Penataran guru tidak diorganisir dengan benar dan sungguh-sungguh. Ketika pelatihan berlansung, seringkali peserta pelatihan tidak mendapatkan Term of reference (TOR), atau kerangka acuan tentang penataran tersebut. Peserta penataran yang ikut penataran hanya datang ke tempat penataran tanpa ada acuan yang dapat mengarahkan mereka mengikuti penataran tersebut. Kedua, panitia yang ditunjuk sebagai pelaksana kegiatan penataran, Â tidak dibekali dengan sense of crisis, mengapa ia ditugaskan sebagai pantian dan apa yang ingin dicapai dari penataran tersebut, banyak tidak diketahui.
Maka, jangan heran, kalau pantia hanya melepaskan segala urusan kepada pihak hotel yang menjadi tempat penyelenggaraan penataran ntersebut. Ketiga, dalam hal jadwal pelaksanaan, seringkali terjadi penyingkatan waktu penataran. Hal ini sudah menjadi rahasia umum. Misalnya kalau penatarannya seminggu, maka bisa disingkat hanya 4 hari saja. Celakanya, para guru pun banyak yang senang bila diperpendek saja, asalah uangnya tidak pendek. Ke empat, penataran guru selama ini tidak atau jarang melakukan evaluasi serta tidak membuat rencana tindak lanjut, sehingga setelah penataran selesai, ya sudah, selesailah sudah. Tidak ada uoaya untuk melakukan follow up penataran tersebut di sekolah masing-masing. Jadi, penataran guru kita masih sarat dengan masalah.
Selain masalah yang bersumber pada kesalahan Dinas pendidikan dalam melaksanakan penataran guru, guru dan kepala sekolah yang menjadi peserta penataran juga tidak kurang kesalahannya. Â Kita bisa melihat pada motivasi para guru untuk mengikuti penataran tersebut. Idealnya, penataran guru adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas profesionalitas guru. Ya, meningkatkan kemampuan guru secara pengetahuan ( kognitif), ketrampilan ( psycho motoric ) dan sikap ( affective) dalam bidangnya, sehingga guru meninngkatkan kualitas mengajar dan sekaligus akan meningkatkan kualitas peserta didik.
Sayangnya banyak guru yang mengalami disorientasi dalam mengikuti penataran guru. Ketika mengikuti penataran, ada banyak guru yang ikut penataran karena ada uang saku dan kesempatan untuk jalan-jalan. Juga rendahnya kemauan dan kesadaran guru untuk meningkatkan kemampuan atau kapasitas diri. Ada banyak guru yang sangat rendah kemauan untuk pengembangan diri atau self Development. Â Di samping itu, guru pun memiliki budaya belajar yang relative rendah. Tentu, kalau kita identifikasi lebih dalam, ada banyak pula kesalahan guru dalam memanfaatkan penataran guru selama ini.
Bila begitu model penaratan dan model guru yang ikut penataran guru selama ini, wajar saja kalau kualitas guru tidak bergerak menjadi lebih baik, malah sebaliknya menjadi lebih buruk dan kehilangan roh. Oleh sebab itu, wajar kalau Pak Satria bertanya mengapa penataran guru itu banyak yang gagal? Pertanyaan lanjutannya adalah sebenarnya penataran guru itu untuk apa?
Kiranya, pihak pemerintah harus membenahi kembali penataran guru yang masih akan dibuat. Selayaknya sebelum penataran dilakukan, para peserta yang akan ikut penataran perlu ditanya apa kebutuhan mereka mengikuti penataran tersebut. Dengan demikian, para peserta penataran akan mengungkapkan  apa kebutuhan mereka, strategi pelatihan dan lain-lain, sebagai acuan dari apa yang ditargetkan dari penataran tersebut. Ajaklah semua peserta ( guru) melakukan penilaian atau evaluasi serta membuat rencana tidk lanjut. Dengan demikian, kualitas pendidikan kita bisa semakin bagus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H