Di sebuah negeri hiduplah seorang bijak yang hidupnya memang terkenal didedikasikan untuk membantu penyelesaian semua permasalahan yang dihadapi penduduk negeri itu sehari-hari. Mulai dari perkara sepele hingga perkara besar.
Suatu malam, seorang tamu datang ke rumahnya. Tamu itu bercerita tentang kehidupan sebuah keluarga yang malang. Dalam dialognya, sang tamu mengadu. "Ada sebuah keluarga dengan delapan anak sudah berhari-hari kelaparan".
Terkejut mendengar ceritanya, lelaki bijak ini bertanya dengan antusias," Benarkah ? Siapa mereka dan dimana mereka tinggal ?"
"Mereka hidup di desa yang lokasinya 12 mil dari sini. Sudah lama mereka serba kekurangan. Dan belakangan hari-hari ini adalah puncak kemiskinan mereka. Tidak sesenpun uang mereka miliki. Secuil beras pun mereka tak ada untuk ditanak". Sang tamu terus bercerita sembari mengusap air matanya yang jatuh meleleh. Hingga akhirnya lelaki bijak ini segera bangkit berdiri mengambil perbekalan yang cukup dari dalam rumahnya , sambil membawa 1 karung beras untuk diberikan kepada keluarga itu.
Sesampainya di lokasi yang ditunjukkan kepadanya, lelaki bijak ini bertambah gusar dan galau. Bagaimana tidak, ternyata didapatinya kondisi rumah yang tidak layak huni dengan seorang ibu lemah yang hidup bersama delapan bocah yang sedang lapar. Â Yang menakjubkan ternyata walau mereka lapar dan miskin, kedelapan bocah tersebut tidak ada yang rewel dan menangis kelaparan, dan sang ibu lemah tampak tegar dan berusaha menyembunyikan penderitaannya saat bertemu lelaki bijak tersebut.
Segera diberikan 1 karung beras juga perbekalan berisi nasi dan lauk pauknya yang dibawa kepada ibu itu. "Terima kasih orang asing. Sungguh engkau berhati mulia", kata sang ibu.
Sang ibu pun membagi nasi serta lauk pauknya menjadi 2 bagian. Begitu juga beras 1 karung yang diterima , separuhnya ia tempatkan dalam wadah baskom besar. Dan sang ibu bergegas lari membawa beras dalam baskom juga nasi lauk pauk dari setengah bagian yang ia terima. Tak lama kemudian , sang ibu datang dengan tangan sudah kosong.
Dengan rasa keheranan, lelaki bijak itu bertanya, "Mohon maaf ya bu. boleh saya bertanya. Kemana ibu barusan pergi dengan setengah makanan dan beras yang kuberikan ?". Ibu itu menjawab," Oh..maaf sudah meninggalkan dirimu bersama anak-anakku. Barusan saya pergi ke rumah tetangga sebelah kananku."
"Aku kasihan pada mereka. Sudah 1 hari mereka tidak makan. Karenanya kuberikan makanan dan beras tadi.". Orang bijak itu melongo dan takjub.
"Bukankah engkau lebih layak mendapatkan semua ini daripada mereka?. Mereka baru sehari kelaparan, dan engkau bersama delapan anakmu sudah berhari-hari tidak makan. Bahkan mereka saat kenyangpun tidak perduli kepada anak-anak ibu," tanya bapak bijak ini.
"Benar Pak. Tapi keluargaku masih bisa bertahan hidup sedangkan mereka pasti lebih lapar dari kami. Paling tidak mereka sama berhaknya mendapatkan makanan yang kau berikan". Lelaki bijak itu hanya terdiam. Hatinya berkecamuk dengan berbagai perasaan. Ia tidak heran kalau sang ibu membagi makanannya dengan tetangga itu.  Sebab ia tahu , orang hidup dalam kemiskinan biasanya berhati pemurah. Tapi yang mengherankannya adalah sang ibu adalah orang yang sedang menderita, biasanya orang hidup dalam kesusahan ia begitu terfokus  pada diri sendiri, sehingga tidak punya waktu untuk memikirkan orang lain.