Mohon tunggu...
Agung Soni
Agung Soni Mohon Tunggu... wiraswasta -

Bismillah...Alhamdulillah Wa syukurillah

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Banjir, Paradigma Musibah Selama 6 Tahun

18 Januari 2014   11:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:43 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila ada berita musibah banjir melanda bumi Indonesia ini, maka saya pribadi akan langsung bisa merasakan pedih dan menderitanya bila menjadi korban. Mungkin banyak orang akan tidak percaya kalau banjir memang menjadi langganan tempat saya bekerja dan sekaligus menjadi tempat tinggal kami di Denpasar selama 6 Tahun. Sejak Tahun 2006 , banjir sudah mulai masuk ke dalam bengkel dan menjadi tontonan para pengemudi kendaraan yang lewat di jalan raya. Bukan saja tertawa melihat bengkel kami terendam banjir, mereka terkadang melajukan kendaraan dengan cepat agar ombak banjir bisa masuk ke dalam bengkel sambil tertawa terbahak-bahak. Saya cuma bisa woles saja deh. Itu hak mereka untuk tertawa dan bahagia melihat kami bergulat dengan banjir.

[caption id="attachment_316597" align="aligncenter" width="610" caption="Bengkel Sebelum Sesudah Banjir ( Dokumen Pribadi )"][/caption]

Dengan kedalaman banjir hingga 1 meter dan di dalam rumah mencapai 1,5 meter kami terus hadapi selama 6 tahun. Bila waktu sudah memasuki awal November , maka kami pun segera bersiap-siap menghadapi musibah itu. Bukan takut atau khawatir, tapi kami mulai menjadikan semua peralatan rumah tangga menjadi lebih tinggi dari sebelumnya. Kursi tamu (sofa) kami angkat dan kotak krat bekas minuman soda menjadi kaki-kakinya sofa. Rak Televisi kami las dengan tambahan pipa besi hampir 40 centimeter. Ranjang kami tambahkan pipa besi hingga 50 cm. Semua peralatan dapur kami masukkan ke dalam lemari dapur yang kami tinggikan juga. Dan tempat gas LPG pun juga dibuat lebih tinggi. Ini kami lakukan selama 6 tahun !

[caption id="attachment_316598" align="aligncenter" width="488" caption="fb/Agung Soni"][/caption]

Dan memasuki bulan Januari kami pun harus berterimakasih kepada banjir yang sudah menjadikan tempat bekerja kami menjadi " kolam renang alami " yang gratis tanpa harus menggali tanah.

[caption id="attachment_316600" align="aligncenter" width="520" caption="FB/Agung Soni"]

13900182582081401704
13900182582081401704
[/caption]

Perih memang ...

Dan puncaknya yang membuat hati saya semakin sedih adalah ketika istri saya melahirkan anak ketiga kami di tahun 2009 dan kami memiliki bayi mungil yang masih rentan dengan penyakit. Kami terkadang ingin menangis melihat kenyataan yang terjadi. Tetapi kembali kepada realita yang ada, istri dan saya sepakat untuk tidak menangisi musibah dengan bersikap lemah dan lembek. Kami mencoba tegar dan sabar. Anak-anak kami yang memberi ilham sabar kepada kami.

[caption id="attachment_316599" align="aligncenter" width="525" caption="FB/Agung Soni"]

1390018089128252119
1390018089128252119
[/caption]

Bukan hanya penderitaan keluarga yang kami sikapi dengan positip thinking dan tetap sabar, tapi bengkel yang juga menjadi tempat mata pencaharian kami harus mengalami kerugian material tidak sedikit. Dengan kehadiran banjir, kami harus menutup bengkel selama 3 sampai 5 hari untuk menunggu keringnya bengkel. Tidak perlu ditanyakan berapa omzet bengkel yang hilang selama 3-5 hari kami tutup. Cukup membuat kami harus tetap tertawa dalam tangisan. Belum lagi memikirkan bagaimana karyawan-karyawan kami yang beristirahat selama banjir melanda. Memikirkan cost yang harus kami bayar saat banjir saja sudah membuat penat pikiran, belum lagi biaya -biaya lain yang tetap timbul walaupun bengkel tutup. Cukup sudah , Tuhan membuat kami harus tetap tegar di atas pahitnya kenyataan.

Dan akhirnya di tahun 2009,  saya mencoba menulis surat elektronik kepada Pemerintah Kota Denpasar.

Memang rasanya aneh saat kita mencoba mencari penyebab banjir di Kota Denpasar selama 6 tahun berturut-turut yang penulis alami. Tidak lain karena lambatnya pemerintah merespon laju pertumbuhan Kota Denpasar.

Sementara penduduk dan pemukiman sudah semakin padat, fasilitas umum yang memadai untuk bisa menekan dan mencegah datangnya banjir sangat lambat. Di tengah kota Denpasar ini, kami tidak melihat adanya fasilitas drainase seperti gorong-gorong, kali kecil ataupun saluran got yang menjadi tempat jalannya air buangan dari rumah - rumah atau ruko yang berada di pinggir jalan raya Jalan Tukad Batanghari dan Tukad Barito. Padahal pemukiman penduduk sudah demikian padatnya.

Untuk informasi, kedua ruas jalan tempat kami tinggal adalah ruas jalan yang terkenal di Kota Denpasar sebagai pusat penjualan mobil-mobil bekas. Dan bengkel kami, begitu banyak diminati para penggemar mobil bekas di seputaran Renon dan sekitar Denpasar.

Surat elektronik pun kami layangkan kepada Pemerintah Kota.  Begini isinya :

[caption id="attachment_316602" align="aligncenter" width="557" caption="Arsip Keluhan Banjir Saya Pada PemKot Denpasar (dari situs DPU Kota Denpasar)"]

1390018392264713686
1390018392264713686
[/caption]

Denpasar, 02 Februari 2009

Email ini kami kirimkan untuk saran dan kritik pada Pemerintah Kota Denpasar. Pada tanggal 11 & 12 Januari 2009 hujan deras merata di kota Denpasar. Dan sudah bisa ditebak, seperti tahun-tahun lalu, di ruas jalan Tukad Batanghari air pun menggenang. Bahkan masuk ke pemukiman hingga mencapai 1 meter.

Adapun yang ingin kami sampaikan adalah :

1. Mohon perhatian kepada Pemkot Denpasar untuk dapat membangun saluran air ( sistem drainase) di seputar jalan Tukad Batanghari. Karena tidak adanya got atau gorong-gorong air, maka air di seputar sawah naik ke jalan bahkan ke rumah pemukiman penduduk.

2. Adanya pembangunan ruko/rumah yang semakin padat dan tidak adanya sistem drainase yang memadai membuat Jln.Tukad Batanghari harus menjadi langganan banjir setiap tahun... apalagi di depan Bengkel "Ariesta Motor" ( hari ini saja tgl 02 Februari 2009 hujan semalam tidak begitu deras, tapi karena bengkel Ariesta Motor tanahnya sama dengan jalan, ya banjir lagi....)

Mohon perhatian yang amat sangat serius karena Jalan Tukad Batanghari adalah ruas jalan yang banyak dilewati pemakai jalan. Ya Tuhan sampai kapan kami harus menderita karena banjir ??....... Terima kasih atas perhatiannya dan tolong dengarkan jeritan rakyat kecil ini yang harus menderita kerugian materill maupun non materiil setiap tahunnya. Salam sejahtera

[caption id="attachment_316603" align="aligncenter" width="494" caption="Tanggapan DPU Kota Denpasar"]

1390018483103789865
1390018483103789865
[/caption] ( Check di web DPU Kota Denpasar)

Gayung pun bersambut. Jawaban dari Pemerintah Kota Denpasar cepat dikirimkan kepada kami. Rasanya seperti mimpi. Mengingat begitu santer sering kita dengar kalau birokrasi Pemda sangat lah rumit dan susah untuk ditembus.

Tanggapan :

- Dalam Tahun Anggaran 2009 kami telah membuat DED( Detail Enggering Desain ) untuk lingkungan Jl. Tk Yeah Aya, Jl. Tk. Badung , Jl. Tk. Batang Hari dan Kantong Banjir pada Gang I Jl. Tk Pakerisan - Selanjutnya Tahun 2010 di programkan penanganan Fisik Pembangunannya Kami tetap menangani secra skala perioritas dan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah - Makanya selalu kita upayakan operasional pemeliharaan ( Penggelontoran ) Demikian terima kasih , perhatiannya terhadap masalah lingkungan

Hati kami bersorak gembira begitu jawaban diberikan. Tapi walaupun senang ada rasa susah juga masih menggelayuti perasaan. Ini baru tahun 2009, dan baru 2010 akan diadakan pembangunan fasilitas drainase. Dan kenyataan yang terjadi adalah proyek tersebut sempat molor selama 2 tahun, karena pembangunan drainase di wilayah kami baru benar-benar dilaksanakan adalah di tahun 2012. Alhasil , banjir pun masih menjadi langganan kami. Dan di tahun 2012 yang lalu, barulah kami benar-benar sudah bebas menjadi korban banjir. Disinilah pembelajaran banjir yang begitu besar kami harus hadapi dan terima. Banjir adalah musibah yang menjadi faktor kesalahan manusia sepenuhnya. Adanya banjir menghadang adalah karena faktor manusia yang tidak mau memperhatikan lingkungannya. Pemukiman padat, lingkungan kurang sedap dipandang dengan sampah busuk menumpuk dan juga pembabatan liar pohon adalah faktor - faktor terjadinya banjir. Juga tak dipungkiri adalah penataan pemukiman perkotaan yang kurang mendapat perhatian adalah faktor banjir besar yang terus harus dihadapi pemerintah di mana saja. Adapun yang bisa kita lakukan sebagai warga adalah mempertebal faktor kesabaran dan penajaman intuisi untuk bisa menanggulangi banjir di lingkungan kita. Sabar bukan diam. Sabar adalah gerakan santun mencari solusi dan melakukan aksi untuk menyelesaikan masalah banjir. Tidak perlu turun ke jalan apalagi ugal-ugalan memprotes pemerintah. Melakukan kesabaran adalah mencari solusi dan aksi. Memberi informasi kepada Pemerintah dan berusaha meminta solusi dari mereka sebagai pejabat berwenang adalah bentuk sabar. Kalaupun memang kita tidak bisa menerima kesabaran itu sebagai solusi dan menemui jalan buntu tanpa ada solusi pasti dari mereka maka tidak akan ada alternatif  jalan keluar selain mencari daerah lain yang lebih aman dan tinggi. Terimakasih atas banjir yang datang selama 6 tahun. Setelah banjir menghilang, percaya tidak, bengkel kami menjadi penuh dan ramai pengunjung karena banyak mobil yang datang  juga karena mobil mereka menjadi korban banjir. Waah, jadi senang khan ?! hehehe.... Jadi tidak selamanya banjir adalah musibah. Mari kita mengubah cara berpikir kita dengan mencari jalan bagaimana mengubah banjir menjadi indah. Dan musibah menjadi berkah. Mohon dimaafkan apabila opini saya salah. Input dan koreksi dari teman adalah anugerah buat saya. Salam Denpasar, 18 Januari 2014

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun