Mohon tunggu...
Talidah Nur Keyesa
Talidah Nur Keyesa Mohon Tunggu... Lainnya - Universitas Airlangga, Fakultas Vokasi, D-IV Teknik Informatika

Students majoring in Diploma of Informatics Engineering. Huge interest in technology and music.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Self-Diagnoses: Tameng Bermalasan Remaja Masa Kini

1 Mei 2023   10:03 Diperbarui: 25 Mei 2023   22:28 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masalah kesehatan mental kini telah menjadi perhatian oleh sebagian besar manusia modern. Manusia modern mulai menyadari bahwa, masalah kesehatan mental memiliki urgensi yang sama besarnya dengan masalah kesehatan jasmani manusia. Mereka mulai menyadari bahwa kesehatan mental yang baik akan menumbuhkan pikiran positif sehingga tubuh dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Bagi mereka yang aktif dalam menggunakan sosial media, mereka menggunakan platform sosial media mereka untuk melakukan kampanye dalam menyuarakan mental health awareness tersebut. Upaya tersebut dilakukan agar semakin banyak menjangkau masyarakat dunia maya untuk ikut serta memiliki kesadaran akan urgensi kesehatan mental diri sendiri dan orang di sekitar mereka.

Pengaruh dari meningkatnya kepedulian masyarakat akan kesehatan mental menumbuhkan standar baru mengenai lingkungan sosial yang ramah untuk mental masyarakat. Lingkungan sosial masyarakat kini menjadi tempat yang suportif terhadap masalah kesehatan mental. Tak terkecuali lingkungan sosial pada dunia maya, mereka bahu-membahu untuk saling memberi edukasi mengenai kesehatan mental melalui platform sosial media seperti Tiktok, YouTube, dan Twitter. Topik edukasi yang mereka bagikan sangat beragam, seperti contohnya edukasi mengenai identifikasi masalah kesehatan mental, identifikasi masalah-masalah pemicu munculnya masalah kesehatan mental, dan masih banyak lainnya.

Di balik gencarnya edukasi mengenai kesehatan mental, nyatanya perlu diketahui bahwa masyarakat juga harus tetap membentengi diri mereka dari informasi-informasi edukasi yang ada. Perlu dicermati bahwa penyampaian edukasi mengenai masalah kesehatan mental tidak boleh disampaikan oleh sembarang orang, karena bahayanya akan menyebabkan masyarakat menjadikan postingan tersebut sebagai parameter untuk melakukan Self-Diagnoses.

Apa itu Self-Diagnoses?

Self-Diagnoses adalah perilaku dimana seorang individu melakukan diagnosis pada dirinya sendiri atas dasar informasi yang diperoleh dirinya sendiri tanpa ada crosscheck dengan pihak ahli. Perilaku ini tidak dibenarkan, walaupun informasi yang disampaikan dari sumber yang sangat kredibel sekalipun, kita tetap membutuhkan ahlinya untuk mendapatkan diagnosis dan penanganan secara tepat. Hal tersebut adalah hal dasar yang harus kita ketahui. Perilaku Self-Diagnoses dikhawatirkan akan menimbulkan perilaku tidak bertanggung-jawab dan menjadikan “mental health issue” mereka sebagai tameng untuk melakukan tindakan yang tidak dibenarkan, seperti contohnya lari dari tanggung-jawab tugas.

Contoh Kasus Self-Diagnoses

Remaja melakukan self-diagnoses terhadap kesehatan mental mereka dengan berbagai cara. Berikut ini beberapa contoh mekanisme yang dapat terjadi:

  • Penelusuran Internet: Remaja dapat menggunakan internet untuk mencari informasi tentang gejala dan kondisi kesehatan mental. Mereka mungkin membaca artikel, forum, atau blog yang memberikan deskripsi tentang berbagai gangguan mental dan mencocokkan gejala yang mereka alami dengan kriteria diagnostik yang mereka temukan secara online.
  • Pembandingan dengan Orang Lain: Remaja sering terpapar dengan pengalaman teman sebaya mereka melalui media sosial. Jika mereka merasa bahwa teman mereka mengalami gejala yang mirip dengan yang mereka alami, mereka mungkin cenderung mengidentifikasi diri mereka dengan kondisi tersebut.
  • Mendengarkan Cerita Orang Lain: Remaja dapat terinspirasi oleh cerita atau pengalaman orang lain yang mereka dengar secara langsung. Misalnya, jika mereka mendengar seseorang menggambarkan pengalaman mereka dengan kecemasan atau depresi, remaja tersebut mungkin mulai menghubungkan pengalaman mereka sendiri dengan kondisi yang sama.
  • Media Sosial dan Influencer: Pengaruh media sosial dan influencer dapat memainkan peran penting dalam self-diagnoses remaja. Mereka mungkin mengikuti akun-akun yang membahas kesehatan mental dan melihat cerita atau postingan yang menggambarkan gejala-gejala tertentu. Ini dapat memicu remaja untuk mengaitkan diri mereka dengan kondisi tersebut.

Apa alasan dibalik Self-Diagnoses?

Self-diagnoses dapat dipahami sebagai upaya remaja untuk menjelaskan atau membenarkan perilaku mereka yang dianggap sebagai tanda-tanda atau gejala dari suatu kondisi tertentu. Beberapa faktor yang mungkin mendorong fenomena ini antara lain:

  • Ketidaktahuan tentang kondisi kesehatan yang sebenarnya.
  • Minimnya pemahaman tentang proses diagnosis yang akurat.
  • Dukungan sosial dan popularitas tren self-diagnoses di media sosial.
  • Dampak Negatif Self-Diagnoses

Apa dampak negatif dari Self-Diagnoses?

Meskipun self-diagnoses mungkin dilakukan dengan niat yang baik, praktik ini dapat memiliki konsekuensi negatif bagi remaja. Beberapa dampak yang mungkin terjadi meliputi:

  • Menunda pencarian bantuan profesional: Remaja mungkin menganggap bahwa mereka telah menemukan jawaban atas masalah mereka sendiri, sehingga menghambat mereka untuk mencari bantuan dari ahli kesehatan yang sebenarnya dapat memberikan diagnosis dan perawatan yang tepat.
  • Kesalahan diagnosis dan penanganan yang tidak tepat: Keterbatasan pengetahuan dan pengalaman remaja dalam mendiagnosis dapat menyebabkan kesalahan dalam penentuan kondisi sebenarnya.

Hal yang mengkhawatirkan adalah ketika setelah melakukan self-diagnoses, remaja kemudian dapat menggunakan hasil "diagnosis" mereka sebagai tameng untuk kemalasan. Mereka mungkin menggunakan kondisi yang mereka percayai sebagai alasan untuk menghindari tanggung jawab atau tugas-tugas yang sulit atau membutuhkan usaha ekstra. Mereka mungkin menganggap bahwa mereka memiliki alasan yang valid untuk tidak melakukan tugas-tugas tersebut karena mereka mengklaim mengalami gejala kondisi kesehatan tertentu. Hal ini dapat menjadi pola perilaku yang merugikan karena remaja dapat mengabaikan tanggung jawab mereka, seperti tugas sekolah atau kewajiban keluarga, dengan alasan bahwa mereka sedang menghadapi masalah kesehatan mental. Mereka mungkin juga menunda pencarian bantuan profesional karena merasa bahwa mereka telah menemukan jawaban melalui self-diagnoses mereka sendiri.

Penting untuk diingat bahwa self-diagnoses tidak menggantikan proses diagnosis yang akurat dan bantuan profesional yang memadai. Jika remaja mengalami masalah kesehatan mental, penting bagi mereka untuk mencari dukungan dan bantuan dari ahli kesehatan yang berkompeten untuk mendapatkan penanganan yang tepat.

Kemajuan zaman tidak selalu membawa kebaikan. Penggunaan teknologi juga perlu diiringi dengan hal-hal dasar untuk tameng dapat memfilter pengaruh negatif yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, jika memang kalian merasa ada sesuatu yang salah dengan mental kali, jangan sekali-kali melakukan Self-Diagnoses. Segera carilah penanganan terbaik untuk kesembuhan mental diri. Perlu diingat bahwa kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan jasmani, kesehatan mental yang baik akan menumbuhkan pikiran positif sehingga tubuh dapat menjalankan fungsinya dengan baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun