Lebih lama lsebelum itu,  Center for Community Development and Education ( CCDE)  Banda Aceh yang berdiri pada tanggal 30 November 1993 itu sejak awal berdiri bekerja untuk membangun dan meningkatkan kemampuan  literasi di kalangan perempuan dan anak.Â
Selain memotivasi dan melatih para perempuan dan anak dengan kemampuan menulis, lembaga ini mulai tahun 2003, setelah melatih 25 perempuan akar rumput dari 5 kabupaten di Aceh saat itu, kemudian menerbitkan majalah POTRET sebagai media belajar membaca dan menulis dan media ekspresi serta advokasi.Â
Selain menerbitkan majalah POTRET, CCDE juga kemudian menerbitkan majalah Anak Cerdas yang diterbitkan dalam rangka membangun gerakan berkarya sejak dini di kalangan anak-anak di Aceh dan Indonesia.Â
Selain menerbitkan dua majalah dan kini juga terbit dalam platform online, CCDE sejak tahun 2003 telah akatif membangun taman bacaan rakyat, seperti Taman Bacaan Rakyat Iqra di Manggeng, Aceh Barat daya serta lebih kurang 5 taman bacaan lain yang dibangun pada tahun 2006 yang masing-masing berada di kecamatan Labuhan haji, Aceh Selatan dan di wilayah kecamatan Manggeng di Aceh Barat Daya.Â
Tentu saja bukan hanya itu, karena semangat dan tekad membangun gerakan literasi tidak boleh berhenti, maka hingga kini CCDE dengan majalah POTRET dan majalah Anak Cerdasnya, kini melakukan kegiatan hibah bacaan untuk taman bacaan --taman bacaan serta sekolah yang membutuhkan bacaan yang ada di Aceh dan wilayah Indonesia.Â
Para pegiat literasi, baik individu maupun organisasi merasa sangat penting untuk membangun budaya literasi anak negeri, agar semua generasi bangsa ini memiliki kemampuan literasi yang tinggi untuk mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain yang sudah lebih dahulu terbangun dari tidur. Para pegiat literasi di negri ini merasa prihatin dengan kondisi kualitas manusia Indonesia yang budaya literasinya sangat rendah ini.Â
Wajar saja, kalau Pihak pemerintah, sebagai pihak yang memiliki tanggung jawab dan pemeran utama dalam memberikan pendidikan kepada rakyat Indonesia, kemudian semain sadar akan pentingnya upaya peningkatan kemampuan literasi masyarakat sekolah, guru dan peserta didik.Â
Akhirnya  Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, meluncurkan gerakan literasi sekolah (GLS) atau (Gelis) dan selaligus menerbitkan payung hukum dengan mengeluarkan Permendikbud nomor 23 tahun 2015 tentang penumbuhan budi pekerti yang salah satu hal pokok yang tertuang dalam peraturan tersebut yaitu kewajiban membaca buku nonteks pelajaran selama 15 menit sebelum jam pembelajaran dimulai setiap hari di sekolah. Berdasarkan amanat itu, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Ditjen Dikdasmen) meluncurkan program Gerakan Literasi Sekolah (GLS).Â
Tempo.co edisi 28 April 2017 menyebutkan bahwa Gerakan literasi di sekolah diwujudkan melalui upaya mendekatkan buku dan siswa dengan adanya sudut baca kelas, lingkungan kaya literasi dengan hadirnya pojok baca di lingkungan sekolah, dan revitalisasi perpustakaan dengan beragam kegiatan penunjang pembelajaran.Â
Sekolah juga didorong untuk mengembangkan berbagai kegiatan literasi sesuai dengan kondisi dan kebutuhan. Untuk memastikan program-program GLS berjalan optimal, sekolah juga ditekankan membentuk Tim Literasi Sekolah.Â
Tentu saja, apabila budaya membaca di sekolah bisa tumbuh dan berlangsung dengan berlanjut,akan mampu meningkatkan kemampuan literasi peserta didik di sekolah yang selama ini dirasakan masih rendah itu .