Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Menulis yang Tergesa-Gesa

21 Maret 2019   19:00 Diperbarui: 21 Maret 2019   19:58 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Oleh Tabrani Yunis 

Kata Prof Irwan Abdullah dati UGM Jogja dalam sebuah kesempatan bertemu beliau di Banda Aceh pada tanggal 5 Maret 2019, menulis itu adalah tradisi. Hal ini dinyatakan dalam diskusi penyiapan pelatihan riset dan penulisan karya ilmiah di ruang memorial perdamaian Aceh.

Hal itu, juga diungkapkan kala beliau menyajilan materi di hari pertama pelatihan riset dan menulis karya ilmiah pada tanggal 6 Maret 2019.

Ungkapan ini, mengingatkan kita pada beberapa judul buku yang pernah ditulis dan diulas oleh para penulis terkenal di tanah air, seperti Arswendo Atmowiloto, Eka Budianta dan lain-lain yang mengatakan bahwa menulis itu gampang, menulis itu mudah dan sebagainya.

Ungkapan itu juga mengingatkan kita pada sejumlah ungkapan atau pameo menarik dalam masyarakat kita dan bahkan dalam tatanan masyarakat global.

Selain itu, kita juga sering mendengar ungkapan atau pepatah lama yang berbunyi, lancar kaji karena diulang, pasal jalan karena dilalui.

Bukan hanya itu, ada lagi ungkapan lain yang memberikan makna yang sama seperti, alah bisa, karena biasa. Kemudian, dalam ungkapan masyarakat global, kita sering pula mendengar ungkapan "the key of learning is practice", Practices make perfect dan lain-lain.

Semua ungkapan ini terkait dan menguatkan ungkapan menulis itu tradisi dan harus dibiasakan. Jadi sangat benar bahwa segala sesuatu itu akan mudah dilakukan apabila kita sering dan terus melakukan dan melakukannya sebagai sebuah kebiasaan, menjadi tradisi. Kalau sudah menjadi tradisi, segalanya menjadi mudah. Tidak percaya? Lihatlah bagaimana kita bisa naik sepeda. 

Ya, begitulah sebenar apa yang terjadi dengan menulis. Bagi orang-orang yang sudah membiasakan diri menulis, menjadikan menulis sebagai sebuah tradisi atau kebiasan, maka di situlah rasa mudah menulis itu diperoleh.

Seperti disebutkan di atas, orang-orang yang sudah merasakan menulis itu mudah atau gampang, karena sudah terbiasa menulis, sudah menjadikan kegiatan menulis sebagai kebiasan sehari-hari (habitual activities). Kalau pun ada hambatan, hanyalah hambatan tertentu saja.

Lebih dahsyat lagi, bagi yang sudah membiasakan menulis tersebut, kegiatan menulis adalah sebuah kebutuhan. Ya, writing is a need. Bayangkan, apa yang akan terjadi kalau menulis sudah dinyatakan sebagai kebutuhan? Nikmat bukan? Ya, sangat enak. Sebab, kalau tidak menulis, terasa tidak enak badan. Tak ubahnya kalau tidak makan, perut akan lapar. 

Namun, ketika kita sudah terbiasa dan menjadi tradisi, seringkali pula kita lupa dan abai terhadap hal-hal yang penting. Misalnya, karena ingin cepat-cepat memuat atau membuat postingan, atau ingin cepat-cepat mengirimkan ke redaksi sebuah media cetak atau media online, tulisan tersebut tidak lagi dibaca ulang atau disunting dahulu, lalu mengirimkan ke media.

Sehingga, kesalahan ketik, kalimat berulang, tanda baca dan sebagainya tidak dikoreksi. Sehingga, tulisan yang disajikan terasa tidak enak dibaca. Para pembaca banyak yang terganggu dengan kesalahan dan kekurangan tersebut.

Padahal, ketika kita menulis dan mengirimkan tulisan tersebut ke media cetak atau online, kita berharap tulisan kita tersebut bisa dimuat di surat kabar atau media online. Sayangnya tidak dimuat, lalu kita salahkan media tersebut dengan berbagai dugaan kita. 

Sementara setiap media cetak dan sejumlah media online memiliki kriteria untuk memuat tulisan yang masuk ke meja redaksi. Kita pun akan kecewa dan bisa mengurangi selera menulis. 

Kalau pun tulisan kita dimuat, maka kerjanya editor menjadi berat. Banyak media yang tidak mau repot dengan tulisan kita. Kecuali di media yang tidak ketat, bisa saja tulisan kita dimuat. Apalagi kalau kita bisa posting tulisan sendiri, seperti di Kompasiana, maka kesalahan itu tetap begitu. Risikonya adalah tulisan kita akan tidak banyak dibaca. 

Menulis pada hakikatnya adalah sebuah proses yang menuntut kesabaran dan ketelatenan. Ketika tulisan kita ditulis dengan baik, rapi serta tertib berbahasa, maka biasanya akan sangat suka dibaca oleh orang atau pembaca. Semakin tertib seseorang itu menulis, biasanya semakin banyak orang yang membaca tulisannya.

Harus kita akui bahwa kita akan sangat senang kalau banyak orang yang membaca tulisan kita. Kita bisa mendapat kepuasaan batin dengan menulis, ketika semakin banyak orang yang membaca dan mengambil pelajaran pada tulisan kita tersebut.

Oleh sebab itu, apabila ingin tulisan kita bisa dibaca dan dinikmati oleh banyak orang, hindarilah menulis dengan cara tergesa-gesa, atau terburu-buru. Bersabarlah sedikit, dan jangan malas untuk membaca ulang setelah semua selesai ditulis. Dengan cara ini, tulisan kita juga akan mudah dimuat di sebuah media cetak atau media online. 

Di samping itu pula, setiap tulisan kita, terutama tulisan yang menyangkut dengan orang lain, aka nada risiko. Contoh kecil saja adalah kesalahan ketik nama seseorang, atau pangkat, jabatan maupun gelar seseorang.

Bisakah dibayangkan apa yang akan terjadi? Paling kurang, kita akan bertanya, apa reaksi kita bila nama kita salah ditulis dalam tulisan tersebut.

Sebagai contoh, nama penulis yang bisa dibubuhkan di bawah judul tulisan. Kesal, bukan? Maka, sekali lagi. Jangan  terbawa perilaku atau sikap ingin cepat siap atau selesai.

Sikap tergesa-gesa atau terburu-buru itu tidak baik, bisa merugikan diri sendiri dan juga merugikan orang lain. Agar kita puas dengan hasil tulisan kita, selayaknya kita bersabar, lebih teliti dan tetaplah melakukan editing atau menyunting tulisan. Kalau kita merasa senang dan enak membacanya, Insya Allah orang lain juga akan senang membaca tulisan kita. Mari kita mulai menulis dan mengirim tulisan ke media dengan tidak tergesa-gesa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun