Sore ini terlihat deruh ombak menggulung ketepian pertanda harapan yang terbenam sebelum kesampaian, nun ombak pantai sekitaran Kota Sigli atau Pantai Pelangi likot WP (Water Park) sedang menyapa pengunjungnya dan baru saja siap menyapu setiap titik-titik untaian lukisan yang terukit di atas pantai.
Setiba kami dipantai, matahari sudah terbenam menyapa pegunungan, terlihat percikan air masih menyapa bebatuan, rerindangan pepohonan sedang menampung nyanyian burung-burung yang baru saja pulang bermain dan angin yang berhembus terasa menyegarkan nan sejuk membuat suasana makin terasa damai saja.
Kemudian, berjalan sendiri di antara pasir dan pantai sembari menikmati bentangan alam. Ada rasa damai saat memandang laut lepas yang luas. Air pantai sepertinya sedang bercangkrama ria menyisiri bibir pantai menandakan penuh kedamaian seperti yang saya lakukan sekarang.
Ketika berjalan dipasir pantai yang lembut itu, seperti mengulang kisah pada hampir lima tahun yang lalu layaknya kapal yang biasa-biasa saja tidak pernah jauh dari garis pantai, bersikap kukuh seperti batu karang yang tidak putus-putusnya dipukul ombak.
Mungkin ombak bisa menghapus namamu yang kuukir di pantai ini. Namun, bagaimana dengan hatiku? Saat namamu telah terukir begitu dalam dan menyatu di palungnya.Tapi, ketahuilah antara pantai dan lautan, kita punya tujuan yang sama, menanti sunset.
Ah lupakan saja, terlalu ramah saya berbahasa, mungkin saja ini cara yang Maha Kuasa mendewasakan kita. Memang kita memiliki kesukaan yang berbeda, Tapi berdoalah kepada Tuhan dan tetaplah mendayung menuju pantai.
Tersentak jiwaku oleh bait bisumu. Bagai badai mendekap pasir pantai hingga aku hanyut dalam debur perihnya, Tapi, sudahlah. Sepertinya waktu menujukan jam malam, cukup sudah suasana pantai menyuguhkan keindahan dan keagungan ciptaan yang Maha Kuasa. Semua itu menjadi nikmat yang memberikan semangat bagi kita dengan cara berbeda.
Mataharipun rasanya ingin terbenam bersembunyi dibalik pegunungan masih lumayan menggantung. Pantai pun mulai sepi, hanya beberapa orang berlalu lalang. Nun, di barat, sekelompok orang yang semenjak kami tiba sibuk merapikan pukat dari sore tadi, kini sedang mendorong perahu kecil mereka ke tepi laut.
Saya sempat berinisiatif hendak membeli hasil tangkapan mereka, minimal dua ribu gram.Tapi urung saya lakukan karena mereka ingin melabuhkan hasil tangkapannya di senja itu, jauh dari tempat kami berada.
Datang sesepi ini, sering ada kejutan-kejutan bila terlalu jauh melangkah, menjauhi lepau-lepau yang dibangun di bawah cemara menikmati indahnya awan berwarna warni di atas lautan (Aurora) menunggu pantulan bulan pada permukaan air yang terlihat seperti sebuah jalur saja.
Laut tidak gaduh. Ombak mengalun ramah, seolah-olah saling berkejaran seperti murid SD kala jam istirahat tiba. Camar sepertinya tidak beraktivitas. Atau mungkin saja kelelahan. Camar mah bebas, bisa sesuka hati, walau sejatinya binatang adalah makluk paling disiplin di dunia. Sore itu tidak seekor camar pun terbang di atas ombak. Mungkin juga mereka membiarkan ikan-ikan kecil menikmati penghujung matahari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H