Oleh Tabrani Yunis
Pagi Kamis, 9 Mai 2019, tepatnya pukul 10.33 WIB aku ditelpon oleh staf Metro TV Aceh untuk menjadi narasumber pada acara talkshow  dengan durasi 30 menit pada pukul 13.30 WIB. Ya, siang hari, usai salat dhuhur di Aceh.Â
Tema yang diangkat pada talkshow kali ini masih tentang pendidikan. Aku diundang  dalam kapasitas seorang praktisi dan pemerhati pendidikan. Aku sudah sering diajak ngobrol soal pendidikan, termasuk soal literasi yang juga menjadi concern atau bidang yang selama ini aku geluti.Â
Tema pendidikan yang disesuaikan dengan konteks bulan Ramadan sebagai bulan tarbiyah atau bulan pendidikan bagi umat Islam yang melaksanakan ibadah puasa. Maka, di awal talkshow, Habibi, penyiar Metro TV Aceh yang menjadi lawan bicara dalam acara Dialog Ureung Geutanyoe ( Dialog orang kita) mengajukan sebuah pertanyaan  awal kepadaku.Â
Pertanyaannya, dalam momentum bulan Ramadan ini, kegiatan pendidikan seperti apa yang sesuai untuk diberikan kepada anak-anak untuk mengisi waktu selama bulan Ramadan ini.Â
Untuk merespon terhadap pertanyaan itu, aku coba berbalik bertanya, pendidikan oleh siapa? Oleh orangtua? Guru ( sekolah)? atau masyarakat?
Banyak sekali hal yang ingin dibicarakan dalam talkshow singkat yang berdurasi hanya 30 menit tersebut. Jelas saja, tidak semua hal bisa tercover untuk diperbincangkan. Namun di antara sekian banyak yang menarik untuk diperbicangkan.Â
Ada hal yang justru paling menarik untuk diperhataikan bersama. Â Ada fenomena atau realitas kekinian yang sedang terjadi. Di tengah derasnya arus disorientasi di bidang pendidikan yang bermuara ke persoalan rendahnya kualitas mentalitas, moral atau akhlak anak-anak kita di era digital ini, ada banyak orangtua yang tersadar dan terjaga dari kelalaian dalam mendidik anak-anak mereka. Â
Ketika anak-anak mereka tumbuh menjadi generasi yang pintar, namun miskin akhlak. Hal ini, menjadi kerakutan kebanyak orangtua.Â
Maka, di tengah kegalauan tersebut, para orangtua berusaha mencari sekolah-sekolah yang bukan hanya berkualitas dalam pendidikan umum, tetapi juga berkualitas dalam bidang agama. Sehingga ketika lulus sekolah, anak-anak mereka bukan hanya pintar dan cerdas dalam pengetahuan umum, tetapi juga berakhlak mulia.