Riba menurut bahasa arab adalah lebih (bertambah). Sedangkan menurut istilah syara’ adalah akad yang terjadi dengan penukaran yang tertentu, tidak diketahui sama atau tidaknya menurut aturan syara’, atau terlambat menerimanya. Riba terjadi karena permintaan tambahan sesuatu dari yang dihutangkan dan terjadinya kegiatan membungakan harta uang.
Dalam pembahasan ini, riba itu dibagi menjadi empat macam, yaitu: riba fadhl, riba qardh, riba yadh, dan riba nasi’ah. Riba fadhl adalah menukarkan barang yang sejenis namun dengan jumlah yang tidak sama atau berbeda. Riba qardh adalah utang piutang dengan syarat ada penarikan keuntungan bagi yang mempiutangi. Riba yadh yaitu kegiatan jual beli yang mengakhirkan penyerahan barang dengan kata lain bercerai berai dari tempat akad sebelum serah terima. Dan riba nasi’ah yaitu kegiatan jual beli yang pembayarannya diakhirkan tetapi dengan adanya tambahan harga. Barang-barang yang berlaku riba padanya adalah emas, perak, dan makanan yang mengenyangkan atau yang berguna untuk mengenyangkan, misalnya garam. Jual beli barang tersebut kalua sama jenisnya –seperti emas dengan emas, gandum dengan gandum- diperlukan adanya beberapa syarat, yaitu: tunai, serah terima, dan sama timbangannya. Kalua jenisnya berlainan, tetapi ilat ribanya satu –seperti emas dengan perak- boleh tidak sama timbangannya, tetapi harus tunai dan serah terima. Kalua jenis dan ilat ribanya berlainan seperti perak dengan beras, boleh dijual sebagaimana saja seperti barang-barang yang lain, berarti tidak diperlukan suatu syarat dari ketiga syarat diatas.
Riba pada dasarnya sudah dilarang sejak dahulu dan sampai kapanpun akan tetap ada. Dasar hukum yang menyatakan bahwa riba itu haram terdapat dalam Al-Qur’an maupun hadis Rasulullah SAW.
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta riba secara berlipat ganda dan takutlah kepada Allah mudah-mudahan kamu menang.” (QS. Ali-Imran: 130)
Pelarangan riba juga disebutkan dalam sebuah hadis Rasulullah SAW yang artinya “Dari Jabir r.a. : Telah melaknati (mengutuki) Rasulullah SAW akan orang yang memakan riba, orang yang berwakil padanya, penulisannya dan saksi-saksinya.” (HR. Muslim)
Nabi bersabda, "Janganlah kalian semua menukar emas dengan emas kecuali dengan yang semisalnya juga jangan menukar wariq (mata uang yang terbuat dari perak) kecuali dengan yang semisal dan sama persis jumlahnya, karena sungguh aku mengkhawatirkan kalian terjerumus dalam rima' yaitu riba!" Tetapi sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa riba nasi’ah saja yang dengan tegas diharamkan oleh teks al-Qur'ân. Karena riba ini adalah laba ganda yang bila dimakan akan terwujud praktek memakan riba berlipat-lipat seperti yang tersebut dalam ayat, sesuatu hal yang tidak terjadi pada riba al-fadll, maka tidak diharamkan. Pengharamannya pun, menurut sebagian ulama ini, tidak langsung didasarkan pada hadis itu sendiri. Tetapi didasarkan pada kaidah sadd al-dzarâ'i' (mencegah suatu perbuatan yang bisa membawa kepada yang perbuatan haram). Hal itu karena praktek riba al-fadll bisa menggiring orang untuk melakukan riba al-nasî'ah yang telah jelas haram, walau terkadang masih dapat dibolehkan dalam keadaan darurat. Adapun dari sisi ekonomi, riba merupakan cara pengumpulan harta yang membahayakan karena riba merupakan cara penimbunan harta tanpa bekerja. Sebab harta dapat diperoleh hanya dengan memperjual-belikan uang, suatu benda yang pada dasarnya diciptakan untuk alat tukar-menukar dan pemberian nilai untuk suatu barang. Agama Yahudi pun mengharamkan praktik riba ini. Hanya saja, anehnya, pengharaman itu hanya belaku di kalangan mereka sendiri. Sedangkan praktik riba dengan orang lain dibolehkan. Tujuan mereka adalah untuk menyengsarakan orang lain dan untuk memegang kendali perekonomian dunia.
Riba sangat berdampak pada ekonomi karena penyebab terjadinya krisis ekonomi adalah bunga yang dibayar sebagai peminjaman modal atau yang saat ini dikenal dengan riba. Riba dapat meretakkan hubungan antar perorangan maupun hubungan antar negara. Riba dapat menimbulkan over produksi atau kelebihan produksi. Riba membuat daya beli sebagian besar masyarakat lemah, sehingga menyebabkan persediaan jasa dan barang semakin tertimbun. Akibatnya perusahaan macet karena produksinya tidak laku di pasaran dan pada akhiurnya perusahaan akan mengurangi tenaga kerja untuk menghindari kerugian yang lebih besar lagi, pengurangan tenaga kerja akan membuat jumlah pengangguran semakin meningkat.
Menurut pandangan kebanyakan manusia, pinjaman dengan sistem bunga akan dapat membantu ekonomi masyarakat yang pada gilirannya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi rakyat. Anggapan tersebut telah menjadi keyakinan kuat hampir setiap orang, baik ekonom, pemeritah maupun praktisi. Pinjaman (kredit) dengan sistem bunga tidak akan membuat ekonomi masyarakat tumbuh secara agregat dan adil. Pandangan Al-quran (QS. Ar-Rum: 39) secara selintas sangat kontras dengan pandangan manusia kebanyakan. Manusia menyatakan bahwa pinjaman dengan sistem bunga akan meningkatkan ekonomi masyarakat, sementara menurut Allah, pinjaman dengan sistem bunga tidak membuat ekonomi tumbuh dan berkembang, karena riba secara empiris telah menimbulkan dampak buruk bagi perekonomian,
Berbicara mengenai riba pasti ada keterkaitan dengan yang namanya bunga bank, bunga bank adalah harga yang harus dibayar untuk menggunakan uang dari pemilik uang, bunga itu disebut juga pendapatan milik dari pemilik uang. Para ulama berpendapat bahwa bunga bank ini adalah haram karena berdampak buruk bagi masyarakat dan perekonomiannya, seperti menimbulkan krisis ekonomi sepanjang sejarah dan kesenjangan social.
Pada intinya, riba itu sudah jelas haram hukumnya sesuai firman Allah dalam QS. Ali Imran ayat 130, QS. Ar-Rum ayat 39, maupun hadis Nabi. Dampaknya pun sangat mempengaruhi perekonomian masyarakat, terjadinya krisis ekonomi sepanjang masa dan pengangguran yang meningkat, serta hubungan social yang terpecah belah.
DAFTAR PUSTAKA
Suhendi, Hendi. 2013. Fiqh Muamalah.Jakarta: Rajawali Pers.
Rasjid, Sulaiman. 2016. Fiqh Islam.Bandung: Sinar Baru Algensindo
Harahap, Syaribin. 1984. Bunga Uang dan Riba dalam Hukum Islam.Jakarta: Pustaka Al-Husna.
Muslehuddin, Muhammad. 1990. Sistem Perbankan dalam Islam.Jakarta: PT Rineka Cipta.
Sahrani, Sohari dkk. 2011. Fikih Muamalah.Bogor: Ghalia Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H