Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Majalah Anak Cerdas, Emang Siapa Peduli?

27 April 2019   20:13 Diperbarui: 27 April 2019   20:46 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth


Nasib media cetak seperti surat kabar, majalah dan tabloid  di era digital, ibarat kerakap tumbuh di batu. Ya, hidup enggan, mati tak mau.  Banyak sekali media cetak tersebut yang terpaksa gulung tikar, terpaksa berhenti terbit dan beredar, juga yang dengan sigap beralih mengikuti arus perkembangan teknologi informasi dan komunikasi ( ICT) yang berkembang dengan sangat pesat.

Begitu banyak media cetak di tanah air yang dahulunya berkibar dan tersebur ke sekuruh pelosok tanah air, tumbuh dan berkembang begitu pesat.

Ada majalah perempuan, majalah Politik, majalah olah raga, hobbi dan sebagainya. Namun,kini satu per satu redup dan bahkan berhenti terbit.

Bukan hanya majalah, tetapi juga terbitan seperti surat kabar dan tabloid. Bukan hanya media- media kecil yang diterbitkan oleh penerbit-penerbit kecil dengan modal kecil atau modal dengkul, tetapi juga media yang diterbitkan oleh raja media, dengan alasan tertentu terpaksa berhenti terbit.

Padahal, media cetak  yang terbit di ibu kota, memiliki sumber pembiayaan dari banyak mata air, terutama iklan - iklan dari berbagai perusahaan, pemerintah dan swasta lainnya sangat banyak. Namun, sekali lagi, nasib media cetak memang berakhir mengikuti arus disrupsi yang begitu kencang.

Nasib serupa juga dialami oleh banyak media cetak di daerah, temasuk di Aceh. Di Aceh, pasca bencana tsunami,  banyak sekali terbit media cetak.

Mungkin saat itu, banyak pihak yang punya modal besar dan punya keinginan untuk memiliki media cetak, sehingga surat kabar, majalah, tabloid dan juga biletin terbit seperti jamur yang tumbuh di luar musim, namun karena latar belakang terbitnya adalah bisnis, ketika sekali, dua kali terbit tidak mendapat respon positif dari pasar, pada edisi ke tiga langsung berhenti. Karena yang namanya bisnis, kalau penerbitan tidak ada untung atau benefit,ya pilihan terbaik adalah segeralah berhenti, sebelum kerugian material dan immaterial semakin besar.

Ya, itu adalah jalan terbaik dalam bisnis apa saja. Apalagi media. Kalau terbit tanpa ada dukungan pembiayaan dari iklan atau pariwara, hasil penjualan, tidak bisa diandalkan.

Padahal, apabila kita melihat dari 3 keajegan sebuah media, adanya kontributor ( yang mengisi konten, seperti tulisan dan lain-lain), ada sumber keuangan yang stabil dan dan idealisme yang kuat, banyak yang masih bisa bertahan.  Ini banyak di pusat kekuasaan atau pusat ibu kota. Sementara di daerah keajegan itu timpang.

Di antara sekian banyak media cetak yang terbit di Indonesia, di Aceh ada dua majalah yang terbit dengan orientasi yang berbeda. Terbit sebagai media edukatif, ya sebagai media pembalajaran.

Majalah POTRET dengan tagline, media perempuan Kritis dan Cerdas adalah salah satu majalah yang terbit berlandaskan idealisme dalam rangka membangun gerakan menulis di kalangan perempuan yang awalnya hanya di kalangan perempuan akar rumpit ( grassroots women), kemudian berkembang ke kalangan perempuan-perempuan intelektual, yang bukan hanya d Aceh, tetapi juga di nusantara dan bahkan manca negara.

Sayangnya, majalah itu hanya bisa terbit selama 15 tahun dan kini juga mengikuti arus digital dengan niat tetap terbit, tetapi menjadi media online, yakni www.potretonline.com. 

Majalah yang kedua adalah majalah anak-anak, yakni majalah Anak Cerdas yang lahir 10 tahun setelah majalah POTRET. Ya, pada tahun 2013, majalah Anak Cerdas terbit didasari atas keprihatnian terhadap sedikitnya majalah anak-anak yang terbit di Indonesia. Kalau pun ada, majalah-majalah tersebut terbit di Jakarta dan diedarkan di daerah - daerah kota besar yang memiliki minat membaca yang tinggi, sementara di wilayah perdesaan, anak-anak tidak terjamah.

Maka, dengan menganut pendekatan yang sama seperti majalah POTRET, majalah Anak Cerdas pun diterbitkan dalam rangka membangun gerakan gemar berkaya sejak usia dini.

Majalah ini, menngakat berbagai karya anak-anak. Ya , menampung karya anak-anak di Aceh dan nusantara. Isinya, 75 persen diisi oleh anak-anak dan selebihnya dari redaksi dan masyarakat umum yang dewasa. Majalah ini banyak mengisi ruang baca anak-anak di sejumlah sekolah di kota Banda Aceh dan beberapa daerah.

Majalah ini sudah berhasil memotivasi anak-anak di daerah untuk berkarya. Banyak karya anak yang masuk ke meja redaksi, namun karena keterbatasan sumber pembiayaam dan tidak ada iklan serta tidak adanya perhatian pemerintah, karena tidak menganggap majalah itu sebagai sebuah aset pendidikan, kini di usianya yang baru 5 tahun, terpaksa mati muda. kematian majalah ini tidaklah diinginkan oleh anak-anak, karena mereka membutuhkan ruang yang dapat memuat karya mereka. Tetapi apa daya, tangan kita hanya dua. Walau demikian,  niat terbit lagi tetap ada.

Apalagi bila dilihat dari upaya untuk meneribitkan masih begitu kuat, maka dengan  maksud menjaga tersedianya ruang bagi anak, kini majalah Anak Cerdas juga menyediakan ruang di www.majalahanakcerdas.com. 

Video di atas, dimana Ananda Nayla yang sedang mempromosikan majalah Anak Cerdas, merupakan upaya kami untuk membuat majalah ini tetapip eksis.

Akan tetapi sekali lagi, kami juga tidak ingin berbuat terlalu jauh di luar kemampuan kami. Akahirnya, kini majalah Anak Cerdas hanya bisa hidup sejenak dan bersemayam di dalam niat yang tulus.

Semoga kontribusi anak-anak yang mengirimkan tulisan dan karya ke majalah Anak Cerdas selama ini, menjadi saksi bisu akan nasib media anak-anak yang sedikit, namun sulit terbit.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun