Ah, perih rasanya dada ini. Ke manakah Merah Putihku di dada mereka?
Aku seperti melihat suramnya Indonesiaku di Legian ini. Ada yang sedang mabuk tertawa menyambut kemenangan semu yang sudah ia raih dengan sebotol anggur di dada. Ada yang sedang asyik menari menghentak mengikuti irama. Ada juga yang perutnya lapar dan hidup compang-camping. Mereka menjadi penonton yang sedang mabuk.
Air mata mengalir. Aku sudah kehilangan merah putihku di Legian. Kehalusan budi, kesopanan timur, kecantikan alami, kejernihan pikir dan hati seolah dibumihanguskan di sini. Meraja emosi dan ambisi mengemuka di sini. Semua ingin menang. Semua ingin senang. Dan tak mau melihat yang kalah dan lapar.
Remang-remang dan hingar-bingar musik serta hilir mudik mereka berpakaian seronok membutakan mata hatiku. Aku sudah lupa warna benderaku. Aku sudah lupa kelima warna Indonesiaku. Aku sudah lupa ketuhananku, kemanusiaanku, persatuanku, kemajemukanku dan keadilanku. Buas dan lapar, menikung sesama dan membunuh karakter lugu manusia. Itulah yang kudapat di sana.
Kemana Merah Putih di Legian Kuta? Apakah sudah hilang terkikis dengan kehadiran manusia pembawa visa? Manusia predator yang siap menerkam budayaku? Manusia canggih yang menelan peradabanku?
Ke mana merah putihku? Biar malam saja yang menjawab dengan kelabu.
Note: Ini Ungkapan Kesedihan karena aku tidak melihat "Indonesia" di Legian Kuta lagi. Mohon maaf bila tidak berkenan tidak perlu marah dan berkomen menentang. Indonesia kaya raya akan budaya dan adat yang sopan, ramah, bersih dan memegang adat ketimuran kini tidak ada di Legian. Maaf, jika engkau menganggapku berlebihan, silakan. Karena setiap orang berhak menulis apa yang ia rasakan. Dan inilah perasaanku di sana, di tanah airku sendiri, Tanah Legian.
[caption id="attachment_335642" align="aligncenter" width="536" caption="www.microscopasia.com"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H