Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menyiapkan Anak Mampu Berkompetisi

2 April 2019   18:33 Diperbarui: 2 April 2019   18:52 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemampuan bersaing atau berkompetisi itu, tidak tumbuh atau hadir dengan sendirinya. Kemampuan itu harus ditumbuhkan dan kemudian dikembangkan secara serius.  Kemampuan bersaing juga bukan bakat atau talenta, tetapi kapasitas diri yang harus dibangun, ditumbuhkan dan dikembangkan.

Dikatakan demikian, karena untuk mampu bersaing diperlukan kompetensi dasar, dan proses latihan. Kompetensi dasar adalah Sikap dasar untuk berkompetisi. Karena dari tiga hal  atau ranah yang kita kembangkan dari sebuah proses pembelajaran, yakni ranah kognitif, psikomotoris dan affective, maka affective menjadi dasar untuk bisa atau mampu melakukan sesuatu.

Idealnya, setiap orang akan mampu berkompetisi ketika ketiga ranah itu kuat. Misalnya, karena banyak tahu atau menguasai materi, ia akan mampu merespon pertanyaan atau apa yang diperintahkan kepadanya untuk dilakukan. Kalau ia banyak tahu, maka ia akan mudah merespon dan bersaing.

Namun, tidak cukup hanya dengan ranah kognitif, atau pengetahuan saja, tetapi harus mampu atau  melakukannya. Untuk mampu melakukan ini, dibutuhkan ketrampilan agar bisa membuat atau melakukan sesuatu.

Seseorang akan bisa atau mampu melakukan sesuatu, ia harus memiliki sejumlah pengetahuan tentang apa yang akan dikuasasinya (mastery). Namun kedua ranah tersebut sering tidak berarti apa-apa, abila tidak didukung oleh ranah affective.

Dalam sebuah proses pembelajaran, apakah dalam proses persekolahan, proses sebuah training, sesungguhnya dari proses pembelajaran tersebut tiga ranah itu , kognitif, affective dan psikomotoris yang ingin diubah.

Secara sederhana, sebuah proses pembelajaran ingin mengubah kapasitas peserta didi dari tidak tahu, menjadi tahu. Dari tidak bisa atau tidak mampu, menjadi bisa atau mampu dan ke tiga, mengubah sikap peserta didik dari tidak mau, menjadi mau.

Bila kita telusuri apa yang sudah dilakukan oleh guru atau pedidik di sekolah, mungkin mereka, guru sudah berhasil mengubah peserta didik dari tidak tahu menjadi tahu, atau dari pengetahuan yang sedikit, berubah menjadi banyak pengetahuan mereka. Bisa jadi, saat ini para guru kita pun sudah berhasil mengubah kemampuan peserta didik dari tidak bisa menjadi bisa atau terampil.

Namun, jujur saja, bila kita evaluasi dan analisis, dunia pendidikan kita masih belum berhasil mengubah sikap peserta didik dari tidak mau, menjadi mau. Penyebabnya, pasti tidak tunggal.

Artinya, banyak faktor yang menyebabkannya. Realitas kontemporer, output dari lembaga pendidikan kita banyak yang tidak mau dan tidak mampu bersaing.

Oleh sebab itu, orang tua harus mau memberikan peran untuk membantu sekolah mampu menyiapkan peserta didik di sekolah mau dan mampu berkompetisi, di sekolah dan di luar sekolah lewat kegiatan-kegiatan perlombaan yang diselengarakan oleh banyak pihak. Ada banyak kompetisi yang bisa diikuti oleh anak-anak kita, mulai dari lembaga pendidikan yang kita sebut PAUD hingga Perguruan Tinggi.

Untuk anak didik yang masih duduk di PAUD kita hendaknya bisa sering-sering mengajak anak untuk ikut bersaing dalam berbagai kompetisi di ringfkat anak-anak. salah saru contoh adalah kompetisi atau lomba mewarnai.

Agar anak-anak siap mengikuti lomba mewarnai, orang tua jangan pernah segan untuk menyediakan alat-alat atau buku-buku mewarnai, pensil atau cat warna agar anak mau mewarnai. Akan sangat membantu, ketika kegiatan mewarnai anak didorong dengan mengajak anak untuk ikut lomba.

Semakin sering anak ikut lomba, maka semakin meningkat kompentensi anak untuk berkompetensi. Bukan hanya lomba mewarnai, begitu juga dengan lomba-lomba yang lain.

Semakin sering kita mengikutsertakan anak dalam berbagai lomba, maka akan semakin banyak pengalaman lomba yang dimiliki, hingga mampu menguasai teknik dan strategi bersaing.

Nah, video di atas meripakan salah satu upaya untuk menyiapkan anak-anak tahu, bisa dan mau bersaing dalam berbagai lomba. Cobalah simak, apa yang diceritakan oleh Ananda Nayla yang sedang bersaing dengan lebih seratus anak dalam lomba mewarnai.

Ia dulunya tidak mau bersaing, namun setelah mengikuti beberapa lomba, ia pun semakin suka berlomba, bersaing untuk menjadi pemenang.  Kuncinya adalah membangun sikap mental, yakni kemauan untuk bersaing atau berkompetisi.

Silakan simak videonya dan apa pendapat anda?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun