Yuli, Ketika Tulang Rusuk Menjadi Tulang Punggung
Yuli Astutik namanya, wanita tangguh yang lahir dan dibesarkan di Desa Kedungleper ini.
Yuli Astutik perempuan tangguh yang lahir di Desa Kedungleper, terletak tidak jauh dari ramainya Pasar Bangsri. Desa yang masih memiliki berbagai macam kekhasan ala pedesaan membuat kenyamanan tersendiri bagi masyarakatnya. Dari sinilah banyak cerita yang tentunya akan menjadi rindu. Â Ibu yang sekaligus berperan sebagai bapak untuk anak-anaknya berprofesi sebagai karyawan pabrik. Walaupun hanya pegawai pabrik Ia tidak patah semangat dalam menjalankan hidup sebagai orang tua tunggal.
Beliau merupakan anak semata wayang dari pasangan Sutarmanto dan Sugiati yang lahir pada tanggal 10 Desember 1981. Walaupun terlahir dari anak seorang petani tidak membuat dia rendah diri. Perempuan satu ini adalah sosok wanita yang kuat dalam menjalankan kehidupan dalam mengurus anaknya dengan dua peran sekaligus.
Tutik sapaan akrabnya, wanita ini mengenyang pendidikan pertama di bangku sekolah formal yaitu TK TA Tarbiyatul Athfal 1 Kedungleper. Setelah itu Ia melanjutkan pendidikan ke SD Negeri 1 Kedungleper.
Menginjak remaja, setelah lulus Beliau melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah atau setara dengan SMP. Semasa pendidikan yang dijalankan oleh Tutik, Ia termasuk salah satu siswi yang berprestassi di sekolah. Namun, hal ini tidak bisa membuatnya untuk terus melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dikarenakan faktor ekonomi orang tua. Hal ini yang menjadikan salah satu sebab Ia harus menikah muda. Namun, hal ini tidak sesuai dengan apa yang diharapkan kebanyakan orang.
Ketidak beruntungnya dalam membina rumah tangga tidak menjadikan beliau menjadi patah semangat. Justru hal ini yang membuatnya menjadi wanita yang sangat kuat. Beliau harus menghidupi anaknya yang saat itu masih berusia lima bulan tanpa seorang suami di sampingnya. Walaupun Beliau hanya tamatan Madrasah Tsanawiyah atau setara dengan SMP tidak menyulutkan semangatnya untuk mencari pekerjaan yang baik demi menyambung hidup.
Beliau kecil sangat disayangi oleh bapak dan ibunya. Karena dia anak semata wayang maka apapun yang diinginkan selalu terpebuhi. Namun berbeda dengan masalah hati. Setelah dia lulus SMP dia langsung menikah, selang satu tahun dia dikarunai seorang putri. Namun, tuhan berkata lain. Mungkin belum jodoh yang terbaik bagi Beliau. Ia pisah dari suaminya saat putrinya masih kecil. Hal ini membuatnya harus ekstra dalan mendidik ankanya. Berperan sebagai ibu dan bapak sekaligus. Namun, hal ini tidak membuatnya berkecil hati sebagai janda yang harus menghidupi anaknya yang masih bayi.
Sejak kejadian itu Beliau harus banting tulang. Dia bekerja sebagai karyawan pabrik mebel di Jepara. Sifatnya yang pendiam, lemah lembut membuatnya menjadi wanita yang santun dan penyayang. Walaupun Beliau harus bekerja sendiri untuk menghidupi keluarga, dia tidak pernah pantang menyerah dalam hal pendidikan anaknya. Dia sangat yakin bahwa dengan keadannya yang menjadi single parents tidak membuat kecil hati bahwa dia harus bisa menyekolahkan anaknya hingga ke perguruan tinggi.
Diah Ayu Puspita putri pertamanya yang mungkin belum begitu puas dengan kasih sayang seorang ayah. Beliau harus tegar menghadapi ini semua demi kehidupan yang layak untuk anaknya.
Beliau sertiap harinya selalu bekerja di pabrik. Anaknya dititipkan kepada nenek dan kakek. Walaupun demikian, kasih sayang ibu tidak akan pernah tergantikan. Beliau selalu berpesan bahwa menjadi wanita harus juga bisa mengerjakan pekerjaan laki-laki. Karena itu ketegasan yang dimiliki mengajarkan kepada anaknya untuk tidak terlalu berlebihan ketika meminta bantuan kepada laki-laki. Hal ini sebagai salah satu hal pemikirannya bahwa menjadi seorang single parent harus memiliki tenaga ekstra.
Hari berganti hari. Semangat Beliau tidak pernah berkurang. Wanita ini selalu memprioritaskan keluarga. Tak ada kata lelah dalam dirinya. Walaupun hanya buruh pabrik cita-citanya menyekolahkan anaknya sampai ke perguruan tinggi menjadikan motivasinya untuk semangat bekerja.
Pahit manisnya kehidupan sudah dilalui selama 39 tahun. Tak kenal lelah. Selama kurang lebih 20 tahun dia harus menitipkan ankanya kepada kedua orang tuanya. Dia bekerja keras dari pagi sampai sore supaya anaknya bisa sekolah.
Buah hasil kerja kerasnya dan doa yang selalu dipanjatkan kepada Allah, Beliau berhasil menyekolahkan anaknya ke perguruan tinggi swasta yaitu Universitas Islam Nahdlatul Ulama Jepara. Suatu kebanggan tersendiri bagi seorang single parents.Â
Di tahun 2020 Beliau sedikit kehilangan semangatnya karena ditinggal untuk selama-lamanya oleh sang Bapak. Tapi ini tidak membuatnya menyerah begitu saja. Figure kakek juga dijadikan sebagai bapak bagi anaknya. Tidak berhenti sampai disitu, Beliau tetap kuat dan semangat untuk kembali mealnjutkan kehidupan seperti biasa tanpa seorang Bapak di sampingnya.
Menjadi single parents tidaklah mudah. Wanita yang kuat harus didasari dengan rasa kerja keras dan tangging jawab yang tinggi untuk menghidupi keluarga. Walaupun tidak ada suami disamping perjalanannya dalam mendidik anak, pendidikan dan kesejahteraan anak tetaplah harus diprioritaskan. Yang menjadi prinsip dalam hidup Beliau adalah pendidikan tetaplah nomor satu walaupun orang tua sebagai buruh, rezeki untuk menyekolahkan anak setinggi-tingginya tidak akan pernah tertukar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H