Mohon tunggu...
Agung Soni
Agung Soni Mohon Tunggu... wiraswasta -

Bismillah...Alhamdulillah Wa syukurillah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Karena Enak, Sambal Pecel Buatan Bu Dwi Mimi Terbang ke Hongkong

12 Juli 2015   01:17 Diperbarui: 12 Juli 2015   01:17 4815
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai penggemar berat sambal pecel, saya menyukai sambal pecel yang alami, artinya buatan langsung tangan manusia. Lebih sehat, tidak menggunakan pengawet, MSG dan zat kimia lainnya yang berbahaya. Setidaknya inilah yang saya dapat dari produk sambal pecel buatan Bu Dwi Mimi. Beliau adalah saudara istri saya yang tinggal di Desa Pule, Kecamatan Jatisrono Wonogiri Solo.

Produk buatan tangan atau hasil industri rumah tangga sendiri milik Bu Dwi Mimi yang bernama asli Dwi Mulatmi ini saking enaknya sudah sampai terbang ke Hongkong. Tak dipungkiri penggemar lokalnya juga sudah banyak. Ada dari Jakarta, Bogor, Semarang, Boyolali, hingga Balikpapan sudah mengenal baik sambel pecel khas buatan tangan Bu Dwi Mimi.

Kisah perjalanan unik usaha Bu Dwi Mimi ini sangat menarik.

Bagaimana awalnya Bu Dwi Mimi memulai usaha ini ?

Suatu saat saya membeli sambel pecel di tukang sayur. Rasanya aneh dan sama sekali tidak enak. Tiba-tiba terlintas pikiran, mengapa saya tidak mencoba buat sambel pecel sendiri? Saya mulai mengumpulkan bahan sambel. Agak repot karena saya harus membeli bahan sambel per satuan masing-masing bahan. Tidak ada yang jual sekali jadi. Tinggal uleg.

Beberapa bulan kemudian datang adik saya dari Jakarta membawa plastik kemasan juga gilingan kacang. Dia menodong agar saya mau membuatkannya sambal pecel. Kata adik saya, enak. Kenapa tidak coba dijual saja ke warung? Saya pun mulai mencoba menjualnya ke warung.

Pasti biasanya pengalaman pertama mengecewakan, lantas ?

Sedih. Setelah saya buat dan saya edarkan di warung-warung ternyata sepi peminat karena harga jual dari saya dirasa agak mahal ( di pasar, 2 ribu dapat 1 ons lebih ) sementara saya 70 gram harga 3 ribu ( # disitu sy merasa sedih hehe...). Karena kecewa, saya tarik semua sambal pecel itu. Dan saya mulai pasang iklan di fb, bbm, juga google+. Responnya positif. Order dari kawan-kawan mulai berdatangan. Dari Jakarta dan beberapa.kota sampai akhirnya BMI di Hongkong ada yang meminta sambal pecel saya.

Berapa Modal Awal Bu Dwi Mimi ?

Uang Rp.40.000,- untuk beli bahan sambal pertama kali, seperti cabai, kacang, dan lainnya. Peralatan pengolahan sambal Rp.500.000,- seperti penggilingan, dan lainnya. Benar-benar sangat kecil. Semua serba nekat awalnya. Kalau ada yang pesan dan bayar baru saya buatkan dan segera saya kirimkan. Niat saya, selain ingin membantu ibu-ibu rumah tangga juga asistennya rumah tangga bisa mendapatkan sambal pecel higienis, murah dan sehat, dengan mudah juga saya ingin meningkatkan ekonomi keluarga, Pak. Cita-cita kalau dikabulkan, ingin umroh bersama suami.

Bagaimana Produksi Sambal Kacang dilakukan?

Setiap ada order, saya kerjakan bersama suami. Semua bahan saya giling sendiri, disangrai ( digoreng tanpa minyak) dan bumbu-bumbu sambal tidak memakai bahan pengawet, tidak juga pakai MSG (penyedap) dan zat kimia lainnya yang berbahaya. Semua alami dan sehat. Begitu sudah jadi, langsung saya kemas. Ada yang perkilogram dan ada yang dibungkus dalam kemasan kecil praktis langsung dihidangkan.setelah diberi air matang. Untuk.bungkusan kecil, per.bungkus Rp.3.500 dan perkilogramnya Rp.55.000,-.

Variannya juga dibuat 4 varian rasa :
  • manis = untuk sate/somay
  • sedang = untuk pecel, sate, somay
  • pedas = untuk pecel
  • extra pedas = untuk pecel.

Berapa Omzet per bulan, Bu Dwi Mimi ?

Untuk Omzet cukup untuk tabungan, Pak. Yang pasti angka berkisar hingga 2 jutaan. Itu sudah cukup besar dari modal yang sedikit, BEP nya hanya dalam beberapa minggu sudah langsung balik. Cukup lumayan untuk ibu rumah tangga seperti saya. Tidak pakai modal besar, cepat balik modal dan tiap bulan sudah bisa menikmati hasilnya, sebagian bisa ditabung.

====%%%=====

Rasanya saya ikut bangga dan salut pada usaha juga kerja keras seorang wanita seperti Bu Dwi Mimi ini. Juga pada Pak Riyanto, suami beliau. Karena keduanya bertekad bahu membahu tingkatkan ekonomi keluarga dengan kerja memanfaatkan hasil pangan desa dan memanfaatkan kemajuan sosmed dan jaringan.

Inilah bukti bahwa orang desa yang selama ini dianggap pola pikirnya kurang maju, ternyata bisa juga berusaha dalam 3 dimensi yang menyatu. Dimensi pangan, dimensi jaringan sosial dan dimensi ekonomi mikro. Kalau bahasa kerennya, ekonomi kreatif ala orang desa yang berpikiran maju.

Walaupun masih baru, 6 bulan berjalan, usaha Bu Dwi Mimi ini patut kita acungi jempol. Ruh kemandiriannya, tekad baja dan berani berpromosi tanpa malu adalah teladan sosial ekonomi yang layak ditiru oleh ibu rumah tangga yang lain. 

Salam Kompasiana

Foto by Dwi Mimi 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun