Mohon tunggu...
Tajna Jasmine
Tajna Jasmine Mohon Tunggu... Penulis - ini aku

disney princess

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dua Hambatan Perempuan dalam Upaya Bela Negara

24 Desember 2020   22:00 Diperbarui: 24 Desember 2020   23:01 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber foto: weheartit.com/pinterest

Bela negara merupakan kewajiban setiap orang yang merasa bertanggung jawab sebagai warga negara Indonesia. Bela negara diwujudkan oleh sikap dan bukan hanya sekadar ucapan lisan saja serta keyakinan akan Pancasila sebagai ideologi negara dan kerelaan untuk berkorban dalam mengatasi ancaman baik dari dalam maupun dari luar Negeri yang membahayakan kemerdekaan dan kedaulatan negara, kesatuan dan persatuan bangsa, keutuhan wilayah dan yurisdiksi nasional, serta nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.

Perempuan memegang peranan penting dalam kehidupan. Namun, seringkali peranan perempuan ini dilihat hanya sebatas melahirkan anak, membesarkan dan mendidik anak, dan mengurus rumah. Bahwa faktanya, banyak perempuan yang juga diharuskan bekerja keluar rumah untuk membantu perekonomian keluarga, banyak juga perempuan yang terpaksa hidup mandiri membesarkan anak-anaknya karena perilaku suaminya yang tidak bertanggung jawab. 

Apabila upaya bela negara hanya dilihat sebatas perjuangan melalui militer, berarti, hanya sedikit dari keseluruhan total warga negara Indonesia yang dapat melaksanakan kewajibannya untuk membela Negara Republik Indonesia. Hal ini bukan hanya merugikan laki-laki yang tidak dapat terjun ke dunia militer, tetapi juga, yang paling jelas dirugikan adalah perempuan.

Bukan menjadi rahasia umum bahwa jumlah perempuan dalam dunia militer lebih sedikit ketimbang laki-laki. Ternyata, bukan hanya di dunia militer, di dunia perkantoran pun, masyarakat sering melihat perempuan yang apabila menjabat sebagai pemimpin suatu divisi dianggap mudah marah, suka ngomel, atau moody-an. Pernyataan-pernyataan seperti ini lah yang seolah-olah mengkerdilkan peran-peran yang sesungguhnya dapat diemban perempuan.

Dengan segala kegigihan dan tekad yang kuat untuk terus membela tanah air, perempuan Indonesia tetap berjuang bukan hanya untuk membela tanah air tetapi juga berjuang untuk membela haknya dalam upaya bela negara. Berikut saya paparkan dua hal besar yang menjadi hambatan perempuan untuk berpartisipasi dalam upaya bela negara:

1. Budaya Patriarki

Budaya patriarki merupakan budaya yang menempatkan laki-laki sebagai tokoh utama dalam kehidupan. Budaya ini jelas merugikan perempuan yang keberadaan serta haknya dikesampingkan. Hak istimewa tersebut dapat berupa pengambilan keputusan yang didominasi laki-laki tanpa melibatkan opini perempuan karena dianggapnya laki-laki lebih berpikir berdasarkan logika sedangkan perempuan lebih memakai perasaan.

Akibat dari adanya budaya patriarki ini membuat perempuan selalu dianggap lebih rendah atas apapun yang ia lakukan ketimbang laki-laki. Penghargaan atau apresiasi terhadap segala sesuatu yang sudah dilakukan perempuan lebih kecil jumlahnya ketimbang laki-laki. Patriarki bukanlah budaya baru, dapat dilihat dari jaman kerajaan kuno yang menempatkan laki-laki sebagai raja atau pemimpin dan kebanyakan perempuan ditempatkan sebagai pembantu-pembantu raja,yang posisinya rentan dan mudah untuk dilecehkan dan kemudian budaya patriarki masih berlanjut hingga jaman modern saat ini masih banyak masyarakat yang beranggapan bahwa laki-laki selalu lebih tinggi kedudukannya ketimbang perempuan.

2. Keterbatasan Ruang Gerak Akibat Stereotip Gender

Stereotip ialah keadaan yang menilai seseorang atau sesuatu berdasarkan golongan yang dipunyainya. Dalam kaitannya dengan gender, stereotip gender merupakan keadaan yang menilai laki-laki atau perempuan sebagai dua perangkat ideal yang saling bertentangan. Dengan maksud, laki-laki yang sedari dulu dianggap sebagai “Bapak Rumah Tangga” yang bertugas mencari nafkah sudahlah hanya mencari nafkah biar perempuan sebagai “Ibu Rumah Tangga” yang mengurusi rumah, mencuci baju, dan segala kegiatan di dalam rumah.

Stereotip seperti ini yang di masa sekarang sudah jarang sekali kita temukan, karena banyaknya perempuan berkarir, bekerja diluar rumah, dan ikut membantu suami dalam memenuhi nafkah keluarga. Namun, juga tidak menutup kemungkinan bahwa masih ada masyarakat dengan pemikiran konservatif yang memegang teguh prinsip “Bapak yang bekerja, Ibu yang beberes rumah”. Jelaslah sudah perempuan yang terlahir di dalam keluarga yang masih konservatif tidak memiliki ruang gerak seluas perempuan-perempuan yang terlahir dari keluarga modern.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun