Kondisi seperti ini bisa saja terjadi danterus terjadi. Apalagi Eksploitasi sumber data alam di dara dan di laut bahkan di udara sekali pun dikuasai (dikelola) oleh bangsa asing. Maka bangsa kita akan terus menjadi bangsa penonton, penerima bagi hasil, dan menjadi konsumen dari  kekayaan alam senduri yang harus dibeli dengan dana sendiri.
Bila ini terjadi banyak sumber daya alam kita yang hilang. Tata kelola tanah dan sumber daya alam pun semakin pelik. Buktinya sekarang konflik agraria setiap saat terus terjadi. Perang antara rakyat dengan pengusaha terjadi di mana- mana. Pemerintah pun tidak berpihak kepada rakyat, karena harus mrmbela para pemilik modal yang menguasai sumber daya alam kita.
Ya, sebagian besar sumber daya kita hilang. Begitu pula halnya dengan soal tanah atau agraria, selain tingkat kesuburan tanahnya semakin hilang, maka hasil panen pun semakin kecil. Semakin parah, sumber daya yang kita sebut banyak tersebut, juga akan hilang, karena tidak mampu melakukan proses ekonominya.
Tidak dapat dipungkiri pula bahwa karena kualitas sumber daya manusia Indonesia yang masih rendah ikut memperburuk nasib bangsa, karena tidak mampu mengelola sumber daya alam sendiri. Sehingga kita selalu berteriak-teriak atau memelas mengajak investor dari negara lain untuk menguasai sumber daya alam yang kita miliki. Jadi produktivitas bangsa menjadi ssngat rendah. Kita bahkan lebih suka mendapat income berupa fee atau bagi hasil sesuai dengan kesepakatan.
Menurunnya tingkat atau standard sebuah produk tentu akan sangat berpengaruh pada tingkat produktivitas suatu bangsa. Turunnya tingkat produktivitas bangsa, maka akan berpengaruh pada persoalan pemenuhan kebutuhan pokok. Jadi, sekali lagi, lirik lagu di atas itu, adalah konteks Indonesia zaman dahulu.
Memang begitu dahulu. Bahkan kalau dahulu, posisi pemerintah itu kuat terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam masih tidak kalah dengan pengusaha, kini pemerintah kita menjadi tidak berdaya di depan para pengusaha.
Nah, banyak sekali perbedaan dahulu dan sekarang. Namun, melihat persoalan bangsa Indonesia dengan persoalan fluktuasi harga barang bahan pokok setiap tahun itu, membuat harga barang bahan pokok tidak stabil dan cendrung mahal, membuat para penguasa, terutama kelas kakap dan bisa jadi tergolong mafia terhadap penyediaan bahan baku atau bahan pokok.
Sehingga, sejak dahulu hingga kini, harga bahan pokok tersebut terus naik dan naik. Naiknya harga tersebut, karena pemerintah powerless, tidak punya kekuatan untuk mengatur. Maka, wajar saja kalau harga bahan pokok di negeri ini tidak pernah stabil.
Kondisi harga barang pokok semakin tak terbendung, ketika petani, nelayan, pebisnis dan bahkan pemerintah kita tidak mandiri dalam mengelola sumber daya yang ada, maka akan semakin sulit bagi pemerintah untuk menstabilkan harga bahan pokok di tanah air.
Apalagi selama ini untuk mrmenuhi kfbutuhan pokok anak bangsa yang katanya negara agraris dan maritim yang kaya itu, sepanjang tahun harus impor barang- barang jebutuhan pokok dari negara lain seperti Thailand dan lain- lain. Negara kita semakin bergantung dengan impor barang yang sangat menguntungkan para importir.  Semua ini semakin mempersulit pemerintah melakukan  dan menjaga stabilan harga bahan pokok. Gagang atau krndali ekonomi bujan fi tanfan pemerintah, tetapi dipegang oleh pengusaha. Pemerintah  kita selama ini tampsk tidak punya kintrol terhadap harga barang.
Jadi, untuk bisa mampu menstabilkan harga bahan pokok, pemerintah harus bisa mandiri, sebagaimana halnya harapan kita sebagai bsngsa yang besar ini. Ironis sekali ketika kita kini terpasu di kolam susu atau bagai tikus mati di lumbung padi.