Gong Perhelatan Pesta Demokrasi Pemilihan Umum Tahun 2024 telah ditabuh oleh Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia pada saat Launching Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024 Hari Selasa tanggal 14 Juni 2022 yang lalu.Â
Hal ini merupakan tindak lanjut dari Rapat Kerja dan Rapat Dengar Pendapat antara Komisi II DPR RI, Pemerintah RI yang diwakili oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Komisi Pemilihan Umum RI (KPU), Badan Pengawas Pemilu RI (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu RI (DKPP) yang dilaksanakan pada Hari Senin tanggal 24 Januari 2022.Â
Poin penting yang dihasilkan pada Raker dan RDP tersebut adalah Menyepakati Hari Pemungutan Suara Pemilihan Umum Serentak (Pemilu) Tahun 2024 dilaksanakan pada Hari Rabu tanggal 14 Februari 2024 dan Hari Pemungutan Suara untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota (Pemilihan) secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan pada Hari Rabu tanggal 27 November 2024. Amanah UU nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Pasal 167 ayat 2 menyebutkan " Hari, Tanggal dan Waktu Pemungutan Suara Pemilu ditetapkan dengan keputusan KPU ".Â
KPU kemudian menindak lanjutinya dengan mengeluarkan Keputusan KPU Nomor 21 Tahun 2022 tentang Hari dan Tanggal Pemungutan Suara pada Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota Serentak Tahun 2024.
Seiring dengan berjalannya waktu ada beberapa poin permasalahan Pemilu Tahun 2024 yang harus segera diurai dan dicari solusinya, diantaranya adalah :
1. Rapat Paripurna ke 6 persidangan V Hari Kamis tanggal 30 Juni 2022, DPR RI telah mensahkan ketiga RUU Pembentukan Daerah Otonomi Baru di Bumi Papua yaitu :
Provinsi Papua Selatan dengan Ibukotanya Merauke
Provinsi Papua Tengah dengan Ibukotanya Nabire, dan
Provinsi Papua Pegunungan dengan Ibukotanya Jaya Wijaya
Pertanyaannya apa permasalahan yang ditimbulkan dari Pembentukan Daerah Otonomi Baru (Pemekaran) di bumi Papua dengan Pemilu Tahun 2024 .? Hal ini dapat kita maknai sebagai berikut :
a. Pembentukan Daerah Otonomi Baru di Papua nantinya berkaitan dengan Alokasi Kursi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI). Imbasnya akan terjadi penyesuaian alokasi kursi Anggota DPR pada Provinsi induk dengan ketiga Provinsi pemekaran disesuaikan dengan jumlah penduduknya. UU Nomor 7 Tahun 2017 pasal 187 ayat 1 "Daerah Pemilihan anggota DPR adalah Provinsi, Kabupaten/Kota atau gabungan Kabupaten/Kota". Ayat 2 nya menyebutkan "Jumlah kursi setiap daerah pemilihan anggota DPR paling sedikit 3 (tiga) dan paling banyak 10 (sepuluh) kursi".Â
Dengan bertambahnya ketiga Provinsi tersebut tentu akan ada pengurangan alokasi kursi Anggota DPR dari Provinsi induk untuk memberikan alokasi kursi kepada Provinsi yang dimekarkan. Begitu juga dengan penambahan jumlah kursi anggota Dewan Perwakilan Daerah. Akan ada penambahan 12 kursi anggota DPD RI dari ketiga Provinsi pemekaran.Â
UU Nomor 7 Tahun 2017 pasal 196 "Jumlah kursi anggota DPD untuk setiap Provinsi ditetapkan 4 (empat)", Pasal 197 "Daerah Pemilihan untuk anggota DPD adalah Provinsi". Belum lagi masuk kepada pembahasan apakah ada potensi penambahan jumlah kursi Anggota DPR RI.Â
UU Nomor 7 Tahun 2017 pasal 186 "Jumlah kursi anggota DPR ditetapkan sebanyak 575 (Lima Ratus Tujuh Puluh Lima)". Tentunya kalau ada potensi penambahan kursi anggota DPR hal ini sudah tidak berkesesuaian dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 pasal 186 tersebut.
b. Pembentukan Satuan Kerja KPU Provinsi yang dimekarkan dengan segala Sarana dan Pra Sarananya. Untuk mendukung hal tersebut tentu diperlukan regulasi misalnya yang mengatur perekrutan/seleksi dan jumlah Komisioner KPU Provinsi pemekaran. Untuk Satuan Kerja KPU Kabupaten/Kota di Provinsi pemekaran hal ini tidak menjadi masalah disebabkan sebelum pemekaran sudah terbentuk pada Provinsi induk.
2. Pada saat ini penggunaan teknologi informasi sudah menyentuh pada semua aspek tidak terkecuali pada pelaksanaan Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2024.Â
Penggunaan Teknologi Informasi dalam bentuk Digitalisasi Pemilu bertujuan untuk menyampaikan Informasi secara cepat, akurat dan transparan kepada peserta pemilu dan Stakeholder. Begitu juga sebaliknya manakala ada data atau informasi yang dibutuhkan dari peserta pemilu agar dapat tersampaikan dengan segera kepada penyelenggara pemilu.Â
Segala bentuk penggunaan teknologi informasi digitalisasi pemilu yang diwujudkan dalam bentuk aplikasi Sipol (Sistem Informasi Partai Politik), Sidalih (Sistem Informasi Data Pemilih), Sidakam (Sistem Informasi Dana Kampanye), Silon (Sistem Informasi Pencalonan), Sirekap (Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik), Sidapil (Sistem Informasi Daerah Pemilihan), Silog (Sistem Informasi Logistik) dan Siakba (Sistem Informasi anggota KPU dan Badan Adhoc) masih menjadi alat bantu dan bukan sebagai penentu dari seluruh rangkaian tahapan dan jadwal penyelengaraan pemilu.Â
Agar polemik terkait penggunaan aplikasi pada pemilu tahun 2024 tidak berkepanjangan tentu diperlukan payung hukumnya. UU nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum belum mengakomodir penggunaan Teknologi Informasi Digitalisasi Pemilu.
3. Keserentakan Pemilu (Pemilihan Umum) dan Pemilihan (Pilkada) Tahun 2024 sudah diatur pada UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan UU Nomor 10 Tahun 2016 sebagaimana telah mengalami beberapa kali perubahan dan terakhir menjadi UU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Perubahan ketiga atas Undang Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.Â
Berkaitan dengan hal tersebut apakah dipandang perlu untuk keserentakan masa jabatan penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu) di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota..? Hal ini berkaitan dengan pecahnya konsentrasi penyelenggara pemilu yang akan berakhir masa jabatannya, antara persiapan mengikuti seleksi periode berikutnya bagi yang memenuhi persyaratan atau menjalankan tupoksi sebagai penyelenggara pemilu ditengah tahapan pemilu/pemilihan yang intens, bahkan ada beberapa satker AMJ nya (Akhir Masa Jabatan) akan berakhir menjelang hari pemungutan suara.Â
Pemilu Tahun 2019 yang lalu telah menggambarkan hal tersebut. Data KPU menyebutkan bahwa untuk Tahun 2023 Satuan Kerja KPU Provinsi yang akan berakhir masa jabatannya dan akan melakukan perekrutan kembali berjumlah 24 sedangkan untuk KPU Kabupaten/Kota berjumlah 317 satker. Untuk Tahun 2024 AMJ KPU Provinsi berjumlah 9 dan untuk KPU Kabupaten/Kota berjumlah 196 satker.Â
Oleh karenanya dipandang perlu satu formulasi yang tepat terkait perekrutan dan masa jabatan anggota KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota. Untuk efisiensi dan efektifitas perekrutan dan masa jabatan secara serentak anggota KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota barangkali bisa menjadi solusi dalam pelaksanaan tugas kepemiluan kedepan.Â
Pada akhirnya hal ini akan menjadi PR bagi Pemerintah dan DPR selaku pembuat Undang Undang. Suksesi Pemilu dan Pemilihan Tahun 2024 tidak bisa dibebankan kepundak penyelenggara pemilu semata. Diperlukan komitmen bersama dari seluruh Stakeholder. Penguatan regulasi merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan Pemilu dan Pemilihan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil, akuntabel dan berintegritas. Revisi UU Pemilu atau Perppu...??
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H