Oleh Tabrani YunisÂ
Usai nyoblos alias memberikan suara di bilik -bilik TPS kemarin, para pemilih umumnya tidak sabar menunggu hasil perhitungan suara. Jelas tidak mungkin langsung jadi, apalagi perhelatan masih belum selesai. Bukrinya, banyak yang sedang kepanasan antre di TPS-TPS yang sedang dilanda suhu tinggi.Â
Bukan hanya itu, di banyak tempat ada banyak TPS yang belum mendapat surat suara. Jadi, bagaimana bisa memperoleh hasil perhitungan suara secara kilat? Jelas tidak mungkin, ya toh? Dikatakan demikian, ketika kita masuk bilik pencoblosan, kita tidak membawa hanya satu kerta pilihan dengan gambar dua pasangan calon Presiden, Jokowi dan Makruf Amin dengan pesaingnya Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.Â
Kalau hanya itu, pasti tidak lama. Tetapi seperti yang kita bawa ke bilik pemungutan suara kemarin, ada 5 kertas suara yang gambar atau pilihannya lumayan banyak. Satu kertas suara saja, akan memakan waktu satu menit. Apalagi dengan lima kertas dengan banyak nama dan partai yang harus dicari secara teliti. Kita dalam mencoblos saja harus sabar bukan?Â
Ya memang harus saba, karena kalau tidak sabar mencoblos, maka pasti kita akan salah memilih. Padahal, yang mau dicoblos nama atau gambar si pulan, tetapi yang tercoblos, malah si pulin. Kalau begini yang terjadi, maka hasilnya juga akan lain. Sabar mencoblos, sabar menunggu hasil perhitungan sangat perlu. Kasihan kita melihat panitia yang  tidak bisa tidur seperti kita. Mereka harus begadang, hingga pagi karena mendapat tugas menghitung suara. Padahal, kata Rhoma Irama, Begadang, jangan begadang, kalau tiada artinya.Â
Begadang boleh saja, kalau ada artinya. Begitu lirik lagunya bukan? Nah, mendengar lagunya Rhoma saja harus bersabar, kalau mau menikmatinya, apalagi menunggu hasil perhitungan yang valid dan teliti, seperti perhitungan suara Pilpres ini? Â Kita sebagai pemilih masih untung, masih bisa tidur nyenyak di rumah. Maka, kuncinya sabar. Orang sabar itu, katanya disayangi Tuhan. Kita tahu, bahwa setiap pemilih ingin mendapatkan hasil segera. Namun, itu harus kita simpan sebagai harapan saja.Â
Semua orang tahu,bahwa kita pemilih ingin cepat-cepat bisa menghitung suara. Maka, di kalan animo dan harapan kita, sebagai masyarakat pemilih yang ingin cepat-cepat mendapat hasil, kemajuan ilmu dan teknologi yang pesat, akhir-akhir ini, seperti pada Pemilu sebelumnya telah membantu keinginan kita untuk mempercepat kesimpulan pihak mana yang menang. Kita kemudian diperkenalkan dengan sisten atau cara perhitungan cepat.Â
Cara itu disebut dengan Quick Count. Dalam Bahasa Indonesia disebut dengan hitungan cepat. Bila kita  merujuk kepada Wikipedia, Quick Count adalah sebuah metode verifikasi hasil pemilihan umum yang dilakukan dengan menghitung persentase hasil pemilu di tempat pemungutan suara (TPS) yang dijadikan sampel. Berbeda dengan survei perilaku pemilih, survei pra-pilkada atau survei exit poll, hitung cepat memberikan gambaran dan akurasi yang lebih tinggi, karena hitung cepat menghitung hasil pemilu langsung dari TPS target, bukan berdasarkan persepsi atau pengakuan responden. Selain itu, hitung cepat bisa menerapkan teknik sampling probabilitas sehingga hasilnya jauh lebih akurat dan dapat mencerminkan populasi secara tepat.Â
Pada Pemilu sebelumnya, keinginan masyarakat dan pihak yang berkompetisi, juga tidak sabar dan semua merasa terbantu dengan quick count ini. Apalagi, hasil hitungan cepat atau QC, tidak jauh berbeda dengan Real Count, semua pihak merasa sangat terbantu, sambil menunggu hasil perhitungan dari pihak yang berwenang, yakni KPU yang waktu perhitungannya jauh berbeda. Wajar saja, kalau QC dianggap sebagai alat yang dapat membantu mempercepat kesimpulan dari hasil pemilihan.Â
Karena tingkat validitas dan kepercayaan tinggi terhadap QC, banyak orang terus mengikuti perkembangan di QC, dibandingkan menunggu hasil perhitungan Real Count oleh KPU. Perkembangan yang kemudian terjadi, QC tidak hanya dilakukan oleh satu pihak, tetapi muncul banyak pihak yang melakukan QC. Hampir semua stasiun televisi di tanah air melakukan Quick count. Bahkan kedua belah pihak yang bersaing, masing-masing memiliki team yang melakukan QC, agar mereka bisa melakukan klaim bahwa pihak mereka yang memenangkan Pilpres dan sekaligus untuk membentuk opini public untuk melegitimasi kemenangan perolehan suara.