Dan pada waktu itu juga keluarganya datang dari Makkah untuk 'menjemputnya' kembali. Hanya saja kegundahan Abu Bashir waktu itu bisa sedikit terobati setelah mendengar sabda Rasulullah -shallallahu 'alahi wa sallam- untuknya :
"Wahai Abu Bashir pergilah, sesungguhnya Allah akan memberikan jalan keluar dan pertolongan untuk engkau orang-orang yang lemah bersamamu."
Tekad Abu Basyir yang sudah lama ingin keluar dari kekangan kaum Quraisy sungguh kuat, bahkan meskipun dia terhalangi bergabung dengan kaum muslimin di Madinah, tetapi dia pun tak mau kembali ke Makkah dalam tekanan. Maka, pada waktu itu di tengah perjalanan kembali ke Makkah dia pun memutuskan untuk melarikan diri dan berhasil. Lalu dia pun menuju ke Madinah kembali untuk menemui Rasulullah -shallallahu 'alahi wa sallam-.
Sesampainya di Madinah, Abu Bashir pun berkata kepada Rasulullah -shallallahu 'alahi wa sallam-, "Wahai Rasulullah, Sungguh do'amu telah dikabulkan oleh Allah. Engkau telah mengembalikanku kepada mereka, kemudian Allah telah menyelamatkanku dari mereka."
Kemudian Nabi -shallallahu 'alahi wa sallam- pun bersabda, "Wahai Abu Bashir engkau adalah orang yang tangguh dan ahli perang, seandainya ada orang-orang yang menolong dan menyokongmu."
Mendengar hal itu, Abu Bashir memahami bahwa jika kaumnya kembali ke Madinah, beliau akan tetap mengembalikan Abu Bashir kepada mereka. Maka akhirnya dia pun memutuskan untuk keluar dari Madinah guna menghindari kaum Quraisy, namun tidak menjadi beban bagi kaum muslimin yang sudah mengikat perjanjian dengan mereka. Dia pun menuju ke padang pasir yang berada di antara Makkah dan Madinah, ke sebuah tempat bernama Saiful Bahr.
Di tempat yang lain, tepatnya Makkah, sebenarnya banyak orang yang bernasib seperti Abu Jandal dan Abu Bashir. Mereka adalah orang-orang yang ingin sekali ikut berhijrah bersama Rasulullah -shallallahu 'alahi wa sallam-, namun mereka tidak mampu melakukannya, karena keluarga mereka menahan mereka, bahkan ada yang diikat dengan tali berantai.
Di antara mereka adalah Salamah bin Hisyam (saudara kandung Abu Jahal), kemudian 'Ayyash bin Abi Rabi'ah (saudara se-ayah Abu Jahal) dan Al-Walid Ibnul Walid (saudara se-ayah Khalid Ibnul Walid yang saat itu belum masuk islam).
Semenjak peristiwa hijrah, mereka harus rela mendekap di tahanan rumah kaumnya sendiri. Sebab kaumnya tidak ingin mereka lari dan bergabung bersama kaum muslimin.
Namun, setelah ditekennya perjanjian tersebut maka kaum mereka pun tidak khawatir lagi terhadap para 'tahanan-nya', karena mereka tahu bahwa Nabi Muhammad -shallallahu 'alahi wa sallam- tidak akan mengingkari janji yang telah dibuat. Sehingga mereka pun melepaskan 'tahanan-tahanan rumah' tersebut.
Hanya saja, rupanya mereka salah sangka dan duga. Para sahabat mustadh'afin (golongan orang lemah) tadi, ternyata merancang strategi yang lain. Setelah tahu bahwa mereka tidak mungkin bergabung dengan ummat islam di Madinah, namun di sisi lain mereka juga merasa berat bertahan di Makkah bersama orang-orang musyrik maka mereka pun merancang strategi lain.