Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Agar Piawai Menulis "Citizen Reporting"

21 September 2018   10:25 Diperbarui: 22 September 2018   09:35 546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Tabrani Yunis

Idealnya, tulisan ini saya tulis dan posting kemarin, agar memenuhi syarat aktualitas sebuah berita dan pentingnya menuliskan tentang hal ini. Itulah salah satu atau dua hal penting yang perlu dipertimbangkan dalam menulis berita atau dalam menuliskan sebuah reportase semisal citizen report atawa berita warga yang bukan sebagai wartawan atau jurnalis. 

Namun, karena tidak sempat memberitakannya secara langsung, tulisan ini baru diselesaikan pagi ini 21 September 2018. Tentu, apa yang diberitakan sudah kehilangan momen, karena tidak langsung ketika sedang berada di tempat kejadian, atau di tempat berlangsungnya sebuah acara. Walau sebenarnya hal itu penting.

Ya, kemarin hari ini, Kamis 20 September 2018, mulai pukul 14.00 WIB berlansung sebuah kegiatan literasi yang sangat menarik di aula Badan Arsip dan Perpustakaan Provinsi Aceh yang terletak di jalan T.P. Nyak Arief, Banda Aceh. Dikatakan menraik dan penting, karena kegiatan itu adalah kegiatan literasi, kegiatan yang sangat positif untuk membangun budaya literasi, di kalangan orang-orang muda yang tertarik untuk menulis. 

 Kegiatan itu, merupakan kegiatan belajar menulis bersama yang diselenggarakan oleh FAMe ( Forum Aceh Menulis) yang kini terus menggeliat dan dikenal oleh masyarakat Aceh dan Indonesia umumnya, karena FAMe yang dimotori oleh Yarmen Dinamika, Redaktur Pelaksana Serambi Indonesia di Aceh itu yang hingga kemarin, sudah melaksanakan kegiatan pertemuan atau pembelajaran yang ke 52.  Artinya, sudah sangat banyak yang dibahas dalam pembelajaran selama 52 kali atau 52 minggu ini.

Nah, selama sudah 52 kali pertemuan ini, saya baru dua kali dengan yang ini hadir pada acara-acara yang diselenggarakan oleh FAMe ini.Kehadiran saya pada acara tersebut adalah untuk belajar bersama mereka, karena saya sadar bahwa banyak sekali yang saya belum tahu, ditambah lagi membaca buku yang sudah semakin kurang karena berbagai alasan, maka datang untuk mendengar, mengikuti dan berdiskusi merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kapasitas diri. Apalagi, ketika mengetahui bahwa yang menjadi nara sumber adalah orang-orang yang saya kagumi.

Kekaguman pertama adalah pada kehadiran orang muda yang kreatif yakni Ulfa Khairina, S.Sos.I, M.A, Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Ar-raniry, Banda Aceh sebagai nara sumber yang dikenal aktif menulis citizen reporting yang jebolan dari jurusan International journalism pada Communication of China, Beijing, Tiongkok. Beliau juga sudah menulis sejumlah buku. Salah satu bukunya adalah kumpulan Citizen Reporter yang ditulis bersama putera puteri Aceh yang belajar di Tiongkok. 

Seorang perempuan muda yang peduli, gemar menulis citizen reporting, dan sudah menulis buku itu, memancing rasa ingin tahu dan kemauan belajar saya. Paling tidak, pengalaman Bu Ulfa Khairina yang pernah menulis di majalah POTRET itu, memberikan banyak pelajaran penting bagi saya dan juga bagi sekitar 30 an peserta yang hadir. Sebagai forum berbagi ilmu dan pengalaman menulis CR (Citizen Reporting)Bu Ulfa memberikan resep-resep jitu dalam menulis sebuah CR. Dengan judul Merekam jejak dalam menulis CR, Ulfa menyampaikan bagaimana ia tertarik dan bisa memanfaatkan kesempatan menulis CR ketika belajar di Cina. Tentu akan sangat panjang ceritanya.

