Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Banjir Datang Lagi, Sekolah Libur Lagi

11 November 2017   00:48 Diperbarui: 11 November 2017   06:00 1759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Camat Trumon Timur saat mengunjungi rumah warga. Dok. T.Masrizal

Sahabatku, Teuku Masrizal yang saat ini menjabat sebagai Kepala Kecamatan Trumon Timur, tadi sekitar pukul 09.33 mengirimkan sebuah gambar atau foto tentang peristiwa banjir yang sedang melanda Kecamatan yang berada di bawah pimpinannya itu. lewat pesan  yang ia kirim lewat WA, ia bercerita bahwa sejak tanggal 8 November 2017 curah hujan di daeranya berada pada intensitas  tinggi, ya  karena sudah masuk musim hujan. 

Tingginya curah hujan tersebut, menyebabkan banjir terjadi di Trumon Timur. Menurut Pak Teuku Masrizal, banjir yang melanda daerahnya ini adalah banjir kiriman dari limpahan sungai, Krueng Singkil. Akibatnya kampung-kampung yang berada dalam wilayah Kecamatan Trumon Timur ini dilalui oleh limpahan banjir itu menggenangi Titi Poben dan Seuneubok Pusaka dan berikutnya ke Lhok Raya, Kecamatan Trumon Tengah dan Padang Harapan di Kecamatan Trumon Induk. 

Dampak banjir ini bukan saja pada keugian tanaman masyarakat, sawit, jagung dan holtikultura lainnya,  namun juga  membawa pengaruh besar terhadap proses belajar anak-anak sekolah. Anak-anak sekolah tidak bisa bersekolah karena jalan ke sekolah tidak bisa dilalui. Paling kurang, ada 48 kepala keluarga di Kampung Seunebok Pusaka dan 15 kepala keluarga  di Titi Poben  yang menerima dampak langsung akibat banjir ini. Kejadian ini sebenarnya  terus terjadi setiap tahun. Ya peristiwa yang terus berulang.

Nah, sebagai seorang Camat, beliau tentau tidak boleh berdiam diri. Ya, harus melakukan koordinasi dan konsultas dengan pimpinan dan Dinas terkait di kabupaten Aceh Selatan itu, agar selalu siaga menghadapi bencana banjir yang sedang melanda. Katanya, sebelum bencana banjir ini, pemerintah Kabupaten Aceh Selatan telah berupaya untuk melakukan penguatan masyarakat melalui pembentukan KSB (Kelompok Siaga Bencana) di samping terus berupaya secara teknis untuk mengatasinya.  

Syukurlah. Semoga tidak terus memburuk, karena kemungkinan peluang hujan deras masih mengancam. Banjir di Trumon, mungkin memang belum begitu buruk, tetapi di  Kabupaten Singkil, bisa jadi jauh lebih buruk dan mengancam seperti pengalaman banjir tahun lalu yang begitu parah.

Menurut berita yang disiarkan olehg SERAMBINEWS.COM, hari ini tanggal 10 November 2017 - Banjir merendam jalan Singkil-Subulussalam, tepatanya di kawasan Bulu Sema, Kecamatan Suro, Aceh Singkil, Rabu (8/11/2017) dini hari. Ketinggian air di badan jalan mencapai semeter lebih. Antrean kendaraan mencapai 1 kilometer. "Akibat banjir kendaraan tidak bisa melintas. Antrean kendaraan dari lokasi jembatan sampai ke depan Polsek Suro," lapor Andri warga setempat.

Terkait wilayah mana saja yang dilannda banjir,  Kompas.com, 08/11/2017 memaparkan data BPBD Aceh Singkil menyebutkan, sejumlah desa di Kabupaten Aceh Singkil yang terendam banjir adalah Desa Bulu Sema Kecamatan Suro, Desa Silatong, Lae Riman, Ujung Limus, Tanjung Mas, Cibubukan dan Serasah dan Tugan Kecamatan Simpang Kanan. Selanjutnya Desa Rimo, Desa Cingkam Kecamatan Gunung Meriah.

Cerita soal banjir di Aceh, tentu bukan hanya apa yang sedang melanda dua kabupaten, masing-masing di Trumon, Aceh Selatan dan Singkil, Aceh. Sebelumnya sejak di bulan Januari 2017 sudah terjadi beberapa kali banjir yang melanda, termasuk banjir bandang yang mematikan.  Kita masih ingat bencana banjir bandang yang melanda Kabupaten Aceh Tenggara yang menewaskan dua orang dan merusak 298 rumah pada tanggal 11 April 2017 lalu.

Tampaknya, bencana banjir yang terus dan akan terus melanda wilayah Aceh dan juga wilayah-wilayah lain di Indonesia, semakin tidak mampu kita atasi. Hanya Allah yang mampu mengatsinya. Sebab bila berharap kepada manusia yang memang di satu sisi dijadikan sebagai khalifah di muka bumi dan di sisi lain sebagai predator bumi, maka sejalan dengan semakin serakahnya manusia dalam merambah hutan, melakukan penambangan dan sebagainya, maka semakin buruk daya dukung alam, semkian buruk kualitas lingkungan, kualitas hutan, dan kualitas ekologi. 

Bahkan bukan tidak mungkin bencana ekologi yang sangat menghancurkan bisa datang, justru karena ulah tangan dan keserakahan manusia. Sebagaimana kita ketahui selama ini, ketika terjadi banjir bandang, kita menyaksikan air lumpur dan kayu gelondongan dibawa air bah.

Jadi jelas banjir bandang itu akibat dari tindakan perusak hutan. Sayangnya, aksi perusakan hutan tersebut hingga kini tidak ada yang mampu menghentikannya. Oleh sebab itu, tidak ada pilihan lain bagi kita, selain berdoa kepada Allah dan belajarlah hidup bersahabat dengan banjir. Manusia predator bumi sudah tidak punya nurani, sudah tidak punya telinga, kecuali sebuah kepentingan uang dan uang. Mungkin Tuhan telah menutup mata hati mereka, sehingga yang tampak hanyalah uang, uang, uang. 

Walau uang yang mereka dapatkan dari tindakan perusakan lingkungan, termasuk hutan tersebut tidak akan bisa atau mampu memperbaiki kerusakan alam. Yang mampu dilakukan hanyalah menyedian nasi bungkus, mie instant dan alat-alat memasak di masa panic.

Tak dapat dipungkiri bahwa dampak yang dirasakan akibat banjir tersebut sangatlah besar, bukan hanya kerugian materi, tetapi juga kerugian jiwa, yakni kematian manusia, hewan dan berbagai makhluk lain yang ada di bumi. Selain kehilangan harta benda, dan nyawa, dampak akibat dari bencana banjir adalah merusak masa depan pendidikan anak-anak kita. Semakin seringnya terjadi bencana banjir, maka semakin sering mengganggu proses pendidikan. 

Karena ketika banjir melanda, maka aktivitas pembelajaran di sekolah akan tergangguu. Anak-anak kita yang seharusnya bisa belajar di sekolah dengan baik, namun terpaksa libur karena banjir. Sebagai contoh saja adalah ketika bencana banjir melanda Pidie pada 27 Januari 2017 lalu, puluhan sekolah dari tingkat TK, SD, SMP dan SMA di lokasi banjir di tujuh kecamatan di Pidie, diliburkan karena ketinggian air di sekolah itu mencapai satu meter. 

Kepala Dinas Pendidikan Pidie, Murthalamuddin SPd MSP kepada Serambinews di sela - sela memantau banjir Rabu (27/1) menyebutkan, sekolah diliburkan antara lain di Kecamatan Mila, Delima, Batee, Padang Tiji, Muara Tiga, Grong-grong dan Indra Jaya. Malah, beberapa sekolah di wilayah Kota Sigli juga libur karena terendam seperti SD 1 Kota Sigli, SD 4 Peukan Pidie dan SDU Iqro terletak di Blang Paseh. (Serambi Indonesia 27Januari 2017)

Bukan hanya itu seperti diberitakan Serambi Indonesia, dari Aceh Barat dilaporkan, banjir kembali terjadi dalam dua hari terakhir setelah wilayah itu diguyur hujan lebat. Sebuah sekolah di Kecamatan Woyla Barat, yakni SD Napai, terpaksa menghentikan proses belajar-mengajar (PBM) sejak Senin hingga Selasa (24/1) kemarin karena air masih merendam tiga desa di kecamatan itu. Termasuk sejumlah sekolah. Kepala SDN Napai, M Jamin SPd kepada Serambi kemarin mengatakan, dalam bulan Januari ini saja sudah beberapa hari sekolah diliburkan. Pekan lalu pun sekolah diliburkan karena banjir. 25/jan/2017.

Jadi, sebenarnya ketika banjir melanda sebuah daerah yang kondisinya buruk, akan selalu menyebabkan gangguan terhadap proses pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan di Aceh dan di Indonesia umumnya. Proses belajar dan mengajar di sekolah akan terhenti dalam waktu yang berbeda-beda, tergantung pada berapa lama banjir merendam atau menggenangi lingungan sekolah dan jalan menuju sekolah. Gangguan terhadap sekolah, bukan saja pada penutupan sekolah, tetapi juga pada kerusakan sarana pendidikan di sekolah. Oleh sebab itu, setiap kali banjir melanda, anak-anak kita, para peserta pendidikan akan banyak yang rugi karena sekolah akan terpaksa ditutup, karena terendam banjir.

Agaknya, bila tidak ada upaya yang serius dan tidak munafik dalam menyelamatkan hutan, dan lingkungan hidup yang aman, maka kerusakan lingkungan dan kehancuran ekologi akan semakin cepat berlangsung. Sementara kita sebagai masyarakat awam, akan selalu menjadi korban dari kerusakan lingkungan yang salah satunya menyebabkan bencana alam, termasuk hutan dan penambangan secara membabi buta itu.

Agar kerusakan hutan tidak terus dilakukan oleh pihak-pihak yang hanya mengejar keuntungan  dengan aksi perambahan hutan, penambangan dan lain-lain itu, kita juga harus tetap optimis. Masyarakat harus tetap bisa diedukasi dengan baik dan benar untuk mendukung upaya penyelamatan hutan, lingkungan dan sebagainya, sebagai bagian untuk mengurangi terjadinya bencana banjir dan juga mengurangi risiko bencana. Ketika semua itu bisa dilakukan, maka tidak aka nada lagi perkataan, eh banjir datang lagi, kita libur lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun