Mohon tunggu...
Tachta Erlangga
Tachta Erlangga Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Biokimia di Jepang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sepenggal Catatan tentang Gempa dan Tsunami Jepang 2011

12 Maret 2016   16:42 Diperbarui: 12 Maret 2016   17:00 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya belajar, bahwa yang paling penting untuk menjadi masyarakat yang "civilised" , bukanlah teknologi canggih. Bukan pula infrastruktur yang maju ataupun ekonomi yang hebat.

Jepang mengajarkan saya, bangsa yang maju adalah bangsa yang paham akan nilai- nilai kejujuran dan tahu bagaimana bersikap di masyarakat, meski dalam keadaan sesulit apapun.

3. Melihat ke depan tak kalah penting!

Lebih heran lagi saya melihat bagaimana respon bangsa Jepang terhadap bencana tersebut. Saya membandingkan, saat tsunami di Aceh terjadi, bangsa kita menjadi "mellow" seketika. Lagu- lagu Ebiet dan Opick mengalir di televisi tak ada hentinya. Tokoh masyarakat menganjurkan kita untuk bermuhasabah, merefleksi diri. Apa yang salah dari kita. Dosa besar apa yang kita perbuat sehingga Tuhan memberikan hukuman seberat itu.

Tapi nuansa seperti itu tidak saya temukan di Jepang. Alih- alih berdoa dan "bertanya" pada Tuhan, mereka justru ramai dengan slogannya "Ganbarou Nihon"/ "Semangat Jepang!". Tak cuma daerah yang tertimpa bencana, seluruh Jepang dipenuhi dengan kata tersebut. Dari televisi, radio, papan iklan di jalan- jalan hingga ke kemasan minuman, slogan "Ganbarou Nihon!" seperti mengaung tiada lelah ke seluruh negeri. Walaupun kalimat tersebut cuma dua kata, tapi rupanya memberikan efek moral luar biasa ke masyarakat.

Bangsa Jepang yakin, dalam menghadapi bencana, kita tidak perlu memandang ke belakang. Berkutat dengan masa lalu dan dosa- dosa. Yang kita perlukan cuma semangat.
Semangat sesulit apa pun keadaan kita. Semangat untuk bangkit dalam keterpurukan. Dan semangat untuk terus melangkah kedepan.

Karena seseorang pernah berkata , "when something bad happens we have three choices. We can let it define us, let it destroy us, or we can let it strengthen us. "

Tsukuba, 12 Maret 2016-
Tachta Erlangga

[caption caption="diambil dari : http://natgeo.nikkeibp.co.jp/nng/article/20120120/296851/"]

[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun