Kami dapat cukup banyak, ada sepuluh lebih mungkin, kebanyakannya lepas lagi. Ada dapat tiga kalau tidak salah, anak ikan Nila. Seneng banget pas umpan disambar itu, walaupun ikan Paray, tapi ada kebahagiaan tersendiri. Aku sama pak Ujang sampai ketawa-ketiwi, karena umpan kami disambar. Kalau mang Acep sama A Dadan, mereka cari spot lain karena di spot di tempat kami berada memang saat itu tidak ada Nila yang menyambar.
Sampai akhirnya, mang Acep mengajak pindah lokasi mancing, karena belum ada ikan yang menyambar.
Mengingat waktu masih pagi. Lokasi mancing, kali ini pindah lagi ke daerah Palasari. Sebuah tempat pemancingan di cekungan bekas penggalian pasir. Aku dan pak Ujang ikut aja ke mang Acep. Seorang angler yang sudah berpengalaman.
Aku tak tahu nama kampungnya apa, pokoknya daerah itu namanya Palasari. Sebelum dinamai desa Girimukti, pada mulanya diusulkan tiga nama yakni: Girilengsi, Girimukti, dan Palasari. Dari ketiga nama itu, nama Girimukti lah yang disepakati. Girimukti merupakan gabungan dari dua kata Giri= gunung dan Mukti= subur. Jadi desa Girimukti artinya gunung yang subur.
Desa Girimukti sendiri adalah hasil pemekaran dari dua desa, yakni Desa Cikande dan Desa Jati pada tahun 1978 (http://girimukti-saguling.desa.id/profil/).
Jalanan yang kami tempuh menuju Palasari lumayan berdebu dan gersang. Karena sebelah timur ada lokasi penambangan pasir. Tapi sebelah barat dipenuhi dengan perkebunan dan sawah.
Di dekat lokasi pemancingan pun ada kebun tomat, dan lagi panen. Sepertinya kalau beli langsung ke petani disana bisa lebih murah. Hanya saja aku tak begitu banyak membawa uang. Hasil panennya banyak, sampai ditumpuk dipeti kayu, beberapa petani menyortir tomat, beberapa lagi menata peti kayu berisi tomat.Â
Sampai di lokasi, motor di parkir di area dekat kebun tomat. Kami lalu berjalan beberapa meter ke depan. Lalu mencari spot yang masih kosong. Karena sesampainya disana, sudah banyak angler bertengger dengan khusyuk di tepian danau bentukan tersebut. Beberapa memasang payung tuk melindungi diri dari terik mentari.
Ketika sampai pada tempat yang kosong mang Acep kemudian menyiapkan kembali alat-alat pancingnya dan memasang payung untuk berteduh. Kami pun mulai memancing kembali.
Di Palasari, biasanya suka banyak ikan nilanya, walapun kecil-kecil tapi lumayan, kata mang Acep. Tapi ketika sampai sana membutuhkan waktu luamyan lama. Tak biasanya, terang mang Acep. A Dadan malah putar sani-sini mencari spot mancing karena tak kunjung dapat.
Di Palasari, kami memakai umpan lukut (lumut).Â