The chocolate Kingdom, bagiku bukan tempat yang cukup menarik bagiku untuk aku kunjungi, tetapi berbeda dengan kedua anakku, Ananda Nayla dan Aqila Azalea Tabrani Yunis. Bagi mereka, melihat coklat, apalagi berada di dalam chocolate kingdom, mereka merasa histeris dan ingin bisa membeli coklat sebanyak-banyaknya.Â
Mereka, belum mengerti makna perbedaan harga dalam ringgit dengan rupiah. Apalagi ketika mereka melihat harga coklat hanya 150 ringgit, lalu dalam benan mereka ya sama saja dengan Rp 150,-. Padahal tidak.
Pertanyaan ini muncul, karena aku teringat dengan pengalamanku berkunjung ke pabrik coklat di Swiss pada bulan Agustus 2005. Pertanyaan yang sama, adalah dari mana bahan baku kakao untuk membuat coklat di Swiss itu. Aku yakin, bahwa banyak bahan kakao untuk membuat coklat itu datang dari negaraku Indonesia.Â
Ya, sudahlah. Tapi ini adalah pelajaran penting. Walau sebuah Negara tidak mempunya tanaman kakao di negaranya, tetapi mereka bisa menanam kakoa di negera lain, termasuk Indonesia. Ya lihat saja bagaimana mereka menanam sawit di tempat kita. Atas nama investasi, apapun bisa dilakukan. Selain itu, aku juga melihat, siapa yang paling menggeliat dalam menjalankan binis seperti the chocolate kingdom ini. Orang Melayu? Hmm, tunggu dulu.
Hal kedua yang menjadi catatan penting bagiku adalah bagaimana the chocolate kingdom menjual produk coklatnya yang dibeli oleh setiap pengunjung yang datang berombongan dan silih berganti. Aku membayangkan banyaknya omset penjualan yang hanya dengan mendatangak para wisatawan ke tempat itu.Â
Maka, ketika melihat ramainya wisatwan yang datang, aku kala berada di ruang-ruang display coklat di the Chocolate Kingdom, pikiraanku melayang ke Aceh. Ya, pabrik coklat Socolate di Paru, Pidie jaya, Aceh. Ya, andai saja  orang datang ke pabrik coklat di Paru, Pidie jaya itu seperti yang datang ke the Chocolate Kingdom itu, pasti pabtik coklat di Paru, Pidie jaya itu akan benar-benar Berjaya.
 Nah, tulisan ini sebenarnya bukan ingin bercerita panjang lebar tentang the chocolate kingdom itu, tetapi tentang banyak hal lain. Tentu saja tentang semua objek wisata yang telah dan bakal dikunjungi termasuk batu cave. Oleh sebab itu, selain masa kunjungan sambil belanja coklat itu, harus cepat selesai, ada objek wisata menarik lain yang perlu dikunjungi.
 Usai berbelanja coklat di The Chocolate Kingdom bersama rombongan tour yang dilakukan oleh Alsa Trvel ini, bus persiaran yang kami tumpangi melaju meninggalkan kota Kuala Lumpur. Bus Persiaran melaju dengan cepat dan lancar lewat jalan yang tidak berlubang-lubang itu. Kami bergerak menuju sebuah objek wisata sejarah yang dikenal dengan gua batu atau batu cave. Sebuah objek wisata yang ramai dikunjungi orang. Konon, tempat ini disebut-sebut sebagai tempat wisata yang sangat popular di Selangor, Malaysia.
 Ketika bus persiaran mendekat dengan batu cave, dari kejauhan tampak sebuah patung besar berwarna emas berdiri tegak di sebelah kanan jalan yang kami lewati. Tampak banyak sekali orang yang datang berkunjung ke tempat ini. Terbukti, batu cave sebagai lokasi kuil Hindu, Batu cave  mampu menarik perhatian ribuan umat dan terutama selama festival tahunan agama Hindu, Thaipusam.Â
 Menurut informasi yang terkumpul,  Batu cave yang berbentuk bukit kapur yang terletak sebelah utara Kuala Lumpur, mempunyai tiga gua utama yang berfungsi sebagai kuil dan tempat pemujaan agama Hindu.Â