Anak-anak yang sudah duduk berjejeran tampak sangat antusias untuk mengikuti acara, yang berbeda dengan hal yang selama ini mereka dapatkan di kelas. Mereka duduk dengan tertib dan sopan. Ya, wajar saja begitu tertib dan sopan, karena sekolah ini adalah sekolah yang sangat menegakan pendekatan karakter dan Islami. Â
Aku pun kemudian merasa kaget, karena aku sendiri dipanggil Ustad, ya Ustad Tabrani Yunis. Aku merasa agak sedikit risih, karena biasanya aku disebut atau dipanggil Pak atau pak Guru. Aku harus menyesuaikan dengan mereka, karena memang untuk semua guru di sekolah ini anak-anak menyebutkannya dengan istilah ustad dan ustadzah.
 Apa yang pertama penulis gali dari anak-anak adalah menggali informasi tentang kebiasaan membaca mereka. Dari hasil investigasi tersebut, teridentifikasi bahwa para murid di sekolah ini sudah memiliki kebiasaan dan budaya membaca yang bagus. Mereka sudah mempraktikan kegiatan membaca 10-15 menit setiap hari, sebelum jam pertama dimulai. Lebih menarik lagi, ternyata hampir semua anak sudah membaca buku-buku dengan tuntas. Bukan seperti siswa SMA atau mahasiswa yang membaca hanya pada bagian-bagian penting yang dianggap akan keluar dalam soal ujian yang dibuat oleh guru. Ini adalah hal yang sangat positif dan membantu proses latihan menulis dalam kegiatan ini.
Â
Memang benar, hal ini terbukti, ketika aku mencoba mengecek apakah mereka selama ini sudah punya karya berupa gambar, puisi, cerita atau komik dan lainnya, aku menemukan hal itu denga mudah di tangan mereka masing-masing. Jadi, potensi ini meripakan potensi yang memudahkan aku dalam memfasilitasi di ruangan itu.Â
Alhamdulillah, ini juga kondisi yang aku inginkan terjadi. Karena mereka sangat antusias dan patuh, proses kegiatan berjalan dengan sangat bersemangat. Apalagi, selama ini menjadi kebiasaanku memberikan hadiah atau reward kepada anak-anak yang berhak diberikan hadiah, misalnya punya karya dan mau membacakan karyanya ke depan, atau ketika ia cepat siap menyelesaikan tugas menulis yang diberikan, mereka mendapat hadiah dan akhirnya mereka berlomba-lomba mengerjakan tugas yang diberikan. Hadiahnya sederhana dan berkorelasi.Â
Aku memberikan sejumlah majalah Anak Cerdas kepada mereka yang tampil atau memenuhi kriteria dapah hadiah.
Sebagai pegiat literasi, aku bersama lembagaku Center for Community development and Education (CCDE) Banda Aceh harus konsisten. Bukan hanya, memotivasi, tetapi membimbing, menyediakan media untuk publikasi karya anak-anak di majalah Anak Cerdas cetak dan online, serta memberikan mereka reward baik dalam bentu bacaan maupun uang bagi tulisan yang dimuat, dikala dana tersedia.Akhirnya, acara ditutup pada pukul 12.15 WIB.Â
Aku pun bisa istirahat dan merasa sangat lega dan bersyukur kepada Allah, karena sudah bisa menjalankan misi penyebaran virus literasi yang dimaksudkan untuk mencerdaskan generasi, termasuk generasi Qurani di SDIK Nurul Quran ini. Alhamdulillah.
 Eh, ada yang menghebohkan. Banyak anak yang datang mengerumuniku meminta tanda tangan. Aku tiba-tiba bagai artis yang datang ke sebuah daerah, lalu diminta tanda tangan. Mana sanggup untuk melayani semua. Maka, agar mereka tidak kecewa, aku sempat memberikan tanda tangan dan alamat email agar mereka bisa mengirimkan karya mereka ke majalah Anak Cerdas kapan saja. Alhamdullilah.