Oleh Tabrani Yunis
Duh Jakarta
banjir datang lagi bertandang, menendang-nendang sudut kota, menghanyutkan harta benda
Jakarta mewarnai layar kaya
Ibu  pun meronta - rontaÂ
menjadi buah mulut warga kota dan pelosok desa
banjir datang bertandang tiba-tiba
membawa luka lama
semua angkat bicara
tak ada yang mau mengakui dosa
banjir mengalir deras karena penguasa yang alfaÂ
dulu ada segudang kanji  menolak bala
Mungkin lupa
alam pun murka
menerjang-nerjang kota
Duh Jakarta,
mengapa banjir terus melanda,Â
Padahal Jakarta milik seluruh warga, miskin dan kaya
Jakarta  adalah habitat para penguasa
Sarah ladang para pengusaha
bahkan ada istana
Tapi semua hanya bicara
menggoreng banjir untuk sajian yang menggoda
dinikmati dengan tawa
bahkan cerca mencerca
Duh Jakarta,
air mengalir tak mengenal siapa-siapa, orang biasa atau penguasa,Â
bahkan bertandang di Istana
Entah kapan surut ke muara membawa nestapa
agar tak menambah luka
Karena Jakarta adalah milik semua
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H