Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Merangkul Inisiator Pendidikan di Masyarakat

9 Februari 2020   21:55 Diperbarui: 9 Februari 2020   22:05 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. Darmawan Buchari

 Setelah sukses melakukan safari literasi pada jenjang SMA/SMK se-Kota Sabang, Ikatan Guru Indonesia (IGI) melanjutkan kampanye GLS di SMPN 6 Sabang. Ketua IGI Aceh, Drs Imran Lahore terjun langsung untuk memastikan GLS berjalan dengan baik di sekolah tersebut.

IGI dengan motto "Sharing and Growing Together" akan terus berupaya menggerakkan literasi dan meningkatkan kompetensi guru dengan kanal pelatihan Berbasis literasi produktif. Yuk bersama IGI kita gerakkan literasi yang tidak lain adalah wahyu pertama yang diturunkan Allah pada Nabi Muhammad SAW.

Begitulah bunyi status facebook-nya Darmawan Buchari yang diposting pada Sabtu pukul 23.58 WIB tadi malam, tanggal 8 Februari 2020 dengan postingan empat foto kegiatan safari literasi di Sabang, Pulau Weh, Aceh itu.

Status tersebut menggambarkan kepada kita bahwa IGI Aceh, sebagai sebuah organisasi guru independen yang ada di Aceh saat ini dengan sangat aktif terus melakukan upaya membangun gerakan literasi di Aceh. Hebatnya lagi, organisasi ini juga ikut meningkatkan kompetensi guru dengan kanal berbasis literasi produktif. Hebat bukan? 

Kelihatannya memang hebat. Betapa tidak, membangun gerakan literasi sekolah dan memastikan GLS berjalan dengan baik, pada hakikatnya itu adalah tugas  pemerintah dalam hal ini Dinas Pendidikan Aceh, baik level provinsi maupun level kabupaten kota.

Begitu pula adanya dengan program peningkatan kompetensi guru -- guru lewat kanal berbasis literasi produktif? Ini sesungguhnya adalah tupoksinya pemerintah, dalam hal ini adalah Dinas Pendidikan Aceh dan Dinas Pendidikan di tingkat kabupaten / kota di Aceh.

Tetapi mengapa IGI Aceh begitu aktif melakukan itu? Padahal, sebagaimana kita ketahui bahwa IGI Aceh tidak mendapatkan porsi anggaran dari dana APBA maupun dana Otsus, akan tetapi mereka mampu melakukan kegiatan-kegiatan yang sangat membantu dunia pendidikan, khususnya di Aceh. 

Selayaknya kita cari tahu, apa resep yang dijalankan ketua IGI Aceh, Drs. Imran Lahore ini. Namun, bila kita simak apa yang dituliskan oleh Darmawan Buchari dalam postingan di atas, kita menemukan landasan atau background melakukan kegiatan literasi dan peningkatan kompetensi guru tersebut.

Ternyata, tergerak untuk melaksanakan perintah Allah dengan perintah Iqra, sebagai perintah pertama Allah kepada Nabi Muhammad. Sungguh sangat mulia. Selayaknya kita apresiasi apa yang dilakukan oleh IGI Aceh tersebut.

Ini adalah sebuah insiatif positif, yang harusnya mendapat apresiasi dari para pemangku kepentingan di Aceh, apalagi Dinas Pendidikan Aceh. Tidak elok bila menutup mata terhadap inisiatif ini. 

Nah, ketika kita melihat dan membaca soal inisiatif masyarakat dalam membantu pemerintah, mengisi ruang-ruang yang tidak tersentuh oleh pelayanan pemerintah, kita banyak menemukan pihak-pihak yang berinsiatif di berbagai bidang, termasuk di bidang pendidikan.

Untuk program literasi saja misalnya, ada banyak inisiator pendidikan di Aceh yang selama ini dengan suka rela terjun ke masyarakat untuk meningkatkan kapasitas masyarakat lewat berbagai program pendidikan.

Misalnya saja, untuk membantu masyarakat yang mengalami buta aksara, ada banyak orang atau organisasi yang terpanggil jiwa mereka untuk mengajarkan masyarakat buta aksara membaca. Ada banyak inisiator yang bergerak menyediakan bahan-bahan bacaan, hingga membangun taman bacaan rakyat yang gratis.

Kita bahkan bisa melihat apa yang dilakukan oleh Ruman Aceh, yang menggelar bacaan  gratis di tempat-tempat umum di kota Banda Aceh. Lain lagi dengan inisiatif para aktivis pendidikan yang secara pribadi maupun organisasi yang kita kenal dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) alias NGO selama ini.

Sungguh sangat banyak inisiatif dari inisiator-inisiator yang secara suka rela membantu pendidikan masyarakat yang terpinggirkan atau marginal di Aceh dan tanah air. Banyaknya inisiator tersebut sebenarnya merupakan kekuatan atau potensi yang potensial menyukseskan kerja-kerja pemerintah dalam meberikan pelayanan kepada masyarakat, terutama pendidikan luar sekolah yang selama ini kurang mendapat sentuhan dari pemerintah.

Sayangnya, keberadaan inisiator ini tidak dikelola dengan baik.  Seharusnya, kalau bisa sejalan dan sevisi, inisiator - inisiator pendidikan yang bergerak secara individu, organisasi atau lembaga ini, tidak dirangkul sebagai mitra strategis dalam membangun dunia pendidikan secara bersama dan sinergis.

Dikatakan demikian, karena eksistensi inisiator pendidikan yang ada di tengah-tengah masyarakat tersebut adalah asset bagi bangsa, menjadi  sumber kekuataan untuk mempercepat akselerasi pembangunan manusia di Indonesia. Sayangnya, hal itu tidak terjadi. Mengapa?

Pasti akan banyak sekali factor yang membuat hal itu tidak bisa terjadi. Salah satunya adalah ada rasa tidak saling percaya di antara dua actor pembangunan formal dan non formal. Kedua, ada political will yang berbeda dimana para inisiator tersebut bergerak dan berbuat berdasarkan idealism dan di pihak lain, berdasarkan kepentingan politik dan sebagainya.

Jadi, memang ada sisi-sisi yang saling berbeda, namun sesungguhnya bisa bersatu, apabila syarat-syarat  pihak pemerintah mau membuka kesempatan bagi para inisiator untuk ikut berpartisipasi aktif membangun bangsa, termasuk dalam memberikan pendidikan rakyat dengan strategi masing-masing.

Pemerintah  dan para inisiator ini, perlu secara bersama meluruskan niat dan menyamakan visi dan misi hingga bisa memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, terutama masyarakat level bawah. Mau?

Oleh Tabrani Yunis 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun