Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tulisanku Lenyap, Aduh ke Mana Ya?

26 Mei 2018   10:19 Diperbarui: 2 Juni 2018   10:50 597
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Tabrani Yunis

Empat hari yang lalu, usai menjadi moderator pada acara talkshow yang bertajuk " Bisnis Jaman Now" di gedung DILO ( Digital Innovative Lounge) Banda Aceh, dengan semangat menggebu-gebu ingin segera update dan posting tulisan ke Kompasiana. Mungkin karena lagi hangat dan masih segar dalam pikiran. Ya, semua informasi masih terekam di dalam ingatan dan harus segera ditulis. 

Karena sebaiknya, ketika ide atau gagasan itu datang, memang harus segera ditangkap. Bukan saja ditangkap, tetapi dicatat dan bila perlu agar tidak liar dan lari ke sana ke mari, lebih bagus dicatat dahulu poin-poin yang akan ditulis. Lalu, kemudian bisa dikembangkan dalam untaian kalimat, paragraph dan tentu saja menjadi sebuah tulisan. Tinggal lagi mencari cara meramu kata dan kalimat serta paragraph secara menarik, agar lebih enak dibaca. 

Biasanya, kalau sebuah tulisan enak dibaca, ya akan banyak orang yang membaca dan bahkan menanti-nant tulisan kita. Kalau tulisan tidak enak dibaca dan apalagi tidak perlu, seperti tulisan ini, ya akan ditinggalkan begitu saja. Kalau pun dibaca, ya sekedar membaca judulnya saja. Sering begitu bukan?

Ya, begitulah seharusnya kita menulis, kalau tulisan kita ingin dibaca banyak orang. Sayangnya kita sering lupa dan bahkan kurang peduli dengan hal-hal seperti itu. Bahkan ada yang berprinsip, yang penting aku nulis. Soal dibaca atau tidak oleh orang, bukan masalah. Lho, lalu untuk apa menulis? Bukankah menulis tulisan yang kita kirim ke media dengan maksud agar orang-orang bisa membaca dan mengambil manfaat dari tulisan kita? 

Bukankah orang-orang menulis itu, lalu dimuat di media memiliki maksud dan target agar tulisan tersebut bisa dihargai orang? Ya, semua itu benar. Makanya, tidak usah diperdebatkan terlalu panjang, usahakan saja selalu menulis dengan baik dan berkualitas. Pasti akan banyak orang yang membaca, mengomentari dan sebagainya.

Oleh sebab itu, dengan maksud ingin menulis yang bagus dan menarik, usai acara yang digelar oleh IWITA Jakarta atas dukungan dan kerjasama dengan pihak Pegadaian itu, setiba di rumah langsung mengambil laptop dan menghidupkannya, buka Safari dan langsung masuk ke Kompasiana dan klik " Mulai Nulis".  Keluarlah format / halaman untuk menulis. Semangat menggebu-gebu tersebut membuat aku lupa. 

Ya, lupa membuat pointer-pointer yang akan aku ulas atau paparkan dalam tulisan tersebut. Seakan-akan aku bisa menulis mengalir, seperti yang pernah diingatkan oleh Pak Hernowo Hasim dalam bukunya yang sempat best seller itu. Ya, aku ternyata lupa. Aku langsung menulis judul dan masuk pada kalimat pertama dan meluncur bebas menjadi paragraph --paragraf yang membentuk sebuah tulisan dengan jumlah kata sudah melebihi angka 1000 kata. Mantap bukan?

Tentu saja mantap, apalagi tulisan tersebut dikerjakan dalam waktu singkat dan aku berusaha tertib berbahasa, dengan cara memperhatikan kaidah Bahasa, termasuk pengguanaan huruf capital dan segalanya, serta tanda baca seperti titik, koma dan lain-lain. Jadi, aku termasuk suka memperhatikan kesalahan sendiri dan kesalahan teman-teman yang menulis di Kompasiana, terkait penggunaan huruf besar dan salah ketik itu. Ini sebuah sikap yang baik, bukan? Semoga saja begitu.

Pendek cerita, tulisan itu selesai. Aku merasa puas dan terasa plong. Ya, begitulah biasanya perasaan penulis, ketika sudah menyelesaikan sebuah tulisan. Biasanya, bagi penulis yang seharian mencari kepuasan batin dalam menulis dan menulis adalah sebuah kebutuhan hidup yang harus dipenuhi, seperti apa yang pernah diingatkan oleh Maslow dalam teori kebutuhan hidup itu, salah satunya adalah kepuasan batin yang paling tinggi, aktualisasi diri, maka setiap selesai sebuah tulisan, rasa puas itu didapatkan. 

Apalagi kalau setelah tulisan tersebut dibaca banyak orang, diparesiasi dan dikomentari para pembaca, pasti sangat membahagiakan. Apalagi kalau tulisan tersebut dijadiakan sebagai referensi, sangat memuaskan bukan? Ya, jawab saja dengan kata pasti ya. Kalau dikatakan pasti, kita akan semakin terdorong untuk menulis dengan baik dan menarik.

Oleh sebab itu, aku memang layak merasa puas, karena tulisan yang aku tulis sudah siap saji di Kompasiana. Agar tulisan lebih menarik, tentu pilihannya adalah memasang foto, ilustrasi dari cerita yang ditayangkan di Kompasiana. Tidak hanya cukup memasang foto atau ilustrasi, tetapi juga harus ada upaya mencari atau memilih foto yang sesuai dan kualitas yang bagus. Ini perlu, agar harmonis. 

Maksudnya agar tulisan dan foto bisa pas. Bayangkalah apa yang akan terkadi kalau ceritanya tentang cara berbisnis di zaman Now yang segalanya serba digital itu, tidak cocok, kita akan bilang apa?

Maka, untuk measang foto/ilustrasi, aku menyiapkan tiga foto yang aku jepret saat acara. Aku mencoba memasukan ke bagian atas tulisan. Wow, ternyata terlalu besar dan foto tidak bisa dipasang dan harus dikecilkan pixel atau ukurannya. Lalu, kemudian dikecilkan dan langsung di upload ke bawah judul tulisan. Celakanya, foto tersebut juga masih belum mau muncul, aku mencobanya beberapa kali. 

Akhirnya, pikiranku terpusan pada foto atau ilustrasi, aku lupa menyimpan tulisan itu di draft. Lalu, apa mau dikata, untung tak dapat  diraih, malang tak dapat dihindari. Tiba-tiba aku salah pencet, tuisan yang sudah aku tulis menghilang. Aku mencoba mencarinya, dengan berbagai cara yang aku tahu dan bisa. Sampai-sampai aku berkeringat.

Pikiranku menjadi sangat tidak enak dan ingin berontak, tetapi mau berontak dan marah kepada siapa ya? Ini memang kesalahan dan kelalaianku sendiri. Aku hanya mengatakan pada istriku yang sedang sibuk melayani pembeli di toko POTRET Busana, bahwa aku sangat kesal. Ia pun bertanya mengapa kesal? Memangnya ada yang mengganggu? Aku menjawab, tidak. Ini kesalahan dan kecerobihanku sendiri. " Untung saja laptopku tidak pegang atau dipakai oleh kedua anakku, Ananda nayla dan Aqila Azalea Tabrani Yunis yang suka membuka Youtube-nya POPOT dan Nyanyak serta video anak-anak itu. Kalaulah mereka yang utak-atik laptopku, paling tidak, mereka juga menjadi sasaran rasa kesal itu.

Akhirnya, aku menyerah dan merasa bersalah sendiri. Aku harus lebih hati-hati lagi, tidak cukup hanya dengan menulis dengan baik dan menarik, tetapi juga harus memperhatikan alat yang aku gunakan. 

Barangkali, untuk menghindari kegagalan seperti itu, aku harus menulis dengan menggunakan words, lalu kemudian dicopy dan masukan ke dalam kolom " Mulai Menulis" di laman Kompasiana tersebut. Kalau terjadi hal salah pencet atau apa, akau masih bisa copy kembali dan masukan lagi. Dengan demikian, aku tidak akan kesal dan berkata, tulisanku lenyap. Aduh, kemana ya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun