Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Apakah Membaca Itu Bagian dari Hobi?

6 November 2018   00:18 Diperbarui: 6 November 2018   17:48 1088
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: gemintang.com

Entah sejak kapan orang-orang menggolongkan membaca dan menulis itu sebagai hobi. Pokoknya, sejak aku masih duduk di bangku SD di tahun-tahun 1970 an, orang-orang sudah menyatakan bahwa salah satu hobi mereka adalah membaca atau menulis. Hingga kini pun orang-orang masih mengatakan bahwa membaca dan menulis itu sebagai hobi. Kita bisa baca dalam daftar riwayat hidup (curriculum vitae) seseorang. 

Selalu ada kolom hobi atau kegemaran yang diisi dan biasanya orang yang suka membaca dan menulis, juga akan ikut menyebutkan hobi membaca atau hobi menulis. Artinya, dari dulu hingga sekarang, membaca dan menulis masih dikategorikan sebagai sebuah kegemaran atau hobi. Pertanyaan kita, benarkan membaca dan menulis itu hobi?

Pertanyaan ini hampir sama ketika kita bertanya pada seseorang tentang aktivitas menulis. Ketika seseorang pintar dan rajin menulis, maka sering kali orang berkata, ia punya bakat menulis. Ia sangat berbakat dalam menulis. Maka, pertanyaan yang tidak jauh berbeda adalah apakah seseorang itu bisa atau menulis karena ia memiliki bakat menulis?

Dok. Potret
Dok. Potret
Jawabannya tentu saja bukan karena berbakat menulis, tetapi ia menulis atau bisa menulis denga baik, karena sebuah proses yang dilalui yakni proses latihan. Artinya, seseorang itu bisa menulis dengan mudah dan lancar, disebabkan oleh kebiasaan menulis yang dilalui setelah ia banyak membaca bacaan, baik berupa buku, artikel atau essay dan sebagainya. 

Bukankah ada pepatah di tengah masyarakat kita yang mengatakan bahwa lancar kaji, karena diulang, pasal jalan karena dilalui. Alah bisa, karena biasa. Bahkan orang-orang di Inggris atau di Negara-negara yang berbahasa Inggris sering mengatakan bahwa the key of learning is practice, practice practice. Practice makes perfect. Artinya, kunci dari pembelajaran itu adalah berlatih, berlatih, berlatih. Latihan itu yang membuat sempurna. Lalu, apa kaitannya dengan persoalan membaca dan menulis itu dimasukan ke dalam kategori hobi?

Barangkali secara langsung tidak ada kaitannya, namun secara penggunaan dan kebiasaan orang kedua hal tersebut saling berhubungan. Maksudnya, ada kebiasaan orang mengatakan bahwa menulis itu merupakan ketrampilan yang diperoleh karena di dalam jiwa seseorang mengalir bakat menulis. 

Bayangkan saja, bagaimana seseorang mempunyai bakat menulis sejak masih kecil? Bukankah seseorang itu bisa dan lancar menulis karena membiasakan diri menulis? Ya, seharusnya memang demikian, seperti yang disebutkan di atas tadi, dengan lancar kaji karena diulang, pasal jalan karena dilalui. Dengan demikian, seseorang itu menjadi semakin lihai dalam menulis, karena melewati proses latihan menulis yang intensif dan ditambah lagi dengan kebiasaan membaca.

Jadi, bila kita uraikan lebih dalam, kita akan sesungguhnya berkata bahwa membaca dan menulis itu bukan hanya karena ada bakat menulis, tetapi karena selalu berlatih menulis. Seseorang akan lancar membaca, ketika ia selalu berlatih membaca. Oleh sebab itu, dalam hidup ini, kalau ingin membangun kehidupan yang cerdas, maka seseorang harus membuat dirinya menggemari kegiatan membaca. 

Namun, membaca bukanlah hobi, walau banyak orang yang mengatakan bahwa membaca itu adalah hobi. Buktinya, apabila kita cari rujukan, terutama rujukan yang banyak bergelimpangan di google, semua mengatakan hobi membaca. Sangat banyak orang yang mengulas soal hobi membaca atau hobi menulis. Benarkah membaca dan menulis sebuah hobi?

Sebenarnya, seseorang itu harus bisa membaca dan selalu membaca, bukan karena hobi, tetapi sesungguhnya karena membaca adalah sebuah kebutuhan setiap orang. Jadi bukan hobi. Sebab kalau sekadar hobi, maka membaca itu tidak wajib dan tidak dibutuhkan. Namun karena membaca itu bukanlah hobi, tetapi kebutuhan. Orang akan bisa berkembang dan mencapai puncak aktualisasi diri membutuhkan kemampuan membaca dan menulis. 

Membaca dan menulis adalah kebutuhan dasar. Andai Maslow masih hidup dan kita tanyakan padanya apakah membaca dan menulis itu hobi, maka ia pasti akan mengatakan bahwa membaca itu bukan hobi, tetapi membaca dan menulis adalah kebutuhan dasar manusia. 

Seseorang akan bisa tumbuh dan berkembang dengan baik, apabila ia mampu membaca dan menulis. Dikatakan kebutuhan dasar, karena membaca dan menulis itu juga sebagai kemampuan dasar untuk menjalani kehidupan yang baik.

Apabila membaca dan menulis itu sebagai hobi, dampaknya kedua kegiatan ini dianggap tidak penting dan tidak dibutuhkan, karena memiliki alternative. Artinya membaca dan menulis itu hanya akan dilakukan apabila suka atau hobi membaca. Bila tidak hobi, maka tidak perlu membaca dan menulis. 

Jadi kalau banyak orang yang mengatakan bahwa membaca dan menulis itu hobi, mereka adalah orang-orang yang belum mengetahui hakikat membaca dan menulis. 

DR. Rajib Al-Sirjany dalam bukunya Al Qira'ah manhajul hayah, beliau mengungkapkan dapatkah sebuah kegiatan membaca menjadi sebuah hobi. Dengan argumennya yang ringkas ia menjelaskan esensi membaca serta mengupas urgensi membaca dalam Islam dengan menyelipkan sedikit keadaan umat Islam belakangan ini.

Apa yang terjadi ketika membaca tersebut dikatakan atau dikategorikan sebagai aktivitas yang terkait dengan hobi? Agaknya dampak dari mindset masyarakat terhadap aktivitas membaca yang keliru, telah membawa dampak buruk yang sangat besar terhadap generasi bangsa ini. Akibat dari kekeliruan tersebut, minat membaca, kemampuan atau daya membaca masyarakat kita sangat rendah dan memprihatinkan kita. 

Sudah sangat banyak fakta yang bisa kita jadikan bukti dari akibat sikap kita yang menjadikan kegiatan membaca dan menulis sebagai hobi. Sebagaimana kita ketahui bahwa selama ini bangsa kita memiliki masalah dengan minat dan budaya membaca. 

Seperti yang pernah dirilis oleh banyak media tentang data hasil studi dari United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) yang menyatakan bahwa persentase minat baca masyarakat Indonesia hanya sebesar 0.01 persen atau 1 berbanding 10.000. Data yang mencengangkan bukan? Memang mencengangkan dan bukan hanya itu, KOMPAS.com -- edisi 26 Maret 2018 merilis pernyataan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani di gedung Perpustakaan Nasional, Jakarta, pada Senin (23/03/18). 

Puan menyebutkan hasil penelitian Perpustakaan Nasional tahun 2017 bahwa "Rata-rata orang Indonesia hanya membaca buku 3-4 kali per minggu, dengan durasi waktu membaca per hari rata-rata 30-59 menit. Sedangkan, jumlah buku yang ditamatkan per tahun rata-rata hanya 5-9 buku. Sungguh memalukan. 

Lebih memalukan lagi ketika membaca hasil studi "Most Littered Nation In the World" yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke 60 dari 61 negara soal minat membaca. Begitu rendahnya peradaban kita dalam hal membaca. Kita tidak memiliki budaya membaca sehebat bangsa-bangsa maju di dunia, bukan?

Memang memalukan. Oleh sebab itu, selayaknya masyarakat Indonesia, sebagai pengguna Bahasa Indonesia dengan jumlah pengguna Bahasa lebih dari 260 juta jiwa harus meluruskan kembali pemahaman mengenai posisi membaca dalam kehidupan kita. Harus ada inisiatif murni untuk mengembalikan makna Bahasa Indonesia bagi mereka dalam kehidupan sehari-hari tidak memanfaatkan masyarakat kembali dalam konflik. 

Kalau mau hidup lebih baik, upaya peningkatan kapasitas harus dengan sigap ditangani. Rajin atau giat membaca dan menulis adalah sebuah tindakan yang cukup jelas. Sekali lagi, membaca dan menulis itu bukan pilihan atau kekuatan yang membuat pelajar mendatangi  dan melewati beberapa badan jalan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun