Mohon tunggu...
Tachta Erlangga
Tachta Erlangga Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Biokimia di Jepang

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Jalan-Jalan di Mumbai (Part 1)

25 Juni 2015   20:18 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:35 2016
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah hampir satu bulan tinggal di India, akhirnya saya berkesempatan mengunjungi kota Mumbai. Sebenarnya ini trip aji mumpung. Hari itu saya berencana pulang ke Jakarta melalui bandara internasional di kota tersebut. Penerbangan dijadwalkan jam 2 malam, sedangkan saya sampai Mumbai jam 7 pagi lantaran naik bus malam dari tempat tinggal saya di Gujarat. Daripada bengong seharian di Bandara, saya putuskan untuk berkeliling menikmati hiruk pikuk  kota tersebut.

Mumbai, atau Bombay, adalah kota besar yang menjadi pusat industri dan bisnis di India. Tak heran setelah turun dari bus, saya langsung disuguhi pemandangan jalan raya dengan padatnya kendaraan yang berlalu- lalang di atasnya.

Setelah turun dari bus, saya dihadapkan satu masalah, sinyal di ponsel saya tiba- tiba hilang! Eng ing eng….Padahal rencananya saya mau berjalan- jalan dengan menggunakan segala informasi dari websitetripadvisor. Karena selama ini pun selalu bertumpu pada google map, tentu saja saya tidak memiliki peta atau buku travel mengenai Mumbai. Simpel kata, saya resmi menjadi anak hilang.  Mama tolong akuu!!!

Bingung harus kemana, saya memutuskan untuk ke bandara menggunakan taksi , sekalian berencana menitipkan koper besar saya disana. Dan dengan biaya 200 rupe (sekitar 40000 IDR) akhirnya saya bisa mencapai bandara mumbai. Jujur, pertama kali melihat bandaranya saya terperanjat terkagum- kagum. Desainnya sungguh modern, bangunannya megah, dan yang paling penting; Bersih! Kapan ya sukarno-hatta kayak gini!! Nanti kali ya tahun 2016 (tapi hijriah haha) 

Selagi menitipkan koper, saya bertanya apakah mereka punya flyer berisi travel information, dan ternyata ga ada. Saya pun memberanikan diri menanyakan tempat- tempat apa aja yang bisa dikunjungi di sini. Untungnya, dua orang petugas bandara dengan ramahnya menuliskan untuk saya tempat- tempat yang mereka rekomendasikan dengan aksesnya untuk mencapai sana. Makasih ya mbak, mas….seenggaknya saya ga menjadi anak hilang lagi hehe

Mereka menyuruh saya menggunakan taksi dari bandara.  Tapi karena uang di kantong tidak mencukupi, saya memberanikan diri naik bus kota. Dengan bertanya sana sini, akhirnya saya, menunggu bus yang menuju stasiun terdekat. Ada seorang Ibu didekat saya yang juga sedang menunggu bus lewat. Kami berkenalan sejenak.

 “Where are you from?”

“Indonesia. How about you?”

“I’m from Goa. You want to take a bus to Andari Station?”

“Yes..Andheri station”

“So do I. Lets find the bus together.”

 Yeahhh…Saya bersorak  senang dalam hati. Waktu itu pertama kalinya saya naik bus kota, di Mumbai pula. Mendengar banyak copet dan kriminalitas yang terjadi di sana sebenarnya saya agak ngeri kalau sendirian. Terima kasih ya, Bu…uhuy..

Namun oh namun…ternyata si Ibu pun, karena berasal dari luar kota, agak ga kurang ngerti kota Mumbai. Di dalam bus dia malah tanya saya, ‘Tahu di mana turunnya, ga?’ Gubrakkk.. aduh si Ibu ini. Padahal kan saya kan bu yang harusnya nanya.

Untungnya, ada seorang bapak- bapak baik hati yang duduk di belakang kita, kebetulan dia juga mau turun di stasiun. ‘Nanti ikut saya aja’, katanya.

Sistem bus kota di Mumbai mirip kayak di Jakarta. Ada kondekturnya. Tapi bedanya, karena bus disini harus berhenti di halte bus (ga kayak Jakarta yang semau perut supirnya), ada tarif  yang sudah ditetapkan. Si kondektur mengukur tarif saya, ’18 rupee’, katanya. Saya keluarkan dari kantung 20 rupee, lalu saya menerima lagi 2 rupee.

Sekitar 20 menit, akhirnya kita sampai di stasiun. Lebih tepatnya di halte dekat stasiun, soalnya biar kepala sudah saya putar 360 derajat saya ga menemukann gedung yang mirip stasiun. Si bapak yang baik hati tadi bilang, ‘Stasiun ada disana, sini saya antar.’Kami berdua mengikuti bapak tersebut. Dalam lima menit kami sudah berada di depan bangunan besar. ‘So, this is the station. I hope you enjoy Mumbai.” Kata si bapak dengan ramah. Lalu ia berbalik pergi. Wuihh…tengkyu ya Pak. Bapak ganteng deh kayak Amitabachan.


 

Setelah membeli tiket, saya dan si Ibu menunggu kereta. Dan ternyata lagi, si Ibu juga mau naik kereta yang sama. Dia akhirnya mengajari saya cara membeli tiket. Soalnya saat itu juga pertama kali saya naik kereta listrik di india. Biasanya di Gujarat kemana- mana saya naik bajaj hehe.

 

 

Dan oh my oh my… enam tahun saya di Jepang, dimanjakan dengan canggihnya sistem transportasi disana, akhirnya Tuhan mengijinkan saya melihat dunia yang berbeda. Setelah melihat keretanya saya… syok berat. Ternyata ga beda jauh sama KRL di Jakarta 10 tahun yang lalu. Saya melihat orang- orang berjubelan dan beberapa bergelantungan di pintu kereta yang terbuka.

 

 

Di setiap kereta pasti punya gerbong khusus wanita, yang saya tengok kayaknya jauh lebih lenggang daripada gerbong biasa. Akhirnya dengan berat hati saya bilang ke si Ibu, ‘Ibu kayaknya bisa naik gerbong khusus wanita, kalau gerbong biasa ramai banget lo bu.’ ‘Tapi kamu bisa sendiri?’ ‘Tenang aja bu . Saya bisa kok’‘Ya udah kalau begitu good luck ya..jangan nyasar.’ Saya menjawab ringan ‘Oke bu.’ Jujur padahal waktu itu deg- degan bukan main. Akhirnya saya berpisah dengan si Ibu, Sehat- sehat ya Bu. (sambil mengusap air mata)

Di dalam kereta sendiri, saya akhirnya sukses menjadi pepes manusia selama lebih dari setengan jam. Untungnya karena stasiun saya berada di paling ujung, setelah hampir 40 menit perjalanan, gerbong sudah mulai lenggang. Kendati terdapat beberapa bangku kosong, saya memutuskan berdiri di samping pintu yang terbuka, mencari- cari udara segar. Sekalian ‘menikmati’ pemandangan dari perumahan kumuh yang berada di sepanjang rel kereta.

Di hadapan saya berdiri seorang om- om. Usianya mungkin sekitar 30 tahun. Tertarik dengan wajah asia timur saya, dia menyapa saya. ‘Hi, where are you going?’ ‘To churchgate.’ ‘Me too. Where are you from?’ ‘Guess from where’ ledek saya. Mata laki- laki itu berputar. ‘Japan?’.’Wrong.’ ‘China.’ Saya menggeleng. ‘Korea? Or Thailand? Malaysia?’’No.’. ‘Ahh I think now I got the answer.’ ‘Seriously?’ Mata saya melotot, sangsi sekaligus berharap dia akan menjawab dengan benar. ‘Of course. You’re from…Nepal, rite? Hahahaha. Anyway, I’m very sorry about the earthquake’

Laut mana laut. Ingin saya bilang ‘ke laut aja lo pak’ tapi sayangnya di sekitar kami daratan semua.

‘I’m Indonesian.’ Akhirnya saya lelah dengan tebak- tebakan yang berujung sakit hati lantaran muka saya yang memang ga mirip melayu. ‘Ohh, this is your first time to Mumbai?’ Saya mengangguk. ‘Mumbai is a very big place. Yet it’s crowded. This is also your first time to ride the railway?’ Saya mengangguk lagi. ‘Then where do you stay here?’ ‘I plan to have one-day trip around the city before going back to my country. ‘ ‘So I guess you gotta go back to the airport in the evening?’ ‘Yes’. Ini om- om kepo banget, pikir saya.

Ternyata dia cuma mau kasih saran, kalau mau balik ke Anderi Station, lebih baik saya ambil line nomor satu dari churchgate station, soalnya kereta disana berhenti di Anderi sebagai tempat pemberhentian terakhir. Jadi saya ga perlu takut kelewatan. Dia juga bilang kalau bisa balik sebelum jam 5, soalnya setelah itu bakal rame banget. Saya berterima kasih atas sarannya. Sampai stasiun kami mengobrol banyak tentang sistem kereta disini yang pintunya masih terbuka, hingga tentang turnamen cricket yang sedang heboh- hebohnya saat itu (kalau kita bulutangkis, olahraganya orang india itu cricket).

Tak lama kemudian saya sampai di Church Gate station. Bersiap untuk menjelajahi kota yang ternyata,  penduduknya sangat ramah ini.

*bersambung*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun