Oleh Tabrani Yunis
Ini adalah postingan tulisanku yang ke 503 di Kompasiana, sejak bergabung menjadi warga desa Kompasiana. Kumpulan orang-orang yang memiliki minat atau hobbi, bahkan kebiasan yang sama, yakni menulis dan memublikasikannya di laman warga yang  disebut Kompasiana ini. Warga yang membiasakan diri dengan aktivitas menulis apa saja yang disukai, baik tulisan essay, opini, feature dan bahkan juga puisi. Pokoknya warga desa Kompasiana ini memiliki minat menulis dengan latar belakang akademis yang berbeda, budaya dan status yang berbeda. Ya, pasti berbeda semua.
Kini, sudah sembilan tahun menjadi warga penulis Kompasiana yang pada hari ini, baru menulis sebanyak lebih kurang 500 tulisan. Jadi, bila dilihat dari kurun waktu tersebut, aku jauh kalah dibandingkan sejumlah warga Kompasiana lainnya. Apalagi kalau aku bandingkan dengan Pak Tjip, Abanggeutanyoe, Bambang, Rustian. Ronald Wan dan lain-lain, aku jauh tertinggal di belakang.
Namun, aku pantas pula bersyukur, walau jumlah tulisanku masih belum seperti mereka. Paling tidak, ada yang aku banggakan sedikit. Juga bisa kujadikan sebagai bahan untuk memotivasi diri sendiri, anak-anakku, istriku dan bahkan sahabat-sahabatku di lingkunganku.Â
Ya, aku pantas berbangga. Namun, di tengah rasa bangga teraebut, sesungguhnya ketika aku menulis dan memuatnya di media seperti media cetak dan media Online, aku punya harapan agar tulisan-tulisanku tersebut dibaca oleh banyak orang. Sebab, semakin banyak orang yang membaca, aku berharap pula tulisan itu akan bisa membawa manfaat bagi banyak orang. Tidak semua media bisa kita lihat jumlah pembaca tulisan kita. Namun di media Online, kita bisa melihat berapa banyak pembaca tersebut, seperti halnya Kompasiana.
Aku tidak tahu, apakah semua penulis yang menulis di Kompasiana ini ingin melihat jumlah pembaca, atau ingin tahu rating tulisan mereka. Tetapi bagiku akan sangat senang melihat ada berapa jumlah pembaca yang membaca, merespon dengan  penilaian atau juga komentar. Bagiku, semakin banyak yang membaca, memberikan apresiasi dan mengomentari, berarti tulisan yang Aku posting itu menarik dan penting untuk dibaca.
Nah, melihat realitas dari setiap postingan tulisanku di Kompasiana akhir-akhir ini, ada kondisi yang tidak menggembirakanku. Alu melihat penurunan jumlah pembaca di setiap postingan tulisanku. Hal itu, membuat selera menulis ikut terganggu. Walau aku tetap menulis setiap hari. Namun alangkah menyenangkan bila jumlah orang yang membaca, menilai dan memberi komentar itu banyak jumlahnya. Namun, apa daya, hal jumlah pembaca berkurang hingga di bawah angka 100.Â
Menurunnya rating pembaca, penilai dan pemberi komentar tersebut tentu banyak sebabnya. Bisa saja karena tulisan yang aku sajikan tidak menarik dan tidak penting untuk dibaca. Jadi, ketika tulisan tersebut tidak menarik, maka wajar kalau jumlah pembaca menurun. Ini harus diakui dan harus ada upaya untuk meningkatkan nilai  atau kualitas tulisan. Walau sebenarnya kalau kita amati secara umum, bukan hanua berkurang pada tulisanku, tetapi jugapada tulisan-tulisan orang lain yang aku kenal memiliki kualitas tulisan bagus. Nah, kalau kondisi ini terjadi pada banyak penulis, apakah ini yang disebut dengan krisis pembaca?
Kiranya, aku ingin mendapatkan respon dari teman-teman warga Kompasiana lainnya. Aku berharap ada yang mau dan bersedia merespon apa yang sedang aku rasakan ini. Ya, aku menunggu respon teman teman.'Respon itu akan sangat berarti bagiku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H