Paling tidak, saya ingin menyampaikan sedikit bahan cerita itu pada para pembaca Kompasiana ini, kapan enaknya kita menulis CR?  Inilah salah satu resep yang diberikan. CR itu dilakukan ketika menemukan momen tertentu yang bernilai berita, misalnya ketika menemukan makanan halal di Cina (adanya proximity atau kedekatan antara penulis dengan yang ditemukan di sekitarnya). 

Kedua, ketika ada  kejadian unik yang langka. Kalau di Cina bisa kita temukan contoh seperti ini, "lelaki di Cina yang menyandang tas perempuan dan dianggap biasa". Ketiga, ketika kita menghadiri event-event tertentu yang juga menarik dan penting untuk dibagi. Tentu saja CR bisa ditulis ketika kita melakukan perjalanan ke suatu tempat baru dan asing yang kita sebut sebagai aktivitastravel journalism.

 Selain hal momen tersebut di atas, tentu saja hal penting lain yang harus diperhatikan oleh seorang penulis CR. Ini sebenarnya hal lazim dilakukan oleh seorang penulis berita, yakni rumus 5 W + 1 H. Bedanya dengan  berita yang ditulis oleh seorang wartawan, dalam CR kita akan berpusat pada apa yang kita saksikan. Artinya, ditulis dengan sudut pandang orang pertama 'aku', melibatkan perasaaan dalam menggambarkan sesuatu. Kemudian, CR itu baiknya memiliki nilai berita (biasanya proximity). Tentu  saja tidak boleh dilupakan nilai aktualitas.faktual, penting dan menarik

Ya, masih banyak yang menjadi bahan diskusi ketika kita ingin piawai menulis Citizen Reportingitu. Pokoknya, semua bisa ditulis dan semua bisa menulis CR. Yang penting mau dan terus menulis. Oleh sebab itu agar CR itu memiliki nilai pembelajaran, maka seorang penulis CR juga sebaiknya memberikan pesan-pesan moral di penghujung tulisan yang menjadi lesson learnedbagi banyak pembaca. Begitu tutur Bu Ulfa Khairina sebelum menutup sesinya yang dilanjutkan dengan diskusi itu.

Pada sesi kedua, ternayata juga tidak kalah pentingnya. Di ujung diskusi sesi pertama, narasumber kedua yang tidak kalah hebat adalah hadirnya Prof. Dr. Muhammad Andalas, Guru besar Fakultas Kedokteran Unsyiah yang produktif menulis citizen reporter di harian Serambi Indonesia. Profesor yang satu ini bukanlah orang asing di bidang kesehatan, karena beliau adalah seorang dokter ahi kandungan yang selalu berbagi lewat tulisan, termasuk mengasuh rubric kesehatan di majalah POTRET,satu-satunya majalah perempuan yang tersebut di Aceh bahkan di Sumatera itu. Jadi, pertemuan ini menjadi semakin menarik bagi saya dan juga peserta lainnya.

Nah, ketika mengawali sesinya, dokter yang baru menyandang gelar Professor ini dalam tuturan di awal pembicaraannya mengakui bahwa beliau mengawali karir  menulis di media, terutama mengenai kesehatan sejak harian Serambi Indonesia di Aceh  terbit pada tahun 1989. Lanjutnya, ada proses dalam belajar menulis. Ini membutuhkan waktu. Kedua, " saat saya jadi petugas haji di Mekkah tahun 1985, Pak Sjamsul Kahar (Serambi Indonesia) menugaskan saya menulis apa adanya. Waktu itu saya membuat tulisan berupa potongan-potongan cerita, tetapi dirangkai oleh tim redaksi. Sehingga tampil sebagai sebuah tulisan yang utuh.

Lalu, bagaimana pula kaitannya dengan CR? Apakah sang professor ini penulis CR? Tidak salah lagi, Prof. Dr.Muhammad Andalas dikenal sebagai dokter yang tingkat mobilitasnya sangat tinggi, bukan hanya di dalam negeri, tetapi ke manca negera. Sudah habis benua ini didatanginya. Oleh sebab itu, wajar saja kalau beliau merasa tertarik dan perlu berbagi cerita lewat kegiatan menulis CR. 

Oleh sebab itu, ia pantas menjadi narasumber dalam pertemuan yang mengangkat tema Piawai menulis Citizen Reporting ini. Menurut beliau, ketika membuat CR ada sesuatu hal yang bermakna bagi orang lain, tetapi tidak disajikan sebagai bentuk kesombongan. Misalnya, saya ke luar negeri dan menuliskan di media massa, sehingga memunculkan pertanyaannya, "ini kapan kerjanya?" Makanya tulisan yang kita buat harus dikemas dengan baik jangan sampai pesannya jadi tidak sampai ke pembaca.

Lebih lanjut dijelaskannya, bahwa tulisan kita mulai dianggap 'benar' setelah tulisan yang kita kirim tidak banyak lagi mendapat 'sentuhan' dari redaksi media yang kita kirimkan.  Kemudian, ketika menulis, jangan menulis untuk mencari 'bala' atau petaka. Artinya, ketika menulis jangan mengedepankan sentimen pribadi kita kepada seseorang dalam tulisan. Itu sangat berbahaya bagi kita sebagai penulis. Lalu, rese papa pula yang diberikan sang Profesor?

Katanya,  ketika membuat CR, biasanya ia sering memunculkan cerita yang terkait dengan keilmuannya di bidang kedokteran dan kesehatan. Selain itu adalah menulis tentang sestuat yang benar-benar menarik yang mempunyai bilai-nilai yang berbeda dengan tempat kita. Salah satu contohnya adalah tentang stasiun Dorosan Korea, yang pernah ia tuliskan.

Ketika saya membuat CR biasanya sering saya munculkan yang berkaitan dengan keilmuan saya di bidang kedokteran/kesehatan. Lalu, sesuatu yang benar-benar menarik yang berbeda dengan yang ada di tempat kita seperti tulisan tentang stasiun Dorosan di Korea. Hal yang dirasakan sangat menarik bagi beliau yang sebanarnya memang sudah terkenal itu adalah ternyata dengan menulis, termasuk menulis CR itu membuatnya mendapat  semakin banyak teman. 

Apalagi ketika  menulis ini  menjadi daya tarik dan menarik serta memberikan nilai tambah yang besar bagi seorang pendidik, pasti semakin penting.  Kata beliau lagi, "orang pintar, tetapi tidak menghasilkan buku, rasanya hampa". Begitulah hebatnya menulis.

Akhirnya, penyajian singkat itu, memancing semangat para peserta untuk bertanya, menggali ilmu lebuh banyak dari Pak dokter yang sudah Profesor ini. Maka, hampir seluruh peserta mengacungkan tangan untuk bertanya. Namun, karena waktu sudah mendekati pukul 18.00 sore, lebih dari setengah peserta diberikan kesempatan bertanya dan berdiskusi.

 Lalu, Yarmen Dinamika yang sangat piawai dalam hal ini, akhirnya menutup acara dengan memberikan beberapa catatan bahwa pada prinsipnya CR ini sama seperti pekerjaan yang dilakukan wartawan, bedanya bila untuk 'who' yang dikejar wartawan adalah narasumber, maka dalam CR 'who' ini lebih menonjolkan si penulisnya. Kedua, peportase yaitu menggunakan gaya bertutur dalam menyajikan tulisan. Lalu, ketiga, CR merupakan pekerjaan memindahkan apa yang dilihat penulis untuk pembaca yang tidak melihat objek tersebut. Gampang bukan?

Terakhir, sebagai  tuan rumah Wildan Abdullah, Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip menutup acara dengan pesan "Trik menyiasati rasa bosan saat menulis. Bila bosan menulis artikel ilmiah, menulislah topik yang berbeda seperti puisi, pantun, cerpen, dan lain-lain. Agar perjalanan selalu bermanfaat, maka tulislah CR. Dengan banyak menulis CR, kita akan sampai ke puncak piawai menulis CR.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun