Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bergerak Cepat Menebar Virus Literasi di Aceh Besar

10 November 2018   07:02 Diperbarui: 10 November 2018   14:28 737
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sore itu, Kamis 8 November 2018, menjelang maghrib  sepulang menjemput anakku Ananda Nayla dari kegiatan mengaji di masjid Al Badar, Lampienung, Banda Aceh, aku bersama Nayla bergegas pulang. Namun, isteri menelpon agar pulang ke rumah di Lampouh Keude, Lam Ateuk, Aceh Besar untuk mengambil pakaian yang sudah dicuci beberapa hari lalu. 

Setiba di Cot Iri, HP yang kuletakan di dashboard mobil berbunyi. Aku melihat, ternyata ada panggilan dari seorang sahabat di Meulaboh yang meminta aku menyediakan waktu pada tanggal 22 November 2018 untuk datang ke Meulaboh, Aceh Barat. 

Ia memintaku untuk memfasilitasi dan memotivasi para pelajar di Aceh barat di bidang literasi, sekaligus meminta aku mengalokasikan waktu. Insya Allah. Bila Allah memberikan waktu dan kesehatan, aku akan ke Meulaboh. Begitu jawabku.

Belum lama berselang, ketika aku memacu mobil untuk ke rumah, setiba di jembatan Cot Iri, HP-ku kembali bordering. Aku menoleh dan melihat ada panggilan dari Pak Rusydi yang bertugas di Dinas Pendidikan Aceh Besar. 

Rupanya, ia melihat mobil POTRET yang sedang melaju di atas jembatan. Pak Rusydi ternyata menelpon dari sebuah warung kopi yang letaknya di tepi sungai. Ia meminta aku berhenti ke warung tersebut. Namun karena sudah maghrib, aku minta izin pulang ke rumah dahulu dan akan balik ke warung usai salat maghrib bersama anakku Ananda Nayla di rumah.

Mengingat ada janji yang aku harus penuhi, usai salat aku segera melaju ke warung kopi yang tampak asri itu. Setiba di warung, aku agak kaget, karena di meja yang letaknya di sisi sungai itu, sudah ada Pak Silahuddin, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Aceh Besar. 

Aku bertanya ada apa gerangan sampai berkumpul di warung kopi. "Kita bicara soal literasi Pak. Ya, rencana kita membangun gerakan literasi di Aceh Besar". 

Bagai gayung bersambut, batinku. Maka, dengan semangat membara, aku menanggapinya. Karena memang yang seperti itu yang sangat aku sukai.

Di ujung pertemuan usai maghrib itu, kami ingin agar membangun gerakan literasi itu, bukan hanya janji dan ilusi, tetapi bukti. Oleh sebab itu, kita harus ada aksi, agar ada bukti. Ternyata, benar. Pak Kadisdikbud ini memberi respons positif. 

Ia bertanya kapan ada waktu? Saya katakan bisa kapan saja. Sementara Pak Rusydi bergerak lebih cepat, ia malah sudah menyiapkan dua sekolah untuk aku kunjungi atau datangi. 

Ia malah berkata, besok kita di SMP Negeri 3 Ingin Jaya, Aceh Besar dan hari Sabtu di SD Negeri Bungcala, dekat bandara Sultan Iskandar Muda. Bapak siap? Tanya pak Rusydi. Dengan sigap aku katakan " Siap". Artinya pintu masuk untuk menebarkan virus literasi di Aceh Besar sudah dibuka.

Hanya berselang semalam, akhirnya pada pagi Jumat, hari ini aku melaju menuju SMP Negeri 3 Ingin Jaya, Aceh Besar yang jarak tempuh dari kantor majalah POTRET sekitar 10-12 menit, tergantung kecepatan laju kenderaan. Kebetulan aku hanya memacu kecepatan hanya 60-80 km/jam, karena bukan di dalam kota, tetapi di pinggir kota Banda Aceh yang masih belum mengalami kemacetan. 

Berbeda dengan kota Banda Aceh yang kian hari ini kian padat dengan kenderaan, roda dua, roda tiga dan roda empat. Sehingga kondisi kenderaan di kota ini pun sudah semakin ramai dan membuat suasana berkenderaan sudah tidak enak lagi. Apalagi kalau banyak orang yang tidak sabar, pasti semrawut, saling ingin mendahului dan sebagainya.

Dok.Pribadi
Dok.Pribadi
Layu Sebelum Tumbuh
Pokoknya, aku merasa bersyukur saja, bisa sampai ke sekolah ini tepat waktu. Rasa syukur lain, aku mendapat tambahan jam terbang. Hmm, boleh ya mengambil istilah jam terbang yang biasanya menjadi miliknya pilot pesawat. 

Aku bertambah jam terbang karena ini adalah sekolah baru yang belum pernah menjadi objek dari pencarian. Namun, kedatanganku dan pak Rusydi ke sekolah itu, bukan untuk menambah jam terbang.

Untuk apa banyak jam terbang apabila tidak membawa perubahan pada diri sendiri dan juga pada anak-anak atau orang-orang bahkan guru yang akan dikunjungi dan diintervensi. 

Padahal, niat awal atau impian awal adalah untuk membangun gerakan literasi. Paling tidak ingin mengubah tiga domain. Ketiga domain atau ranah itu adalah ranah pengetahuan (cognitive), ranah sikap (affective) dan ketrampilan (psychometric). 

Ya itu adalah hakikat sebuah pembelajaran dari sebuah kegiatan belajar, baik melelui training, maupun proses pembelajaran yang berlangsung setiap hari di sekolah. Strategi yang digunakan adalah lewat upaya memotivasi anak untuk mau dan gemar membaca, sebagai basis peningkatan pengetahuan, perubahan sikap dan peningkatan ketrampilan, seperti yang ingin dicapai dalam sebuah pembelajaran tersebut. 

Nah, sejalan dengan  maksud untuk membangun gerakan literasi di setiap sekolah, maka hal yang pertama sekali diketahui adalah mengenal kebiasaan dan budaya literasi di sebuah sekolah. 

Oleh sebab itu pada setiap kali melakukan kegiatan menebar virus literasi, hal yang pertama dilakukan adalah mengajak para peserta untuk menggali masalah atau informasi yang terkait dengan kebiasaan atau budaya literasi pada diri peserta didik dan sekolah pada umumnya.

Kegiatan ini perlu agar tidak salah dalam melakukan sesuatu. Selayaknya kita kenali dan fahami apa masalah yang dihadapi mereka, sebelum memberikan sebuah jalan atau solusi, agar tidak salah jalan atau salah solusi.

Maka, pada pertemuan selama setengah hari di SMP Negeri 3 Ingin Jaya, Aceh Besar pada Jumat itu, aku dan Pak Rusydi menggali informasi atau masalah literasi yang sedang mereka hadapi.

Walau pada dasarnya, persoalan literasi di negeri ini adalah sama, yakni rendahnya minat membaca yang membawa pengaruh besar pada rendahnya hasil belajar setiap insan pendidikan. 

Realitas membuktikan bahwa para pelajar SMP di sekolah ini, sepertihalnya anak-anak lain di sekolah lain sedang berhadapan dengan mamsalah minat membaca yang relative rendah. Mereka bersekolah, tetapi jarang dan bahkan ada yang memang malas membaca. 

Apalagi sekarang, pengaruh penggunaan gadget yang semakin membumi dan membunuh minat baca anak-anak, karena penggunaan gadget yang salah arah dan telah mengubah perilaku anak dan masyarakat dalam hal membaca. Penggunaan gadget yang salah arah, telah membuat minat membaca layu, sebelum tumbuh. Jadi, sangat berbahaya bukan?

Idealnya dengan semakin canggihnya dan maraknya penggunaan gadget, minat dan kemampuan membaca kita semakin tinggi. Namun fakta terbalik. Padahal, salah satu jalan untuk belajar adalah lewat membaca. 

Oleh sebab itu, dalam kegiatan ini, hal yang harus dilakukan adalah memberikan pemahaman akan pentingnya membaca, bahkan mengajak para pelajar untuk melihat dan mempelajari latarbelakang Allah memerintahkan nabi Muhammad SAW diperintahkan untuk iqra yang dalam Islam kita kenal pula istilah mengaji untuk mengetahui apa yang dibaca dan kita kaji, memahami, menganalisis hingga mampu mencari solusi terbaik. 

Dengan demikian, membaca adalah basis peningkatan pengetahuan, ketrampilan dan perubahan sikap dan perilaku. Pertanyaannya, bagaimana kita bisa meningkatkan minat dan ketrampilan menulis, apabila kita tidak atau jarang membaca?  Sebagaimana kita ketahui bahwa membaca berada pada level receptive sementara menulis adalah pada level reproductive. 

Dok Rusydi
Dok Rusydi
Logikanya, seseorang akan mampu dan mahir menulis, mereproduksi pengetahuan dan ketrampilan serta sikap yang baik, apabila ia banyak membaca. Maka, agar budaya menulis bisa berkembang baik pada diri para pelajar, upaya menebarkan virus literasi, meningkatkan minat membaca dan melatih kemampuan menulis para pelajar tersebut adalah jalan menuju terbangunnya budaya literasi di sekolah.

Nah, pertemuan singkat yang ikut dihadiri oleh sejumlah guru di SMP Negeri 3 Ingin Jaya, Aceh Besar itu merupakan wujud dari misi membangun gerakan literasi dengan menebarkan jutaan virus literasi, sehingga cita-cita untuk mencerdaskan generasi bangsa bisa tercapai. 

Namun, apa yang dilakukan selama setengah hari tersebut adalah sebuah langkah kecil yang bisa dikontribusikan oleh siapa saja, termasuk para inisitor pendidikan yang peduli pada persoalan literasi anak bangsa ini. Selayaknya kuta semua mau bergerak membangun kemampuan literasi anak negeri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun