Mohon tunggu...
Tabrani Yunis
Tabrani Yunis Mohon Tunggu... Guru - Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Tabrani Yunis adalah Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh, juga sebagai Chief editor majalah POTRET, majalah Anak Cerdas. Gemar menulis dan memfasilitasi berbagai training bagi kaum perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengenang Kisah "Tukang Kritik" yang Dipindah

4 November 2017   17:55 Diperbarui: 4 November 2017   18:52 733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tukang Kritik itu memilih cara lain untuk berekspresi

Pembungkaman Guru Kritis

Pembungkaman terhadap para kritikus atau orang-orang kritis tidak saja terjadi pada mereka yang terlanjur kenal karena banyak berbicara dan diliput oleh media. Pembungkaman juga terjadi pada profesi guru oleh para pejabat pendidikan, mulai dari Kepala sekolah, kepala Dinas pendidikan dan Pemda (Wali kota) Banda Aceh saat ini.  Hal ini dialami oleh 3 guru dari SMK 3 Negeri Banda Aceh. Drs.Imran (42) tahun, guru bahasa Inggris di SMK Negeri 3, bersama dengan Drs. Samsul Bahri, M. Ed yang juga guru bahasa Inggris di sekolah tersebut serta Drs. Jamaluddin. 

Ketiga guru ini dalam pengakuan mereka adalah guru yang ikut mengangkat masalah penyelewengan dana bantuan sekolah yang ada di SMK Negeri 3 Banda Aceh beberapa waktu lalu. Mereka telah mengangkat kasus tersebut hingga harus berhadapan dengan polisi serta dengan Bawasda. Buah dari perjuangan mereka seperti yang mereka akui, saat ini sang kepala sekolah sudah dipindahkan. Namun, apa yang membuat mereka kaget, ternyata perjuangan mereka mengangkat kebenaran tersebut, tidak hanya berbuah kelegaan hati banyak orang, tetapi mereka menjadi kaget karena dengan tiba-tiba ketiga guru tersebut, mendapatkan sepucuk surat keputusan (SK) pindah dari Dinas pendidikan. 

Jelas ini mengejutkan bukan? Wajar saja mereka bertanya, mengapa mereka harus pindah? Padahal mereka tidak pernah mengajukan permohonan pindah. Kalau itu sebuah pengargaan karena berhasil membongkar kemungkaran di sekolah, mengapa tidak ada penjelasan apakah itu sebuah penghargaan yang membuat mereka harus pindah. Juga kalau itu sebuah hukuman, mereka sebelumnya tidak pernah, menerima peringatan, baik lisan maupun tertulis. Bukankah ini sebuah tindakan yang cacat hukum? Para pembaca bisa bayangkan, apa yang terjadi, kalau kebaikan dalam mengungkapkan kebenaran, kemudian dibalas dengan hukuman? Kalau begitu, untuk apa repot-repot melaporkan kasus korupsi, kalau nanti mereka yang mendapat hukuman?

Pembungkaman terhadap guru yang kritis, ternyata bukan saja dialami oleh 3 guru SMK Negeri 3 Banda Aceh. Nasib yang sama juga dirasakan oleh 2 guru Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Banda Aceh. Kedua guru ini merasa seperti dipermalukan saat masuk ke kantor sekolah mereka karena nama mereka sudah dihapus di dalam jadwal mengajar. 

Kejadian tersebut mereka dapatkan sebelum mereka menerima SK pemindahan. Kedua guru ini sangat keberatan dengan tidakan pemindahan yang terkeasan pengusiran secara licik tersebut. Mereka saat ini menyalurkan aspirasi mereka kepada sebuah organisasi guru alternative, yakni KOBAR-GB yang hingga kini masih getol memperjuangkan nasib guru di Aceh. Kedua guru ini menolak untuk dipindahkan karena tidak ada alasan yang jelas, kecuali diketahui bahwa mereka ikut dalam kelompok guru 14 yang berjuang mengkritik dan memprotes kebijakan kepala sekolah di sekolah tempat mereka yang sempat heboh d media masa.

Bukan hanya dua orang guru MAN Model Banda Aceh dan tiga guru SMK Negeri 3 yang kritis itu yang dipindahkan. Ternyata di SMA Negeri 3 Banda Aceh, 3 guru dimana dua diantaranya tergolong orang yang kritis dan aktif menyampaikan kritik kepada kepala sekolah maupun pemerintah lewat lisan maupun tulisan. Mereka juga mendapatkan SK pemindahan secara sepihak ke sekolah lain. Masih banyak guru lain yang terkaget-kaget dengan kesewenangan Dinas Pendidikan Kota Banda Aceh dan pihak Wali kota yang menandatangani SK tersebut.

Bila guru yang kini sedang belajar menjadi kritis, maka kemungkinan yang akan terjadi di sekolah adalah merajalelanya kesewenang-wenangan kepala sekolah. Kepala sekolah akan selalu berkata, guru tidak perlu ikut campur soal dana yang ada di sekolah, guru tugasnya mengajar. Laksanakan saja, apa yang diperitahkan. kalau mengajar, ya mengajar saja. Jangan sibuk mengurus apa yang dilakukan oleh kepala sekolah. Berbahaya bukan?  Tentu saja bahaya. Sebab, akan terjadi bermacam penyelewengan yang bisa merugikan sekolah dan juga para guru sendiri. 

Nah, kalau guru yang baru belajar menjadi kritis dibungkam, maka bahaya yang akan dituai adalah sekolah benar-benar akan menjadi beo, karena guru yang membeo, akan melahirkan banyak beo-beo baru. Padahal, seorang guru yang ideal adalah seorang guru yang kritis. Karena dari sikap guru yang kritis, akan lahir sebuah sikap kreatif. Oleh sebab itu, kepada Dinas pendidikan dan juga para pejabat pendidikan serta PEMDA diharapkan tidak membungkam para guru yang kritis tersebut. 

Dony Kleden, Mahasiswa Program Pascasarjana Ilmu Teologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta (Kompas 14 November 2006) mengingatkan agar tukang kritik tidak dibungkam, karena "Apabila tukang kritik dibungkam, demokrasi menemukan ajalnya. Kehadiran tukang kritik adalah suatu keniscayaan dalam sebuahpemerintahan yang demokratis. Menihilkan tukang kritik sama denganmembangun pemerintahan yang tiran dan otoriter. Mari kita renungkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun