Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Siapa yang Menggerayangi Bukit

28 April 2019   11:53 Diperbarui: 28 April 2019   12:13 166
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dok.Serambi Indonesia-Tribunnews.com

Oleh Tabrani Yunis

Tadi malam usai hujan mengguyur tanah gesang saat  kemarau 

Bukit-bukit resah tak berselimut

Bertelanjang, terbuka kehilangan pohon-pohon besar nan hijau

Hutan-hutan yang sesak semak dan pepohonan, tlah penuh dengan sawit

Berkali-kali banjir bandang datang dari balik-balik bukit

menerjang-nerjang seluruh pulau dan tenggelam

Menyapu, menghanyutkan  jiwa dan materi ke lembah bukit

Sawah ladang sumber kehidupan tenggelam kian dalam

Tapi tak ada pihak yang berteriak, akulah yang memperkosa bukit

Semua diam menyimpan geram

Makhluk-makhluk sempurna Ciptaan Allah semua sakit

Satwa-satwa liar dan semut resah gelisah, semua terdiam

Tak ada yang mau dituding siapa yang menggeranyangi bukit

Ulah tangan manusia-manusia yang tamak dan kejam

Yang bersorak di belantara kota menyaksikan korban-korban yang menjerit terhimpit

Tadi malam hujan turun menggerayangi belantara

Sungai-sungai menjerit dicabik-cabik air yang terjun dari atas bukit

Menghanyutkan kehidupan menuju laut lewat muara

Memporak poranda keindahan  desa dan kota

Sayang,  tak ada yang mau menjawab siapa yang menelanjangi seribu bukit

Hari ini hujan masih enggan berhenti

Langit semakin murung diselimuti awan

Mungkin bencana akan kembali meluluhlantak negeri kami

Tak ada lagi rumah dan lingkungan yang aman dan nyaman menjadi impian

Semua  kehilangan ditelan bencana tanah ini

Manusia - manusia perusak alam tertawa gelak  kehilangan hati nurani di pusat kota

Berpesta pora menyaksikan anak negeri terancam mati

Hujan masih penuh birahi membasahi bumi

Mengisi relung-relung tanah gersang

Jangan salahkan hujan yang tak kunjung henti

Bila manusia tak menjaga hutan lestari

Bencana akan terus mengancam anak negeri

Jangan lagi teriakan mari  selamatkan bumi

Siapakan saja diri menghadapi mati

Itu mungkin lebih abadi

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun