Mohon tunggu...
Agung Soni
Agung Soni Mohon Tunggu... wiraswasta -

Bismillah...Alhamdulillah Wa syukurillah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

1 Jam Bersama Tjiptadinata Effendi dan Roselina

1 Maret 2014   23:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:20 851
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Menulis di Kompasiana membuat saya bahagia. Motivasi, kisah hikmah dan beberapa berita Australia yang bisa dijadikan pelajaran , yang saya tulis. Kata anak-anak, jangan ikut-ikutan yang politik, Pah. Sudah tua.  Beda kalau mas Agung masih muda. ", Opa Tjip menghangatkan suasana.

Opa Tjip bertutur kalau dulu masa mudanya juga mengalami kehidupan pahit. Pernah menjadi kernet angkot, supir, pemetik kelapa dan semua pekerjaan susah pernah dilakoni beliau. " Ada yang sempat protes pada saya, Kalau nulis jangan pamer jalan-jalan , Pak. He he he.. padahal saya tidak bermaksud pamer , Mas. Maka sudah saya kurangi porsinya. Hobi saya padahal memang jalan-jalan dan kuliner. Tapi ya sudahlah, orang tidak pernah tahu kalau hidup saya bukan langsung menanjak tapi juga dari bawah.", kata Opa lagi.

Tidak mau kehilangan moment istimewa seperti ini, saya langsung meminta resepsionis agar mau mengambil gambar kami bertiga. Duh, jarang-jarang bisa berfoto bersama Opa dan Oma Tjiptadinata yang menjadi sumber inspirasi banyak kompasianer.

[caption id="attachment_325391" align="aligncenter" width="451" caption="Bersama Opa Tjiptadinata dan Oma Rosalina ( dok.pribadi )"]

13936651722121635347
13936651722121635347
[/caption]

" Mas Agung, tahu dari mana kalau saya menginap di hotel ini ?", tanya Opa Tjip lagi. "Dari komen Opa waktu menjawab komen mba Fey Down yang menanyakan Opa", jawab saya.

" Wah kalau mas Agung senang nulis "politik" ya, ", kata Opa Tjip. "Oh Opa, yang terakhir kemarin saya menulis Ibu Ani Yudhoyono agar memperhatikan anak panti asuhan Samuel di Bekasi itu. Mosok ibu negara tidak ada care nya sama sekali sama nasib anak kecil sengsara begitu," jawab saya.

"Sekedar nya saja kok Opa. Nasib mereka parah sekali di Panti itu," kata saya lagi.

"Mas Agung lahir dimana?", tanya Opa Tjip lagi.

" Saya dulu lahir di Jakarta , Opa. Besar di Jayapura, SMA di Semarang, setelah nikah di Denpasar. Makanya saya bisa merasakan kita harus hidup dengan wawasan luas. Kalau masih mengkotak-kotakan ras keturunan sepertinya tidak layak. Dulu saya menulis tentang jasa orang Tionghoa untuk bangsa Indonesia di Kompasiana.", ujarku.

" Iya , saya heran , ini kok ada anak muda berpeci haji tapi wawasan luas dan menghargai orang lain", kata Opa Tjip.

"Padahal itu khan tergantung orangnya ya Mas Agung. Tidak semua orang China itu jelek. Ada yang baik dan sopan. Dan sama seperti orang Jawa , Bali, Batak, Papua, semuanya bukan karena rasnya. Tapi tergantung orangnya. ", Oma Lina menimpali.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun