Oleh Tabrani Yunis
Generasi plagiator? Apakah ada generasi plagiator? Ah, itu label yang sangat tidak enak dilabelkan pada seseorang, apalagi disebut dengan generasi yang jumlahnya bisa tak terhitung atawa uncountable. Juga tidak selayaknya digeneralisasikan dengan kelompok atau generasi. Oleh sebab itu, apa yang dimaksudkan dengan generasi plagiator itu, generasi yang mana yang dimaksudkan? Hal ini penting dijelaskan, sebab apabila kita berbicara soal generasi anak bangsa ini, kita selama ini banyak menemukan dalam berbagai literatur soal pengelompokan generasi itu.
Merujuk Graeme Codrington & Sue Grant-Marshall (2004) dibedakan 5 generasi manusia berdasarkan tahun kelahirannya, yaitu: (1) Generasi Baby Boomer, lahir 1946-1964; (2) Generasi X, lahir 1965-1980; (3) Generasi Y, lahir 1981-1994, sering disebut generasi millennial; (4) Generasi Z, lahir 1995-2010 (disebut juga iGeneration, GenerasiNet, Generasi Internet). DAN (5) Generasi Alpha, lahir 2011-2025. Kelima generasi tersebut memiliki perbedaan pertumbuhkembangan kepribadian. Lalu, apa kaitannya dengan pengelompokan generasi tersebut? Apakah setiap generasi itu masuk sebagai generasi plagiator?
Sebelum kita menjawab Pertanyaan-Pertanyaan di atas, tentu harus jelas apa yang dimasukan dengan plagiator tersebut. Â Untuk itu, alangkah baiknya membaca kepada makna yang telah di jelas lam dalam Kampus bahasa Indonesia. Ya, merujuk pada makna yang dijalankan dalam Kampus besar bahasa Indonesia (KBBI). Menurut KBBI, pla*gi*a*tor n orang yang mengambil karangan (pendapat dan sebagainya) orang lain dan disiarkan sebagai karangan (pendapat dan sebagainya) sendiri; penjiplak.
Dengan demikian jelas bahwa plagiator adalah orang yang melakukan kegiatan plagiasi atau menjiplak karya orang lain, lalu dipublikasikan menjadi karya sendiri, Baik secara keseluruhan, maupun secara kutipan parsial, tanpa menyebutkan sumbernya. Tindakan plagiasi atau menjiplak karya orang lain selama ini merupakan tindakan yang sangat dikecam di berbagai kalangan, lembaga-lembaga pendidikan dan media serta kalangan para penulis dan masyarakat umumnya. Â Bukan hanya dikecam, Seorang akademisi, penulis atau pengarang, akan sangat malu dan dipermalukan ketika disinyalir melakukan kegiatan plagiasi atau menjiplak karya orang lain.
Namun demikian, walau pun itu memalukan dan berisiko hukum, selalu ada orang, dari kalangan pendidikan seperti guru, dosen, penulis, Siswa dan mahasiswa yang melakukan tindakan plagiasi. Sehingga tidak jarang kita mendengar dan membaca berita  tentang kasus memalukan ini di media massa.
Kini, sejalan dengan kemajuan perkembangan Teknologi komunikasi dan informasi yang mengantarkan kita ke era digital, tatkala internet menjadi media yang memudahkan akses segala informasi dan komunikasi, lewat Google yang bisa menjawab semua persoalan dan kebutuhan informasi. Google menjadi kunci jawaban bagi setiap orang yang membutuhkan informasi dengan Cepat dan benar. Bukan hanya untuk mencari jawaban terhadap informasi, tetapi juga sebagai sumber referensi untuk menulis dan sebagainya.
Akses informasi dari Google pun sangat mudah dan cepat, cukup copy paste informasi yang dibutuhkan. Jadi tidak perlu banyak berpikir mengolah data. Pokoknya bold, copy and paste. Begitu mudah bukan? Ya, tak dapat dibantahkan lagi. Begitulah faktanya. Bahkan, kita sudah banyak yang merasa perlu menyiapkan pengetahuan di otak atau dalam memori kita, karena semua jawaban ada di Google.
Nah, hal semacam ini telah membentuk mental generasi masa kini belajar dan bekerja dengan cara -cara copy and paste yang menggiring generasi masa kini melakukan aktivitas plagiarism atas karya-karya orang lain. Dengan segala memudahan serta mengkristalnya budaya instant dan manja, generasi masa kini, generasi milenial, generasi Z bahkan alpha, bisa menjadi generasi plagiator. Menyedihkan sekali, bukan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H