Mohon tunggu...
Tajullail Dasuqi M.
Tajullail Dasuqi M. Mohon Tunggu... Penulis - Selain mengaji juga menulis puisi

Tajullail Dasuqi M. lahir di Sampang 07 Maret 1992.Ia alumni Pondok Pesantren Raudhotul Ulum Arrahmaniyah (RUA)Pramian Taman Sreseh Sampang, dan melanjutkan perjalanan suluknya di Pondok Pesantren Al-Khoziny Buduran Sidoarjo. Puisi-puisinya termaktub dalam beberapa buku, di antaranya: Aquarium &Delusi (2016), Mantra (2017), Merah Marhaban (2018), Mahar Siul (2018), Bangkalan Literary Festival 2018 (2018) dan terpilih dalam buku antologi puisi Sastra Reboan #3 (2018). sampai saat ini selain mengaji ia masih menulis puisi.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Carok

28 Februari 2017   09:16 Diperbarui: 28 Februari 2017   09:21 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

I

Bukan tanah, rumah, tambak atau sapi yang ayah warisi,
ia hanya mewarisi besi putih serupa bulan sabit
yang sejak lama bergelantungan di atas pintu rumah. 

Sejak aku berumur sepuluh tahun,
Paman dengan tekunnya mengajariku
bagaimana caranya memegang hulu besi serupa bulu ayam itu
dan mengibas-ngibaskannya dengan benar. 

Paman sangat senang jika mendengar sang pewaris
menang dalam perkelahian di sekolah. 

Di usiaku yang genap duapuluh tahun
Paman membisikiku dengan lirih: 

“Ada satu nama di pundakmu yang
harus kau robek perutnya
atau kau putus urat nadi lehernya”. 

II

Kali ini aku di tunjuk menjadi lakon  
di panggung pertunjukan budaya

Terdengar suara genderang dari jantung ibu
mengiringi langkahku keluar dari belakang panggung,
tiba-tiba suasana menjadi senyap dan gelap
hanya ada sorot lampu yang menyinariku
dan kilat celurit yang menusuk-nusuk mata para penonton,
lalu kukibas-kibaskan celurit pada tanah
berharap bangkaiku kembali diterima-Nya 

Kemudian di ujung besi putih bulu ayam itu
kutanggalkan dua tanda tanya:
hidup atau mati?
terhormat atau malu?

(2017)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun