[caption id="attachment_339060" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi Kompasiana / (KEV)"][/caption]
Masih segar dalam ingatan penulis di pertengahan Bulan Februari 2014, artikel dari "penulis UGM" membuat gonjang-ganjing dunia pendidikan dan media nasional dengan terkuaknya skandal plagiarisme Anggito Abimanyu yang berbuntut mundurnya beliau sebagai dosen UGM ( Kompas, 18/02/2014).
Mungkin dalam kasus plagiarisme selalu memunculkan banyak cerita di belakangnya (behind the story) yang pahit dan membuat banyak pihak terkejut. Kompas dalam terbitannya yang mewartakan mundurnya Anggito Abimanyu sebagai dosen UGM ini ternyata tidak menulis Kompasiana sebagai sumber berita dari kasus plagiarisme ini. Kalau "tidak tahu" atau "malu" dalam penulisan sumber berita Kompas tentu saja membuat banyak orang menjadi heran. Aneh lah kalau Kompas sampai tidak mengenal Kompasiana anaknya sendiri yang menjelaskan asal-muasal kasus tersebut. Karena Jawa Pos saja mengenali sumber berita itu berasal dari Kompasiana. ( Ulasannya yang lengkap dibahas oleh Pak Daniel H.T dalam artikel "Kompas tidak menghargai Kompasiana") kasarannya "Bapak sudah tidak kenal dengan anaknya". Â Terlalu... kata Bang Haji.
Dan masih banyak cerita yang terjadi ditulis oleh warga Indonesia dalam blog jurnalisme warga bernama Kompasiana yang juga membuat heboh banyak kalangan. Dan kembali dirilis oleh media-media besar tanpa mau menyebutkan sumbernya berasal dari Kompasiana sebagai media yang pertama kali mewartakannya.
Pahitnya, ini terjadi pada saya. Dan kepahitan ini menuai banyak pemikiran mengendap dalam kepala yang menggugah batin dan mata hati saya. Karena inilah dunia jurnalisme dan dunia bisnis yang menyatu dengan lengkap dan beradu di depan mata saya. Saling menabrak dan menjadi tidak jelas saat pemikiran-pemikiran kita sebagai warga yang dituangkan dalam tulisan dengan memeras otak, memeras keringat karena harus mencari referensi-referensi pendukung yang kredibel dan tiba-tiba saja BLLAAAR dimentahkan oleh media lain yang dengan entengnya menyebut orang lain dan forum lain sebagai sumber. Dan sebagai penulis pertama kita tidak dianggap , dan parahnya lagi, KOMPASIANA bukanlah sumber berita yang "mungkin" belum layak ditulis media-media besar itu.
Begini saja, kalau saya akan beberkan kronologisnya dari yang saya alami.
Tanggal 18 Mei 2014, saya menulis artikel "Indomaret sedia biskuit Jepang Mengandung Lemak Babi" dan sudah dibaca 2031 orang, dishare FB 573, ditweeps 59 kali, dan google plus 5 sharing. Tentu saja berita ini mengejutkan banyak orang hingga media besar seperti Okezone.com meliputnya dan menjadikan sumber berita saya ini dalam beberapa artikel.
Menyesakkan buat saya pribadi karena dalam artikel Okezone.com seolah tidak mau menulis Kompasiana sebagai sumber berita. Jangan menyebut saya kegedean rumangsa (Ge-ER) karena jelas sekali Okezone.com memasang isi artikel saya dalam beberapa kutipan dengan jelas. Dan kembali lagi okezone hanya menyebut saya sebagai " SEBUAH AKUN" dan KOMPASIANA ditulis sebagai "Salah Satu FORUM INTERNET". (Artikel terbit tanggal 22 Mei 2014 di Okezone.com dan ini link nya.)
Inilah pertama kali kejanggalan yang saya temukan sebagai "malu-malu" kucingnya Okezone.com.
Belum tuntas rasa kekesalan yang sudah tidak saya anggap lagi sebagai hal penting, muncul lah artikel yang dipublish di Tempo.com dan mengundang rasa gatal di kepala saya yang sebenarnya tidak pernah gatal, karena saya rajin shampoo dan mandi bersih 3 kali sehari (hehehe.. maaf jaka sembung).
Tempo.co menulis dengan judul "Selain Cadbury, Waspadai Biskuit Haram" yang dipublish tanggal 28 Mei 2014 kemarin. Lagi-lagi hal pahit terjadi lagi dilakukan Tempo. Benar-benar buikiin saya garuk-garuk kepala. Karena media sekelas Tempo yang kredible dan dijadikan acuan banyak pihak malah menjadikan obrolan para "Kaskuser" sebagai sumber tulisan ! Asli bener-bener membuat terkejut. Karena dari awal sampai akhir, hampir 90% isi berita mengutip obrolan kaskuser dan sisanya adalah isi artikel saya.