Mohon tunggu...
Laila
Laila Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Tafsir Lengkap Surah Al Fatihah (Ayat 1-7)

11 Juli 2015   14:40 Diperbarui: 21 Agustus 2020   22:59 18233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Allah Pencipta semua alam-alam itu, Dia-lah yang menciptakan semua makhluk, yang mengurus urusan mereka, mengurus semua makhluk-Nya dengan nikmat-nikmat-Nya dan mengurus para wali-Nya dengan iman dan amal yang shalih. Dengan demikian, pemeliharaan Allah Ta'ala kepada alam semesta itu ada yang umum dan ada yang khusus.

Yang umum adalah diciptakan-Nya mereka, diberi-Nya rezeki, diberi-Nya mereka petunjuk kepada hal-hal yang bermaslahat bagi mereka agar mereka dapat hidup di muka bumi, sedangkan yang khusus adalah dengan dididik-Nya para wali-Nya dengan iman dan amal shalih atau diberi-Nya taufiq kepada setiap kebaikan dan dihindarkan dari semua keburukan.

Mungkin inilah rahasia mengapa do'a yang diucapkan para nabi kebanyakan menggunakan lafaz Rabb (seperti Rabbi atau Rabbanaa). Ayat ini menunjukkan bahwa hanya Allah-lah Rabbul 'aalamin; yang menciptakan, mengatur, memberi rezeki, menguasai dan memiliki alam semesta; tidak ada Rabb selain-Nya.

[5] Tentang makna Ar Rahmaan dan Ar Rahiim sudah diterangkan sebelumnya. Disebutkannya ayat ini setelah "Al Hamdu lillahi Rabbil 'aalamiin" untuk memberitahukan bahwa Allah Subhaanahu wa Ta'aala mengurus alam semesta ini tidak dengan menyiksa dan memaksa, bahkan atas dasar kasih-sayang-Nya.

[6] Maalik (yang menguasai) dengan memanjangkan mim, berarti: pemilik. dapat pula dibaca dengan Malik (dengan memendekkan mim), artinya: Raja. Dihubungkannya kepemilikan hari pembalasan kepada-Nya meskipun milik-Nya dunia dan akhirat, karena pada hari itu kelihatan dengan jelas kekuasaan dan kepemilikan-Nya. Pada hari itu antara raja-raja di dunia dengan rakyat sama tidak ada perbedaan, mereka tunduk kepada keagungan-Nya, menunggu pembalasan-Nya, mengharapkan pahala-Nya dan takut terhadap siksa-Nya.

[7] Yaumiddin (hari Pembalasan): hari yang di waktu itu masing-masing manusia menerima pembalasan amalannya baik atau buruk. Yaumiddin disebut juga yaumul qiyaamah, yaumul hisaab, yaumul jazaa' dan sebagainya. Dibacanya ayat ini oleh seorang muslim dalam setiap shalat untuk mengingatkannya kepada hari akhir; hari di mana amalan diberikan balasan. Demikian juga mendorong seorang muslim untuk beramal shalih dan menghindari kemaksiatan.

[8] Na'budu diambil dari kata 'ibaadah yang artinya kepatuhan dan ketundukkan yang ditimbulkan oleh perasaan terhadap kebesaran Allah, sebagai Tuhan yang disembah, karena keyakinan bahwa Allah mempunyai kekuasaan yang mutlak terhadapnya disertai rasa cinta dan berharap kepada-Nya. Ditambahkan rasa cinta, karena landasan yang harus ada pada seseorang ketika beribadah itu ada tiga: rasa cinta kepada Allah Ta’ala, rasa takut dan tunduk kepada Allah Ta’ala dan rasa berharap.

Oleh karena itu, kecintaan saja yang tidak disertai dengan rasa takut dan kepatuhan, seperti cinta terhadap makanan dan harta, tidaklah termasuk ibadah. Demikian pula rasa takut saja tanpa disertai dengan cinta, seperti takut kepada binatang buas, maka itu tidak termasuk ibadah. Tetapi jika suatu perbuatan di dalamnya menyatu rasa takut dan cinta maka itulah ibadah. Dan tidaklah ibadah itu ditujukan kecuali kepada Allah Ta'ala semata.

Dalam ayat ini terdapat dalil tidak bolehnya mengarahkan satu pun ibadah (seperti berdo'a, ruku', sujud, thawaf, istighatsah/meminta pertolongan), berkurban dan bertawakkal) kepada selain Allah Ta'ala.

[9] Nasta'iin (minta pertolongan), terambil dari kata isti'aanah: mengharapkan bantuan untuk dapat menyelesaikan suatu pekerjaan yang tidak sanggup dikerjakan dengan tenaga sendiri.

Dalam ayat ini terdapat obat terhadap penyakit ketergantungan kepada selain Allah Ta'ala, demikian juga obat terhadap penyakit riya', 'ujub (bangga diri) dan sombong. Disebutkannya isti'anah kepada Allah Ta'ala setelah ibadah memberikan pengertian bahwa seseorang tidak dapat menjalankan ibadah secara sempurna kecuali dengan pertolongan Allah Ta'ala dan menyerahkan diri kepada-Nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun