Oleh Tabrani Yunis
Sebenarnya, aku bukan pecandu kopi. Aku bukan type orang yang suka addicted dengan kopi seperti kebanyakan orang yang kalau tidak minum kopi akan tidak bisa bekerja. Tidak minum kopi, akan merasa mengantuk. Tidak minum kopi akan terasa sakit kepala. Ya, tidak begitu, karena aku bukan pecandu kopi. Namun, sejak kecil aku konsumsi kopi, walau tidak harus sampai dua atau tiga kali minum kopi, seperti kebiasaan banyak orang Aceh.
Dahulu, aku minum kopi apa saja. Ya, sepertu kita ketahui ada jenis kopi Robusta da nada kopi Arabicca. Sejak masih kecil, tampaknya terbiasa dengan rasa kopi Robusta, karena di daerah kelahiranku, di Manggeng, Aceh Barat Daya itu saat itu banyak kopi jenis Robusta. Bahkan ketika kota Banda Aceh semakin terkenal dengan pertumbuhan warung kopinya pasca bencana tsunami dengan kopi Ule Kareng, yang banyak digandrungi orang itu, aku pun saat itu datang ke warung kopi Solong untuk menikmati kopi. Bukan saja untuk menikmati kopi, tetapi nikmatnya duduk bersama rekan-rekan di warung kopi itu adalah sesuatu yang sangat berarti.
Pascatsunami tersebut, hampir seluruh warung kopi di Aceh sebenarnya menyajikan kopi jenis robusta, tidak Arabicca Gayo. Kopi Ule Kareng yang terkenal enak di Solong coffee pun menyajikan racikan kopi robusta untuk bermacam sajian kopi, seperti kopi saring, sanger, kopi pancong dan lain-lain. Cara meraciknya pun sangat berbeda. Masing-masing warung kopi di Aceh tersebut menampilkan kebolehan mereka meracik dan menyajikan kopi.
Orang-orang, pecandu kopi merasa nyaman dengan kopi Robusta tersebut, walau sebenarnya bagi orang yang memiliki masalah dengan perut, seperti asam lambung, minum kopi jenis Robusta tersebut tidak membuat perut nyaman. Orang-orang yang punya masalah dengan lambung tersebut, akan merasa perut kembung dan juga mual. Konon, penyebabnya karena tingkat keasaman kopi robusta itu tinggi. Sehingga tidak cocok dengan para peminum kopi yang bermasalah dengan lambung.
Hal serupa juga sebenarnya aku rasakan. Sehingga seringkali ketika beranji atau bahkan datang secara rutin ke warung kopi tersebut, bukan menum kopi, tetapi aku memesan segelas teh setengah panas, atau teh hangat. Padahal, belum tentu juga nyaman dengan segelas teh tersebut. Akhirnya, jalan yang terbaik adalah berhenti minum kopi.
Aku pun berhenti minum kopi lebih kurang selama 4 tahun. Ya, aku berhenti minum kopi untuk sekian lama. Dengan berhenti minum kopi, maka frekwensi ke warung kopi juga ikut berkurang. Aku ke warung kopi hanya ketika ada janjian bertemu teman-teman. Di Aceh, sudah menjadi budaya lokal, setiap kali ingin ngobrol, bincang-bincang dengan teman atai bahkan mengadakan transaksi bisnis, selalu saja sambil ngopi. Jadi, wajar saja, kapan saja ingin bertemu teman, ajakannya ke warung kopi, walau yang diminum, tidak selamanya kopi.
Lumayan lama aku berhenti minum kopi, walau masih kalah lama dari berhenti merokok yang suah aku mulai sejak tanggal 15 Agustus 2000 itu hingga kini. Aku kembali minum kopi sekitar 3 tahun lalu. Aku tidak bermaksud untuk menjadi peminum kopi lagi. Aku tidak ingin minum kopi lagi, karena merasa tidak nyaman atau tidak tahan perut. Aku takut merasa mual dan kembung.
Trend Kopi Arabicca Gayo
Kehebatan kopi Ule Kareng dengan master brand-nya kopi Solong, Ule Kareng itu, di beberapa tempat tertentu seperti Sada coffee yang terletak di dekat kompek Taman Ratu Safiatuddin, Lampriet, Banda Aceh dan beberapa di jalan T.P.Nyak Makam, sudah mulai menyajikan jenis kopi yang berbeda dengan cara meraciknya yang berbeda.
