Mendengar itu, Tito berhenti berjalan. Ia menoleh dan memasang wajah yang amat kesal. Matanya melotot.
   "Jangan panggil aku, Tit!"
   "Eh?!" Deny sontak kaget melihat ekspresi Tito yang seperti ingin menelannya. "Kenapa? Biasanya juga kau dipanggil begitu,"
   "Mulai hari ini jangan!" tegas Tito.
   Deny jadi makin heran. Ada apa dengan temannya itu. Kening Deny yang kelam sekelas malam makin mengerut.
   "Lalu aku harus memanggilmu apa?" tanya Deny. "Eka Kurniawan? Faisal Oddang? Atau.. Seno Gumira Ajidarma?" Deny menyebut nama-nama penulis favorit Tito lalu tertawa.
   Tito bingung harus bagaimana menanggapi persoalan ini. Karena ia tahu Deny tidak tahu apa-apa mengenai masalah yang tengah mendera hatinya. Dan menurutnya Deny memang tak harus tahu jikalau panggilan namanya itu kini terdengar seperti ejekan untuknya. Tito lantas hanya memberi tatapan sinis dan berlalu.Â
                    ***
   Sejak tadi di sudut bangku perpustakaan itu, Tito tidak bisa konsentrasi membaca buku. Kata-kata ketus Tante Tiar hingga sekarang masih terus terngiang. Membuat batok kepalanya terasa kebat-kebit.
   "Mau jadi apa kamu nanti?!"
   Tito merasa pertanyaan itu sangat penting baginya sebagai seorang laki-laki yang hendak dewasa.