Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bonus Demografi, "The Window of Opportunity" yang Menggalaukan

29 Desember 2018   09:02 Diperbarui: 29 Desember 2018   09:29 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Oleh Tabrani Yunis 

Bangsa Indonesia selama ini mendapat giliran untuk memperoleh bonus di bidang kependudukan yang sering disebut-sebut dengan bonus demografi. Bonus itu akan menjadi milik bangsa Indonesia yang diperkirakan terjadi pada kurun waktu di tahun 2012 hingga 2045 nanti dimana jumlah penduduk produktif yang akan dimiliki oleh bangsa ini mencapai angka 65 persen dari total penduduk Indonesia. Tentu saja bonus ini adalah sebuah peluang terbaik bagi bangsa Indonesia, apalagi bonus yang diterima ini bukanlah datang dengan tiba-tiba atau secara otomatis, tetapi hasil dari usaha-usaha atau upaya keras pemerintah Indonesia, lewat sebuah badan yang kita kenal dengan sebutan BKKBN itu. 

Ya, harus diakui bahwa BKKBN telah menorah prestasi dalam mengendalikan jumlah penduduk di Indonesia sejak puluhan tahun lalu. Oleh sebab itu, perolehan bonus demografi ini menjadi peluang emas bagi bangsa Indonesia. Wajar kalau disebut sebagai window of opportunities.  

Kita patut berbangga dan berbahagia dengan bonus demografi yang kita peroleh. Karena ini adalah sebuah prestasi yang membuka kesempatan atau peluang bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa yang besar, menjadi bangsa yang secara ekonomi berada pada peringat ke 7 dunia pada tahun 2030 nanti. 

Bonus demografi adalah modal besar, karena tingginya jumlah penduduk usia produktif yang merupakan angkatan kerja yang akan bisa membangun dan membangkitkan geliat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang akhirnya meningkatkan kualitas bangsa. 

Dikatakan demikian, karena bonus demografi membawa pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan. Tentu akan terwujud apabila bangsa ini mampu memanfaatkannya dengan benar. 

Nah, kunci yang harus dimiliki lagi setelah Indonesia memperoleh bonus demografi ini adalah pada kemampuan bangsa Indonesia untuk memanfaatkannya. Kita harus ingat bahwa sebagai the window of opportunities, peluang ini memang harus benar-benar bisa dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia. 

Tidak boleh dibiarkan berlalu dan tidak dimanfaatkan secara maksimal. Apalagi bonus ini dikatakan hanya terjadi satu kali dalam sejarah perjalanan populasi. Jadi, secara ideal  ini adalah sebuah kesempatan emas, kesempatan yang sangat baik dan tidak boleh dibiarkan berlalu begitu saja.

Kita boleh saja  merasa bahagia, suka, senang bercampur gembira dengan datangnya masa bonus demografi di negeri ini.  Namun, kita tidak boleh lupa bahwa untuk memanfaatkan bonus itu, bangsa Indonesia harus memiliki kemampuan atau kapasitas dasar yang prima dalam memanfaatkan bonus demografi yang menjadi the window of opportunities itu. 

Kemampuan-kemampuan  tersebut adalah kemampuan literasi, temasuk literasi kependudukan, kapasitas entrepreneurship, semangat bersaing atau competitive spirit untuk bangkit menjadi bangsa yang besar merupakan beberapa kunci yang harus dipersiapkan menghadapi diperolehnya bonus demografi ini. 

Maka, apabila kesempatan ini tidak bisa dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia, ke depan bangsa ini hanya akan menuai bencana. Padahal, bonus demografi adalah berkah. Namun, ketika bonus itu tidak bisa dipergunakan dengan sebaik mungkin, yang terjadi adalah musibah. 

Kiranya, di tengah kegembiraan kita yang memperoleh bonus demografi, sesungguhnya banyak hal yang membuat kita galau dalam menyambut hadirnya bonus demografi tersebut. Ya, kendatipun kita memiliki bonus demografi yang menjadi the window of opportunities itu, bangsa kita masih menyimpan banyak persoalan kependudukan.  

Walau indeks pembangunan Manusia (IPM) kita mengalami peningkatan menjadi 70.81 pada tahun 2017, kita masih harus berjuang keras.  Kita  memang memiliki jumlah penduduk yang besar, yang menurut data supas 2015 berjumlah 255.182.144 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebesar 52.25% dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 47.75% yang menempatkan Indonesia berada pada posisi ke empat dengan jumlah penduduk terbesar setelah Cina, India dan Amerika. 

Namun, dari jumlah penduduk yang begitu besar, secara kuantitas kita memang, tetapi secara kualitas kita masih jauh di belakang. Lihat saja latar belakang pendidikan bangsa kita saat ini. Sebesar 40.423.036 jiwa berlatar belakang pendidikan SD,SMP dan SMA. Sementara yang berpendidikan mahasiswa hanya  6.585.600 orang. 

Dari total jumlah penduduk usia 5-24 tahun, seperti yang dipresentasikan oleh Ahmad Taufik, Direktur Kerjasama Pendidikan kependudukan, BKKBN Nasional di hotel Arabia, Banda Aceh mencatat ada 52.16 persen yang berstatus sebagai pelajar dan mahasiswa. Tingkat pendidikan angkatan kerja kita masih 10.5 persen yang lulusan Diploma dan Universitas, 37.5 persen SMP dan SMA dan 52 persen SD dan di bawahnya. Kondisi ini masih menjadi tantangan berat, bukan? 

Semakin berat tantangannya apabila kita melihat kemampuan literasi bangsa kita yang masih rendah dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Sebagaimana yang pernah kit abaca di banyak literature tentang kemampuan literasi kita yang dikeluarkan dalam  data statistik dari UNESCO, Indonesia berada di peringkat 60 dari total 61 negara. Ini membuktikan bahwa tingkat literasi  Indonesia sangat rendah. 

Sebuah fakta memilukan yang memperlihatkan betapa rendahnya minat baca bangsa kita dibandingkan dengan Singapura dan Malaysia.  Bila minat baca rendah, akan berpengaruh pada budaya membaca yang rendah dan akhirnya melahirkan generasi bangsa yang memiliki kemampuan literasi yang rendah. Dalam kondisi semacam ini, bagaimana Indonesia bisa memanfaatkan bonus demografi yang kini ada di depan mata? 

Rendahnya kemampuan literasi anak bangsa ini, akhir-akhir ini juga dapat kita lihat ketika pemerintah membuka lowongan kerja, tetapi para calon PNS tersebut harus melewati passing grade yang diberlakukan dalam proses seleksi. Fakta memilukan, banyak CPNS yang gugur dan tidak mampu lulus. 

KOMPAS.com -- 12/11/18 melansir " Deputi Bidang Sistem Informasi Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara ( BKN) Iwan Hermanto menuturkan bahwa tingkat kelulusan peserta calon pegawai negeri sipil atau CPNS 2018 dalam tahap seleksi kompetensi dasar (SKD) sangat rendah. 

Berdasarkan data sementara yang diterima BPN per Jumat (9/11/2018) siang, diketahui masih banyak formasi jabatan yang belum terisi baik di tingkat pemerintah pusat maupun daerah. Artinya, hanya sedikit peserta CPNS yang memenuhi passing grade atau ambang batas kelulusan untuk maju ke tahap seleksi selanjutnya atau seleksi kompetensi bidang (SKB). 

Dengan demikian, jumlah peserta CPNS yang lolos ke tahap selanjutnya masih belum memenuhi jumlah PNS yang dibutuhkan pemerintah pada tahap SKB. Rendahnya tingkat kelulusan CPNS tahun 2018 ini, bisa jadi dikarena tingginya passing grade dan sulinya soal yang diberikan. 

Namun tingginya grade dan tingkat kesulitan soal ujian itu tidak akan menjadi masalah, apabila kemampuan literasi masyarakat kita tinggi. Namun karena umumnya masyarakat kita, para pencari kerja semakin hari semakin malas membaca, semakin rendah budaya dan daya membaca, maka system seleksi yang seperti ini menjadi batu sandungan. 

Fakta membuktikan daya saing masyarakat kita masih sangat rendah. Oleh sebab itu, bila kita melihat realitas ini, relaitas daya saing yang rendah, apakah arti bonus demografi yang kita peroleh ini? 

Wajar saja bila BKKBN, khususnya Perwakilan BKKBN Provinsi Aceh merasa khawatir melihat kondisi ini. Sehingga, Perwakilan BKKBN Aceh melakukan penelitian untuk mencari model solusi  pengendalian dampak kependudukan di kota Banda Aceh. 

Kegiatan penelitian yang telah beberapa kali dijadikan bahan diskusi oleh BKKBN Aceh dengan menghadirkan narasumber Dr. Edy Gunawan, M.Ec yang juga ketua IPADI Aceh. Selain itu juga menghadirkan beberapa nara sumber lain sebagai pembanding dan pengayaan bagi penelitian itu. 

Sebuah penelitian penting agar bonus demografi yang kita peroleh bisa menjadi berkah, bukan menjadi musibah, karena kita kalah bersaing dengan tingkat jumlah penduduk usia produktif yang melimpah.  Oleh sebab itu, agar jumlah penduduk usia produktif yang besar jumlahnya itu tidak menjadi beban pemerintah, tidak menjadi penganggur produktif serta menjadi generasi usia produktif yang kalah bersaing. 

Pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat Indonesia harus menyiapkan generasi bangsa menjadi bangsa yang memiliki kemampuan literasi yang tinggi, memiliki ketrampilan yang berlandasakan pada kreatifitas dan inovasi, serta memiliki kemampuan entrepreneurship yang mumpuni, sehingga dengan semua kemampuan ini, generasi bonus demografi yang kita sebut generasi milenial yang hidup di era generasi 4.0 bisa bersaing secara produktif dalam memanfaatkan bonus demografi  sebagai window of opportunity. 

Jangan biarkan bonus demigrafi sia-sia, karena bila generasi milenial, generasi Z ini dipersiapkan dengan benar dan sungguh-sungguh, mereka akan mampu meraup keuntungan berupa dampak  kesejahteraan social dan ekonomi, ketika angka ketergantungan semakin rendah dan menang bersaing.  

Selayaknya kita segera menyiapkan diri agar bisa memanfaatkan bonus dimografi yang menjadi jendala kesempatan bagi bangsa ini untuk membangun negeri dengan peluang bonus yang sangat besar tersebut. Banyak cara untuk menyiapkan bangsa ini. 

Semuanya berawal dari menyiapkan diri setiap individu, keluarga dan masyarakat. Tugas untuk menyiapkan bangsa ini, bukan hanya menjadi tugas pemerintah, BKKBN, lembaga pendidikan dantetapi menjadi tugas dan kewajiban semua elemen bangsa, apalagi dunia usaha. 

Bagi dunia usaha, keberadaan bonus demografi ini adalah peluang untuk meningkatkan produktivitas usaha serta daya saing. Mari kita bangun dari mimpi buruk, membuka jendela kesempatan yang sudah ada di tangan kita dengan saling bersinergi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun