Suka atau tidak suka, belajar dengan menggunakan jaringan Internet adalah sebuah keniscayaan. Walau pun dosen generasi baby boomers, ia harus segera beradaptasi dengan proses digitalisasi yang masih terus berlangsung ini. Sayangnya dalam tulisan ini, bukan ingin menulis soal kekuatan dan kelemahan sistem belajar online atau daring. Itu akan ada kesempatan lain untuk diuraikan.
Nah, dalam tulisan ini, seperti peribahasa di awal tulisan ini, ada hal yang dirasakan sangat mengganjal dalam upaya membangun kesadaran mahasiswa generasi milenial untuk secara serius dan sungguh-sungguh belajar dan membangun kemampuan literasi yang mumpuni. Apa yang terjadi kala berjalannya proses belajar online kala itu ditemukan ada banyak hal.Â
Misalnya ketika proses belajar daring berlangsung, tidak semua mahasiswa bisa aktif terlibat dalam proses belajar atau kuliah. Artinya semangat belajar juga masih rendah, sekadar mengisi daftar hadir kuliah. Dikatakan demikian karena para mahasiswa bisa menutup video dan wajah tak terlihat. Hanya satu atau dua orang yang mau memberikan tanggapan terhadap isi atau materi kuliah. Maka, seperti biasa, sang dosen berusaha memotivasi para mahasiswa yang hadir. Lalu kemudian memberikan sedikit tugas untuk mengembangkan materi yang sudah diberikan.
Memberikan motivasi dan memberikan sedikit tugas kepada para mahasiswa generasi milenial dirasakan sangat penting karena sang dosen baby boomer telah mengidentifikasi, dan menganalisis masalah yang ada pada mahasiswa yang sedang membangun kehidupan di bangku kuliah di Universitas.Â
Dua hal yang sangat mendasar adalah masalah minat membaca yang terus melorot dan mengakibatkan daya membaca para mahasiwa sangat rendah yang bermuara kepada rendahnya kualitas diri para mahasiswa.Â
Banyak jumlah mahasiswa, tetapi tidfak berkualitas, tidak mampu membangun diri secara optijmal. Kedua, cekanya, tidak sedikit dari mahasiswa di Perguruan Tinggi yang salah memilih jurusan, karena tidak mendapat bimbingan karir ketika masih berada di bangku sekiolah SMA atau sederajat.Â
Mereka tidak mendapat bimbingan dari orang tua dan malah sebaliknya karena mengikuti selera orang tua ( pilihan orang tua). Hal ini menjadi masalah kedua bagi kebanyak mahasiswa  yang sesat di belantara kampus dan belajar tanpa arah. Â
Kondisi inilah yang semakin mendorong dosen generasi baby boomer berusaha memotivasi dan sekaligus membimbing para mahasiswa agar keluar dari arena kesesatn di kampus. Maka, setiap usai kuliah tatap muka, maupun daring,sang dosen membangun komunikasi lewat WhatsApp. Jadi wajar saja, Â usai kuliah lewat Online berakhir, kombinasi dengan para mahasiswa dilakukan lewat WhatsApp. Sang dosen menjadi bahagian dari grup mahasiswa di kelas mata kuliah yang diembannya.
Lewat jalur ini, sang dosen mencoba memperkaya wawasan mahasiswa dengan sejumlah bacaan. Sang dosen mengirimkan secara regular bacaan-bacaan untuk dibaca oleh para mahasiswa yang belajar bersamanya. Sayangnya, setelah seki8an banyak bacaan yang dikirim, sangat sedikit dai mahasiswa yang membacanya.Â
Postingan tulisan tersebut berlalu begitu saja. Sangat rendah respon mahasiswanya terhadap tulisan-tulisan tersebut. Sehingga, apa yang dikatakan pepatah pada awal tulisan ini, membuktikan bahwa semakin sulit bagi para pendidik untuk memotivasi, mengajak para mahasiswa untuk rajin membaca, membangun kemampuann literasi yang mumpuni.Â
Padahal, ketiika mereka sudah sesat di belantara kampus, harusnya berusaha untuk melakukan refleksi dan membangun kembali serta meluruskan kembali kiblat pendidikan yang ditempuh. Namun, terasa semakin sulit, karena perbedaan pola pikir dan cara belajar, serta tujuan belajar ( kuliah).