Oleh Tabrani Yunis
Tadi malam usai hujan mengguyur tanah gesang saat  kemarauÂ
Bukit-bukit resah tak berselimut
Bertelanjang, terbuka kehilangan pohon-pohon besar nan hijau
Hutan-hutan yang sesak semak dan pepohonan, tlah penuh dengan sawit
Berkali-kali banjir bandang datang dari balik-balik bukit
menerjang-nerjang seluruh pulau dan tenggelam
Menyapu, menghanyutkan  jiwa dan materi ke lembah bukit
Sawah ladang sumber kehidupan tenggelam kian dalam
Tapi tak ada pihak yang berteriak, akulah yang memperkosa bukit
Semua diam menyimpan geram
Makhluk-makhluk sempurna Ciptaan Allah semua sakit
Satwa-satwa liar dan semut resah gelisah, semua terdiam
Tak ada yang mau dituding siapa yang menggeranyangi bukit
Ulah tangan manusia-manusia yang tamak dan kejam
Yang bersorak di belantara kota menyaksikan korban-korban yang menjerit terhimpit
Tadi malam hujan turun menggerayangi belantara
Sungai-sungai menjerit dicabik-cabik air yang terjun dari atas bukit
Menghanyutkan kehidupan menuju laut lewat muara
Memporak poranda keindahan  desa dan kota
Sayang, Â tak ada yang mau menjawab siapa yang menelanjangi seribu bukit
Hari ini hujan masih enggan berhenti
Langit semakin murung diselimuti awan
Mungkin bencana akan kembali meluluhlantak negeri kami
Tak ada lagi rumah dan lingkungan yang aman dan nyaman menjadi impian
Semua  kehilangan ditelan bencana tanah ini
Manusia - manusia perusak alam tertawa gelak  kehilangan hati nurani di pusat kota
Berpesta pora menyaksikan anak negeri terancam mati
Hujan masih penuh birahi membasahi bumi
Mengisi relung-relung tanah gersang
Jangan salahkan hujan yang tak kunjung henti
Bila manusia tak menjaga hutan lestari
Bencana akan terus mengancam anak negeri
Jangan lagi teriakan mari  selamatkan bumi
Siapakan saja diri menghadapi mati
Itu mungkin lebih abadi
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H