. Ketika barang nantinya tidak sesuai atau bermasalah konsumen dapat menyelesaikannya dengan penjual.Â
   Kemudian, terdapat laman penilaian yang memungkinkan konsumen selanjutnya untuk menilai kinerja produk ataupun penjual. Pada laman timbal balik konsumen juga dapat memberikan masukan mereka terkait bagian dari produk yang perlu diperbaiki kedepannya. Itu memberikan keuntngan pula pada pihak penjual karena dapat melakukan product development tanpa harus melakukan survey terpisah.
Keuntungan yang melekat pada e-commerce membuatnya memiliki berbagai jenis bisnis dalam jumlah banyak. Jenis B2B, B2C, C2C, C2B apapun itu di bawah bendera unicorn dengan berbagai nama berdiri untuk menguasai pasar. Maka yang terjadi adalah persaingan yang secara alami muncul antara satu sama lain. Masing-masing e-commerce ini melakukan upaya untuk dapat bersaing satu sama lain dan mempertahankan perusahaan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah membuka program affiliate. Munculnya program ini diharapkan mampu meramaikan aktivitas dalam aplikasi sehingga dapat meningkatkan keuntungan.
Program affiliate singkatnya adalah penyebaran tautan dari produk-produk yang ada dalam aplikasi. Pekerja program ini akan mendapat komisi kumulatif dari setiap tautan yang diklik oleh pengguna internet. Besaran pendapatan setiap tautan dapat meningkat ketika seseorang membeli produk. Oleh karena kemudahan semacam itu, para pekerja akan melakukan berbagai macam marketing untuk meraup audiens. Mulai dari video unboxing biasa, review, rekomendasi, outfit, dan masih banyak bentuk marketing lain yang dilakukan. Para pekerja program mengharapkan bentuk marketing yang mereka lakukan dapat membuat pengguna internet tidak hanya sekedar mengklik tautan yang dibagikan, tetapi juga tertarik membeli barang-barang yang dipasarkan
Namun nyatanya, program affiliate merupakan pedang bermata dua bagi masyarakat Indonesia. Sisi menguntungkannya karena siapa saja dapat bergabung dalam program dan meraup keuntungan. Di sisi lain dari marketing yang dilakukan pelaku program affiliate akan berdampak pada maraknya perilaku konsumtif pada masyarakat. Bagaimana tidak? Kemudahan pembelian dalam genggaman disertai marketing tanpa batas di jejaring media sosial akan meningkatkan konsumsi masyarakat yang didasari atas keinginan.
Marketing dalam program affiliate ini menjerumuskan masyarakat dalam asymety information. Masyarakat yang terpapar informasi yang tidak utuh akan mengalami efek bonded rationality atau rasional terbatas. Akibatnya mereka akan melakukan konsumsi dalam hal ini berbelanja online secara berlebihan. Awalnya masyarakat berbelanja demi memudahkan urusan untuk memenuhi kebutuhan, tetapi seiring masifnya marketing apik yang digagas pekerja program affiliate masyarakat terbuai membeli demi memenuhi keinginan semata.
Maka dari itu, analisis ini menyatakan bahwa program bentuk ini menjadikan masyarakat kita sebagai ladang subur bagi kapitalisme. Para pemilik modal dari perusahaan di negara besar menjajakan produk melalui e-commerce dengan mudah dan marketing secara cuma-cuma. Pekerja affiliate sukarela melakukan marketing karena sudah menerima syarat dan ketentuan termasuk mengenai komisi yang ditetapkan. Apabila terus dibiarkan, dikhawatirkan tanpa disadari akan muncul sistem kapitalisme terselubung di negara kita. Keuntungan penjualan yang mengalir pada kapital pemilik modal pihak kaya akan semakin kuat dan bertambah keuntungannya. Kemudian sebaliknya bagi masyarakat yang diarahkan untuk melakukan konsumsi dan menjadi pihak yang diperas akan semakin miskin akibat kontrol diri dan kesadaran yang kurang.
Untuk itu perlu adanya edukasi terutamanya mengenai bagaimana cara menjadi konsumen yang bijak dan pintar, diantaranya adalah sebagai berikut:
- Mementingkan kebutuhan jangka panjang dalam pembelian. Ini dimaksudkan mengutamakan kualitas dari produk dibandingkan membeli dengan harga terjangkau, tetapi mudah rusak.
- Meminimalisir pembelian produk turunan. Selain buruk bagi kesehatan, hasil produksi manufaktur biasanya akan lebih mahal karena memiliki biaya nilai tambah.
- Benar-benar melakukan prioritisasi dalam membeli apapun. Pikirkan dengan matang mengenai hal yang akan dibeli termasuk dalam kebutuhan atau hanya sekedar keinginan.
Dengan demikian, untuk dapat mencegah masyarakat kita menjadi sasaran empuk bagi kapitalisme yang  kesadaran dalam diri konsumen tidaklah mudah, tetapi bukan tidak mungkin. Langkah awal dapat dimulai dari diri kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H