Warung-warung seperti Sada coffee ini, menyajikan jenis kopi Arabicca Gayo dengan menggunakan mesin pembuat kopi. Ya, tampil dengan pendekatan modern. Orang-orang yang dianggap ahli di bidang racikan kopi ini yang sering disebut Barista. Warung --warung kopi yang menyajikan kopi Arabicca pun kian hari kian diramaikan pengunjung. Aku sendiri, pernah disuguhkan segelas kecil kopi Arabicca, ya sajiannya kopi espresso. Segelas kecil yang diminum tanpa gula, ya terasa sekali pahitnya. Aku saat itu belum jatuh cinta dengan kopi Arabicca, karena masih takut mengalami gangguan pada lambung. Makam setiap kali ada teman yang mengajak ke warung kopi, pilihannya tetap minum teh.
Aku baru minum kopi lagi, ketika teman-teman aktivis LSM membuka warung kopi Arabbica, nama warungnya saat itu, Hobbies Coffee, yang kala iti terletak di jalan Prof. Ali Hasyimi, Lamteh, Ule Kareng, Banda Aceh. Aku diundang saat launching warung tersebut. Ketika aku diundang, aku ucapkan terima kasih kepada pemilik warung dan sekali gus minta maaf, karena aku tidak bisa minum kopi. Lalu, ia pun berkata, " Bang, saya ingin abang datang.Â
Nanti saya sajikan kopi buat abang dan abang tidak akan merasa mual seperti yang abang keluhkan.". Aku pun akhirnya menyahuti dan datang malam itu ke acara launching dan meneguk segelas kopi espresso. Aku minum kopi itu tanpa gula. Terasa pahit, tetapi menggigit. Aku akhirnya, mengangguguk-angguk. Mungkin sebagai tanda ini memang nikmat. Terbukti, esok harinya aku datang lagi dan memesan segelas kopi espresso. Sejak itu, aku kembali ngopi dan ngopi, walau aku batasi sehari sekali. Ya, aku kemudian menjadi penyuka kopi, namun tidak bisa beralih ke kopi Robusta, Â hanya kopi Arabicca Gayo.
Kebiasaan meminum kopi Arabicca Gayo ini kemudian menjadi bahan tulisan beberapa kali di Kompasiana waktu itu. Ya, begitulah aku menjadi penikmati kopi kembali. Nah, agar tidak terpaku pada satu sajian kopi saja, aku mencoba suguhan tacikan kopi Arabicca yang lain, seperti Black coffee atau Americano, sanger dingin dan lainnya.
Namun, aku memilih yang tidak terlalu keras seperti halnya double espresso. Aku memilih satu, yakni Americano. Namun, ada tawaran menarik dari sang pemilik warung kopi dengan sajian-sajian lain. Masing-masing sajian memiliki rasa yang berbeda dan kenikmatan yang berbeda pula. Tentu saja di antara yang berbeda itu ada satu yang menjadi pilihan yang cocok dengan lidah, aku membiasakan minum Americano atau black coffee dengan pertimbangan lebih ringan dan enak diminum tanpa gula.
Selama bulan puasa Ramadan, ada satu sajian yang menyegakan bagiku. Bila orang lain sangat tersengat dengan sajian sanger dingin, aku lebi menikmati sajian " Avocado espresso". Sajian kopi dengan campuran juice alpukat atau avocado dingin (es). Sajian ini, sangat cocok bagi para pengopi yang juga punya masalah dengan asam urat atau cholesterol, karena pokat dipercayai bisa mengurangi kadar gula darah dan asam urat. Ya, begitu pulalah salah satu alasan mengapa avocado esspresso menjadi pilihan usai minum air putih saat berbuka puasa.
Sajian avocado espresso pun menjadi sajian yang membuat perut kenyang dan tidak perlu langsung makan nasi. Begitu pula dengan kopi, kita tidah harus mencari kopi lagi, karena sudah klop di dalam sajian avocado espresso tersebut. Tentu saja, usai buka puasa, waktu salat magrib tiba, maka saatnya melaksanakan salat magrib dan setelah perut merasa tidak kenyang lagi, kita bisa lanjutkan dengan memakan nasi atau penganan yang sudah disediakan sebelum masuknya waktu berbuka.
Jadi, minum avocado espresso itu, di samping memuaskan saat buka puasa, juga tergolong minuman sehat, tanpa pengawet dan sebagainya. Â Tidak semua warung kopi Arabicca Gayo menyediakan avocado espresso, tapi bisa dicari di banyak warung kopi di kota Banda Aceh. Ingin mencoba? Ayo silakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H