Mohon tunggu...
taher heringuhir
taher heringuhir Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Karyawan di TV bursa efek Indonesia, IDX Channel. www.tahersaleh.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

"Incredible Love", Kisah Anak Hiperleksia di Pasar Modal

18 Januari 2018   17:57 Diperbarui: 20 Januari 2018   14:07 2893
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alur cerita novel ini mengalir dengan baik dan enak dibaca mulai bab pertama hingga akhir. Tak banyak membuat kita akan berfikir atau sesekali kembali ke halaman-halaman awal sekadar memastikan atau mengonfirmasi teka-teki cerita sebagaimana kalau kita baca novel-novel berat macam Pramoedya atau Eka Kurniawan. 

Jalan cerita yang sederhana itu yang membuat waktu membaca novel ini tidak terlalu lama. Tentu ide cerita itu menjadi poin utama kelebihan novel dengan gaya penulisan orang ketiga ini.

Hendra cukup piawai memainkan deskripsi suasana dan sosok, memilih diksi yang amat puitis termasuk mengutip sajak Sapardi Djoko Damono. Meski kadang puitis, tapi Hendra cenderung memakai gaya bahasa keseharian, jadi tak perlu membuka kamus Bahasa Indonesia untuk mencari tahu beberapa kosa kata yang belum kita tahu. 

Yang menarik, Hendra terampil memasukkan unsur nakal dan humor dalam dialog-dialog tokoh utama sehingga pembaca kadang geli, senyum-senyum sendiri.

Namun sebuah karya mana pun tentu ada celah yang bisa dikritisi, begitu juga dengan novel ini. Sayang, novel ini tampaknya dipersiapkan kurang matang dalam editing dan terlalu cepat baik dari sisi penceritaan maupun teknis penulisan. 

Banyak salah ketik (typo), salah orang saat dialog, keterangan waktu belum jelas, dan pembaca seolah-olah bisa menebak ending cerita sejak di bab awal karena penulis terlalu cepat 'menjahit' keterkaitan antara tokoh utama, tokoh pembantu, dan antagonis sehingga kurang memberikan sensasi twist.

Hendra juga kurang mendramatisasi peristiwa, padahal ada beberapa plot yang bisa dikembangkan untuk menguras lebih dalam emosi pembaca, salah satunya di bab awal ketika ayah Abinaya meninggal.

Angle cerita pun berkembang menjadi beberapa kesimpulan: pertama, kisah Abinaya, seorang pemuda hiperleksia yang sukses di pasar modal dan dibalut dengan kisah cinta dengan Niken, sahabat kecilnya. Kedua, kisah seorang pialang saham bernama Greg, rekan Abinaya, yang berhasil menjadi seorang pialang paling ulung di Bursa Efek Indonesia dengan bantuan Abinaya.

Satu kekurangan lain khususnya soal pasar modal. Bagi pembaca yang kesehariannya berkutat di pasar modal tentu tak akan banyak mengernyitkan dahi membaca istilah-istilah di novel ini. Tapi bagi pembaca yang belum banyak mengenal dunia pasar modal pasti bingung. Apa itu go public, tugas sekuritas, broker, banteng wulung, tickersaham, auto reject atas (ARA), mekanisme perdagangan saham, dan istilah lainnya.

Meski begitu di luar kekurangan, novel ini menjadi karya yang patut diapresiasi oleh insan sastra di Indonesia, apalagi cerita ini terbilang baru dan mendorong masyarakat untuk berinvestasi sejak dini, nabung saham.  

Ceritanya pun terinspirasi dari kehidupan masa kecil Hendra Martono yang termasuk anak autis. Jadi, selain mendorong investasi saham, novel ini memberi edukasi positif betapa anak yang memiliki kemampuan berbeda itu harus dibimbing, diarahkan dengan baik sehingga mereka menemukan jati diri. Faktanya, banyak orang-orang terkenal saat kecil termasuk autis, tapi berkat arahan yang tepat dari orang tua akhirnya mereka bisa sukses.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun